
“Matahari Dapat Terbit dari Barat?”: Sebuah Pandangan mengenai Pembacaan Sejarah
Apakah pembacaan sebuah tulisan sejarah sama seperti gerak matahari yang selalu terbit dari timur karena pengaruh berbagai hukum alam yang mengikatnya?
Rubrik opini yang menyajikan opini tajam dan kritis. Selami bagaimana Historical Meaning membentuk pandangan mengenai isu-isu terkini dengan perspektif yang tajam dan objektif
Apakah pembacaan sebuah tulisan sejarah sama seperti gerak matahari yang selalu terbit dari timur karena pengaruh berbagai hukum alam yang mengikatnya?
Sebagian besar masyarakat Indonesia memandang sejarah sama dengan masa lalu, sehingga hanya ada satu kebenaran dalam sebuah narasi sejarah. Apa benar demikian?
Meski Presiden Joko Widodo akan mengakui status warga negara terhadap 39 eksil G30S, itu saja masih belum cukup. Dibutuhkan upaya lebih besar untuk menyembuhkan luka menganga masyarakat Indonesia, yakni pemaknaan kembali sejarah 1965.
Meski digugat, membandingkan sosok dan kepahlawanan Kartini dengan pahlawan perempuan Indonesia lainnya tidak “apple-to-apple”. Terlebih, melihat Kartini yang sadar akan nilai penting pendidikan bagi perempuan Bumiputera, menjadi nilai tambah yang membuatnya tetap relevan untuk diperingati secara khusus pada masa kini.
Kisah yang dituturkan makhluk halus sering mengisahkan sejarah tempat yang mereka diami, dan banyak masyarakat Indonesia percaya dengan kisah mereka. Tetapi, apakah kisah-kisah tersebut dapat digunakan sebagai sumber sejarah?
Untuk menumbuhkan berpikir menyejarah (historical thinking) dalam pengajaran sejarah, sejarawan wajib dikemas layaknya mendidik seorang sejarawan. Diharapkan, sejarah dapat dilihat sebagai sebuah proses dalam konteks ruang dan waktu.
Di tengah perkembangan teknologi dan tingkat literasi yang rendah, mengajarkan sejarah kepada masyarakat menjadi hal yang sulit dan menantang. Butuh usaha keras untuk menumbuhkan “pemikiran menyejarah” di Indonesia.
Melalui buku “De Bergkoningin”, diharapkan pemerintah Indonesia menaruh perhatian terhadap keberadaan kereta uap peninggalan Belanda, sebagai wujud menjaga warisan memori masa lalu.
Media sosial menuntut penjaja konten sejarah untuk cepat. Kondisi ini sering membuat mereka mengabaikan aspek empati ketika menyajikan konten. Kondisi ini membuat mereka terlihat hanya mengejar “klik” semata.
Media populer mampu mempermudah masyarakat untuk belajar sejarah. Tetapi, penyajian saja tidak cukup. Butuh lebih dari sekadar penyajian yang manis untuk menghasilkan pemahaman sejarah yang kuat dan membumi.