Tan Malaka dan Idealisme Pemuda

Tan Malaka

“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda.” Kutipan tersebut sering dikaitkan dengan Tan Malaka, meski sumber aslinya tidak diketahui secara pasti.

Berdasarkan interpretasi dari buku Madilog dan Naar de Republiek Indonesia, Tan Malaka menggambarkan bahwa seorang pemuda memiliki idealisme yang kuat dan mapan. Idealisme tersebut merujuk pada kemampuan berpikir secara mandiri, berdasarkan akal sehat, tanpa dipengaruhi tekanan maupun pengaruh eksternal.

Sepanjang lintasan sejarah, peran pemuda dalam membawa perubahan sangatlah signifikan. Dari masa Kebangkitan Nasional hingga Reformasi, pemuda menunjukkan semangat juang yang tinggi untuk membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan dan ketidakadilan. Contoh nyata dari hal ini terlihat pada masa Kebangkitan Nasional, ketika pemuda menjadi penggerak utama dalam menciptakan kesadaran kolektif untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Perjuangan ini berlanjut hingga Reformasi, ketika pemuda sekali lagi memimpin gerakan besar yang mengubah tatanan sosial dan politik. Melalui idealisme yang mereka miliki, pemuda berhasil membawa perubahan, memberikan kebebasan dan keadilan yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Para pemuda masa Kebangkitan Nasional pada tahun 1908 yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo yang memegang tongkat perjuangan untuk memimpin pergerakan. Kemudian, muncul organisasi-organisasi lain seperti Sarekat Islam, Indische Partij, dan Partai Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno. Mereka bercita-cita untuk bersatu dan melawan penjajahan Belanda.

Semangat tersebut akhirnya disepakati melalui Sumpah Pemuda, yang dicetuskan dalam dua kongres: Kongres Pemuda I yang dilaksanakan pada 30 April hingga 2 Mei 1926 dan Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928. Kongres Pemuda II menghasilkan tiga pilar untuk menyatukan masyarakat Indonesia dalam perjuangan bersama.

Peran pemuda juga terlihat dalam peristiwa Rengasdengklok yang terjadi pada 16 Agustus 1945. Pada peristiwa ini, para pemuda menculik Soekarno dan Hatta untuk diamankan agar tidak dipengaruhi oleh pihak luar.

Baca Juga  Sejarah adalah Guru Kehidupan, Apa Benar?

Awalnya, golongan tua tidak mau melaksanakan proklamasi secara cepat, karena menunggu kabar resmi dari Jepang. Namun, idealisme pemuda yang haus akan kemerdekaan menjadi dorongan yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini akhirnya terwujud dengan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Kekuasaan otoriter pemerintah Orde Baru bisa tumbang juga berkat idealisme pemuda, khususnya mahasiswa. Pada tahun 1998, peran pemuda menjadi sangat penting untuk menurunkan Soeharto dari tahtanya.

Pemerintah Soeharto seringkali melanggar hak asasi manusia, merugikan masyarakat, serta mengekang kebebasan berpendapat dan berkumpul. Mahasiswa, dengan idealismenya, bergerak selama bertahun-tahun dalam masa pergerakan, yang mencapai puncaknya pada Mei 1998. Pada momen tersebut, mahasiswa dari seluruh Indonesia menduduki Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), menandakan keberhasilan mereka menyuarakan aspirasi rakyat untuk reformasi menuju pemerintahan yang lebih baik

Tantangan idealisme pemuda di masa sekarang harus dipahami dengan belajar dari lintasan sejarah perjuangan pemuda. Idealisme harus terus dipertahankan untuk memperbaiki negara ke arah yang lebih baik.

Disayangkan, saat ini, ada beberapa pemuda yang tidak lagi menggunakan idealismenya. Mereka hanya mengikuti sistem dan alur yang sudah tergerus tanpa memiliki pondasi kuat untuk bergerak.

Idealisme harus dikuatkan oleh para pemuda masa kini, agar dapat menghadapi tantangan masa depan yang jauh lebih sulit dibandingkan kehidupan masa kini atau pengalaman masa silam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *