Bagi sebagian orang, terutama di Indonesia, filsafat merupakan ilmu yang bersifat teoretis dan tidak memiliki manfaat praktis bagi kehidupan. Mereka memandang filsafat hanya dipelajari oleh orang-orang yang kurang kerjaan dan suka memperumit hidupnya sendiri.
Pada umumnya, masyarakat kita seringkali berpikir pragmatis. Mereka memandang filsafat, yang menuntut berpikir kompleks, adalah ilmu yang tidak menghasilkan profit apa pun alias tidak berguna.
Benarkah filsafat itu tidak berguna? Atau justru mereka yang tidak menyadari peranan filsafat dalam kehidupan mereka?
Secara historis, filsafat berkembang di Yunani pada masa klasik, ketika seorang filsuf bernama Thales mengemukakan hipotesa bahwa substansi alam semesta adalah air. Bisa dikatakan, ia adalah orang pertama yang membuka gerbang menuju dunia filsafat, sehingga ia dijuluki sebagai “Bapak Filsafat”.
Semenjak Thales, banyak bermunculan filsuf-filsuf lain yang berusaha menjawab teka-teki kehidupan dan mencari penjelasan ilmiah dan rasional mengenai alam semesta. Berkat filsafat, fenomena alam, yang sebelumnya dijelaskan dengan mitos, kini dapat dijelaskan secara logis dengan penelitian empiris.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita rasakan saat ini adalah hasil andil filsafat selama kurun waktu dua milenium tersebut. Dapat dikatakan, kita sedang berada dalam zaman yang memposisikan ilmu pengetahuan di puncak keemasannya.
Tanpa filsafat, kita juga tidak mungkin mengenal ilmu-ilmu lain, seperti sejarah, matematika, psikologi, fisika, antropologi, hukum, dan lainnya. Ilmu-ilmu tersebut lahir dari rahim filsafat, dan ini yang membuat filsafat dijuluki sebagai mater est scientiarum atau “ibu dari ilmu pengetahuan”.
Oleh karena itu, sangat aneh jika ada orang yang beranggapan bahwa filsafat adalah ilmu yang tidak berguna. Anggapan tersebut sebetulnya lahir dari ketidaktahuan dan keengganan seseorang untuk mengenal lebih jauh mengenai filsafat. Mereka terpengaruh oleh berbagai streotip yang terlanjur diberikan pada ibu dari seluruh ilmu pengetahuan ini.
Ayn Rand, yang dikutip oleh Fahrudin Faiz dalam buku Sebelum Filsafat, mengatakan bahwa sebagaimana latihan fisik yang disiplin mampu membangun postur tubuh yang ideal, filsafat pun mampu membangun sebuah postur intelektual yang dihasilkan dari latihan berpikir yang disiplin.
Terakhir, filsafat bukan merupakan sebuah ilmu yang penuh dengan bahasa intelektual yang rumit, atau omong kosong spekulatif. Filsafat justru mengajak manusia untuk mendayagunakan akal budi yang dimiliki sebagai manusia, untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Disadari atau tidak, filsafat selalu terlibat dalam segala aspek kehidupan sehari-hari. Bahkan, ketika seseorang mengatakan filsafat adalah ilmu yang tidak berguna dan mengajukan sejumlah apologi atas argumennya, orang tersebut sesungguhnya sedang berfilsafat.