Serangan Israel atas Rafah menjadi sorotan utama dunia sejak akhir Mei 2024 lalu. Ini menunjukkan sebuah fakta, bahwa dunia mendesak perdamaian dapat tercipta di Tanah Gaza.
Rafah, sebagai kota yang terletak antara Israel, Palestina, dan Mesir, menjadi saksi dari ketegangan yang terus meningkat antara Hamas dan Israel. Apa yang terjadi sejak akhir Mei 2024 mencerminkan eskalasi kekerasan dan penderitaan yang dialami oleh penduduk Palestina di tanah Rafah. Pemahaman mendalam tentang situasi di Rafah saat ini menjadi kunci untuk memahami pentingnya upaya perdamaian, mengakhiri akar kekerasan, konflik, dan perang yang telah berkecamuk antara Israel dan Palestina.
Konflik antara Israel dan Palestina, yang menjadi sorotan sejak 2023 lalu, merupakan salah satu konflik yang berulang kali terjadi di antara mereka. Ini menggambarkan ketidakstabilan regional, menimbulkan dampak humanitarian yang mendalam bagi rakyat Palestina. Sebagai persoalan yang tidak kunjung terselesaikan, konflik berdarah yang telah merenggut ratusan ribu jiwa ini mendorong sebuah urgensi untuk menciptakan perdamaian yang abadi.
Akar Konflik Israel-Palestina
Konflik antara Israel dan Palestina memiliki akar yang dalam dan kompleks, yang mencerminkan pertarungan atas tanah, identitas, dan keamanan. Menurut Moh. Hamli dalam skripsi Konflik Israel-Palestina Kajian Historis Atas Kasus Perebutan Tanah Antara Israel dan Palestina (1920-1993), konflik antara kedua negara terkait dengan klaim teritorial, yang dimulai dari pembentukan negara Israel pada tahun 1948. Pembentukan negara Israel diikuti dengan beberapa perang berkepanjangan, termasuk Perang Enam Hari (1967) dan Intifada pertama (1987).
Akar utama konflik ini adalah klaim atas wilayah. Baik Israel maupun Palestina menganggap Jerusalem sebagai ibu kota spiritual mereka. Sejak Israel menguasai sebagian besar Jerusalem Timur sejak Perang Enam Hari, Palestina menginginkan bagian tersebut sebagai ibu kota masa depan mereka. Klaim atas Jerusalem tersebut diperumit oleh klaim atas wilayah lainnya, terutama di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Faktor politik memainkan peran kunci dalam memperburuk konflik ini. Pemerintah Israel, dalam melakukan serangan ke Palestina, menekankan pada keamanan nasional dan hak untuk bertahan dari ancaman Hamas. Di sisi yang berbeda, Hamas, yang mendapat dukungan dari sebagian besar penduduk Gaza, memperjangkan semangat kemerdekaan rakyat Palestina, melakukan serangan dan penembakan roket terhadap Israel.
Meski telah ada berbagai upaya perdamaian dan penyelesaian konflik, seperti Proses Oslo pada tahun 1990-an serta perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, ia masih belum berhasil mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan.
Kerusakan yang Abadi di Tanah Palestina
Konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina telah menghasilkan dampak kemanusiaan yang menyakitkan. Setiap episode konflik antara kedua negara telah memakan korban jiwa yang tidak bersalah. Setiap gelombang konflik baru terjadi, ribuan nyawa, terutama wanita dan anak-anak, menjadi korban konflik
Selain korban jiwa, infrastruktur penting, seperti rumah sakit, sekolah, dan fasilitas kemanusiaan lain, sering menjadi sasaran serangan atau terkena dampak serangan. Terutama di Gaza, ketika Israel membombardir infrastruktur Palestina dengan roket, melumpuhkan pelayanan publik yang ada.
Selain itu, tindakan Israel yang membatasi pergerakan bantuan kemanusiaan memperburuk kondisi masyarakat terdampak konflik. Ia membuat angka kelaparan meroket, membuat masyarakat Gaza kekurangan obat-obatan esensial dan kebutuhan lainnya.
Selain kerugian fisik dan materi, dampak psikologis sebagai akibat konflik juga tak terelakkan. Penduduk di kedua belah pihak hidup dalam ketakutan dan kecemasan. Mereka khawatir akan terjadinya serangan mendadak yang mungkin terjadi setiap saat. Menurut J. A. Dewantara dkk. dalam artikel Pelanggaran HAM Dalam Konflik Israel dan Palestina Berdampak Terhadap Hilangnya Hak Asasi Manusia Khususnya Hak Anak di Palestina, anak-anak, terutama di Palestina, tumbuh besar dalam lingkungan yang penuh ketegangan dan kekerasan, mempengaruhi perkembangan emosional dan psikologis mereka secara signifikan
Dengan meningkatnya ketegangan dan serangan ke masing-masing wilayah, siklus kekerasan akan terus berlanjut. Ia menciptakan lingkaran setan, yang tidak hanya merusak kehidupan individu dan keluarga, tetapi juga menghambat peluang perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina.
Dunia yang Gagal Menemukan Konsensus
Reaksi lembaga dunia terhadap konflik Israel-Palestina telah menjadi sorotan dunia. Organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), telah berupaya mengkoordinasikan bantuan kemanusiaan dan mengadvokasi perdamaian yang berkelanjutan di kawasan tersebut. Resolusi Dewan Keamanan PBB mendorong terciptanya gencatan senjata dan negosiasi perdamaian, meski banyak kepentingan menghambat implementasi resolusi tersebut.
Negara-negara berkuasa, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan negara-negara Arab, juga memiliki peran penting untuk menyudahi konflik. Sejumlah negara Arab telah menyediakan dukungan finansial dan politik kepada Palestina, sementara Amerika Serikat, sebagai sekutu Israel, berupaya tampil sebagai mediator untuk mengentegahkan konflik.
Namun, keberhasilan lembaga internasional sering kali terhambat oleh ketidaksamaan pandangan dan prioritas di antara mereka. Negara-negara anggota PBB dan lembaga-lembaga internasional lainnya berbeda pandangan mengenai posisi Israel dan Palestina.
Sebagian negara, terutama Amerika Serikat, menekankan pentingnya keamanan Israel sebagai negara berdaulat, sementara sebagian lainnya menuntut pengakuan penuh terhadap hak-hak politik dan ekonomi rakyat Palestina. Ketidakmampuan lembaga dunia untuk mencapai konsensus telah memperlambat kemajuan menuju perdamaian yang berkelanjutan.
Beberapa Langkah Menuju Perdamaian Berkelanjutan
Untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina, beberapa langkah konkret perlu diambil oleh semua pihak yang terlibat.
Pertama, sebuah gencatan senjata yang diberlakukan secara penuh perlu segera dilakukan. Hal ini dapat mengurangi penderitaan rakyat terdampak konflik, terutama di tanah Palestina, dan memberikan ruang bagi diplomasi untuk bekerja. Setelah gencatan senjata tercapai, dialog langsung dan tanpa syarat antara Israel, Palestina, dan dan lembaga dunia dapat dilakukan.
Dalam upaya mencapai perdamaian yang berkelanjutan, komunitas internasional, terutama PBB, harus meningkatkan peran mereka sebagai mediator yang aktif dan berkomitmen. Mereka harus mendorong dialog yang inklusif, menawarkan insentif positif bagi pihak-pihak yang terlibat untuk melanjutkan negosiasi. Selain itu, mereka perlu memberikan bantuan intensif terhadap mereka yang terdampak, dalam hal ini adalah masyarakat Palestina di tanah Gaza.
Kedua, berbagai langkah ekonomi perlu dilakukan, untuk membangun kepercayaan dan kemandirian dalam diri penduduk Palestina. Menguti S. V. Muhamad dalam artikel Konflik Gaza dan Diplomasi Indonesia Terkait Palestina, investasi dalam pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan akses yang lebih besar terhadap pasar global, akan membantu meredakan ketegangan, membuka jalan bagi Palestina untuk menciptakan stabilitas.
Kedua upaya tersebut tidak hanya tentang mengakhiri konflik yang terjadi saat ini. Ia juga merupakan sebuah upaya untuk membangun fondasi masa depan yang lebih baik di tanah Palestina. Dengan keseriusan lembaga-lembaga dunia, tujuan untuk menciptakan perdamaian di tanah Palestina bukanlah sekadar impian, tetapi sebuah kenyataan yang dapat diwujudkan.