Membumikan Filsafat, Mem-filsafat-kan Bumi

Dewasa ini, filsafat menjadi ilmu yang wajib diajarkan di berbagai perguruan tinggi. Meski begitu, ia masih sangat asing bagi masyarakat awam. Keasingan tersebut disebabkan oleh pandangan bahwa filsafat adalah ilmu yang bersifat ekslusif, hanya bisa dipelajari oleh segelintir orang.

Ekslusivitas filsafat juga diperkuat oleh adanya segelintir orang yang menganggap bahwa mereka sajalah yang memiliki otoritas untuk mempelajari dan mengajarkan filsafat kepada masyarakat. Masyarakat awam dianggap tidak akan bisa memahami filsafat jika belajar secara ototidak.

Benarkah filsafat itu adalah ilmu langit yang bersifat ekslusif? Apakah filsafat memang hanya bisa dipelajari oleh segelintir orang? Atau, apakah setiap orang dapat berfilsafat dengan mendayagunakan akal budinya sendiri?

Sokrates (? – 399 SM), filsuf terkenal Yunani klasik, courtesy of Brittanica

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita perlu flashback ke Athena sekitar 300 tahun sebelum masehi. Pada zaman tersebut, seorang filsuf bernama Sokrates berusaha membumikan filsafat dengan mengajak masyarakat Athena untuk berdiskusi mengenai masalah-masalah filosofis.

Metode dialektika yang digunakan Sokrates untuk memperkenalkan filsafat kepada masyarakat Athena telah membebaskan pikiran mereka dari belenggu mitos sekaligus mengobrak-abrik standar nilai yang dianggap telah mutlak saat itu. Namun, tindakannya dianggap telah menimbulkan keonaran, sehingga ia dijatuhi hukuman mati.

Selama hidupnya, Sokrates tidak pernah menuangkan pemikirannya dalam tulisan. Kita mengenal Sokrates dari tulisan muridnya, Plato, yang menempatkan ia sebagai tokoh dalam karya-karyanya yang berbentuk dialog. seperti Republik, Timaeus, Sofis, Simposium dan lainnya.

Lukisan The Death of Socrates (1787) karya Jacques-Louis David, courtesy of Wikipedia

Dengan menilik kisah singkat kehidupan Sokrates, kita dapat melihat kegigihannya dalam memperjuangkan filsafat agar dapat dikenal masyarakat luas. Sokrates tidak menanamkan buah pikirnya kepada rahim pikiran orang lain seperti seorang suami menggauli istrinya, melainkan seperti seorang bidan yang membantu orang melahirkan buah pikirannya sendiri.

Baca Juga  Belajar Hidup dari Kematian Seorang Sokrates

Misi Sokrates sangat sederhana. Ia menghendaki filsafat menjadi menu pikiran sehari-hari bagi masyarakat. Masyarakat yang telah menjalin keakraban dengan filsafat tidak akan mudah percaya begitu saja pada hal yang belum dapat dibuktikan kebenarannya, dan tidak akan mengikuti arus seperti seekor ikan yang mati, tanpa tahu ke mana derasnya pikiran itu bermuara.

Bambang Sugiharto, dalam pengantar buku Dunia Sophie, mengatakan bahwa filsafat sealamiah bernapas. Filsafat sejatinya merupakan bagian integral kehidupan manusia yang tak dapat dipisahkan. Bahkan, ada ungkapan bahwa setiap orang adalah filsuf. Kendati mereka tidak pernah mengenal teori-teori filsafat, ketika ia meragukan sesuatu dan memiliki rasa ingin tahu untuk mengetahuinya, ia pun sebenarnya sedang berfilsafat.

Kegiatan berfilsafat bukan dimulai dari membaca karya para filsuf, tetapi dari perenungan mengenai realitas di sekeliling kita, serts keberadaan kita sendiri. Siapa kita? Mengapa kita ada? Dari mana kita berasal? Pertanyaan-pertanyaan mendasar itulah yang sejatinya akan menuntun kita memasuki dunia filsafat.

Pada akhirnya, ketika setiap orang tahu bahwa filsafat dimulai dari hal-hal remeh, maka tidak akan ada lagi orang yang memandang filsafat sebagai ilmu langit yang bersifat ekslusif, elitis, dan dipenuhi berbagai jargon yang membingungkan. Filsafat justru adalah ilmu bumi yang dapat membantu manusia untuk mengetahui sesuatu yang lebih tinggi dari langit.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *