“Rethinking” Jabatan Wakil Kepala Daerah

Mundurnya Irwan Fikri (Wakil Bupati Agam) dan Lucky Hakim (Wakil Bupati Indramayu) menyingkap tabir relasi kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia. Alasannya adalah terkait dengan ketidakserasian relasi dan minimnya pendelegasian tugas oleh bupati. Cerita ini merupakan “little piece of cake” atas persoalan keberadaan jabatan wakil kepala daerah yang diperdebatkan sejak dulu.

Merujuk pada peraturan yang ada (UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah), sebenarnya wakil kepala daerah membantu dan bertanggung jawab kepada kepala daerah. Hal ini menunjukkan kesan ketidaksetaraan posisi, meskipun dalam proses memenangkan pertarungan relasi merupakan beban bersama, namun menjadi hirarkis setelah dilantik.

Lucky Hakim, wakil bupati Indramayu yang mundur dari jabatannya, courtesy of Liputan6.com

Tugas wakil kepala daerah telah dpaparkan secara cermat dalam Pasal 6 UU 23/2014. Paragraf pertama menekankan tugas wakil kepala daerah sebagai pembantu kepala daerah.

Frasa “membantu” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti memberikan dukungan agar berhasil. Kata ini dipahami sebagai ikut serta melakukan dan bukan menjadi tokoh utama. Tinjauan hermeneutik ini menggambarkan bahwa eksistensi wakil tidak begitu penting, apalagi faktanya pada titik tertentu kerap tidak dilibatkan oleh kepala daerah.

Ayat 1 (Pasal 66) yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya menyebabkan meluasnya perceraian politik di daerah. Kepala daerah merasa tidak membutuhkan pendampingan, begitu pula sebaliknya kepala daerah merasa bahwa eksistensi wakil belum sepenuhnya optimal. Menghadapi hal ini, wakil kepala daerah berada pada dua kemungkinan: diam dan terus menerima fasilitas yang menjadi hak mereka atau merasa malu dan mengundurkan diri dari posisi ini.

Irwan Fikri, wakil bupati Agam yang juga mundur dari jabatannya sebagai wakil kepala daerah, courtesy of Harian Haluan

Manakala eksistensi wakil kepala daerah tidak dioptimalkan, dipastikan akan terjadi pemborosan anggaran daerah. Pasalnya, gaji dan anggaran operasional wakil kepala daerah selalu masuk dalam anggaran daerah, namun outcome dalam penganggaran tidak tercapai akibat tidak adanya ruang gerak untuk bekerja. Jika anggaran tidak terealisasi, maka akan berdampak pada pos anggaran di tahun berikutnya.

Baca Juga  Dalang Sebagai Monoaktor

Lantas, apakah jabatan Wakil Kepala Daerah perlu ada? [S]ebenarnya pemerintah daerah sudah memiliki Sekretaris Daerah yang bertindak sebagai kepala administrasi. Peran wakil kepala daerah dan sekretaris daerah terkesan tumpang tindih karena kehadiran keduanya untuk membantu kepala daerah. Selain itu, banyak kasus Kepala Daerah yang bekerja tanpa didampingi wakilnya namun roda pemerintahan tetap berjalan tanpa didampingi wakilnya. Penghapusan jabatan wakil kepala daerah dapat dilakukan dan fungsi dan tugas pembantuan sepenuhnya dilimpahkan kepada Sekretaris Daerah.

Kalaupun keberadaan Wakil Kepala Daerah dianggap penting, maka proses pemilihannya di daerah perlu ditinjau ulang. Skema pertama, pemilihan wakil kepala daerah tidak perlu diikutsertakan dalam kontestasi politik seperti pemilihan presiden dan wakilnya. Secara teknis pemilihan wakil kepala daerah secara sederhana dilakukan dengan dua pilihan yaitu menyerahkan sepenuhnya kepada kepala daerah terpilih atau secara musyawarah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di mana calonnya adalah mereka yang dipilih oleh kepala daerah.

Wakil bupati Badung, I Ketut Suiasa, saat bertugas menjadi pendamping bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, courtesy of Bali Tribune

Kemudian, skema kedua yang patut dipertimbangkan adalah mengembalikan mandat penunjukan wakil kepala daerah kepada kepala daerah. Kepala daerah diberi hak prerogatif untuk mengangkat wakil kepala daerah atau tidak mengangkat sama sekali apabila merasa mampu melaksanakan tugas secara mandiri. Hal ini akan menuntaskan persoalan pemborosan anggaran atau beban ikatan politik sebagai konsekuensi selama proses pemilu.

Selanjutnya untuk mengurangi disharmoni, Pemerintah Pusat berkewajiban mendorong setiap daerah untuk memiliki Peraturan Kepala Daerah yang mempertegas tugas dan wewenang Wakil Kepala Daerah.

Dalam jangka panjang, posisi wakil kepala daerah saat ini memang layak untuk ditinjau kembali, baik dalam proses pemilihan maupun secara pahit ditinjau kembali eksistensinya. Jika negara sudah menggemakan semangat debirokratisasi, sudah saatnya keberadaan posisi ini ditinjau ulang demi efisiensi anggaran. Revisi regulasi akan membuat pembagian tugas pimpinan daerah menjadi lebih jelas, lebih pasti, dan tidak bergantung pada kemurahan hati kepala daerah. Efeknya, secara parsial masyarakat daerah akan dirugikan dan secara simultan negara akan terjebak dalam labirin kisruh politik daerah.

Baca Juga  Epistemologi Internasionalisasi Islam Indonesia

Sumber:
Eduardo Edwin Ramda. ” “Rethinking” Jabatan Wakil Kepala Daerah” dalam Bali Post, 4 Juli 2023. Dengan penyuntingan seperlunya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *