Sejarah yang Baik Menurut S. Radhakrishnan

Sebagai seorang pemikir besar India, nama Sarvepalli Radhakrishnan (1888-1975) mungkin tidak banyak diketahui publik di Indonesia. Namanya dibayang-bayangi oleh sosok Mahatma Gandhi atau Rabindranath Tagore yang lebih dikenal masyarakat. Meski begitu, pemikirannya, terutama dalam hal ini pemikiran kesejarahannya, begitu penting untuk dipahami lebih dalam.

Dalam buku Living with a Purpose (2014), S. Radhakrishnan mengungkapkan banyak pemikiran mengenai sejarah. Salah satu pemikirannya mengungkapkan bahwa sejarah bukan merupakan kisah peperangan para raja, atau kisah mengenai apa yang terjadi dari satu dinasti ke dinasti lain. Sejarah, menurut Radhakrishnan, merupakan dinamika perubahan sosial, struktur ekonomi baru, yang terjadi di dunia ini (hlm. 53).

Menyelami pemikiran Radhakrishnan, dapat dikatakan bahwa ia benar. Dengan sangat tepat, ia mengungkapkan esensi penting dari sebuah sejarah. Sejarah tidak lagi berupa kumpulan fakta atas suatu peristiwa. Ia lebih dari itu, yakni dinamika suatu peristiwa dari satu masa ke masa berikutnya, dari satu waktu ke waktu berikutnya.

Dalam perjalanannya, sejarah akan menampilkan gejolak kesinambungan dan ketidaksinambungan yang terjadi. Ia akan menampilkan esensi mana yang masih berlanjut dan kita warisi hingga kini, dan esensi mana yang berhenti di tengah jalan dan menjadi ciri khas zaman tersebut.

Sejarah yang seperti ini, jika ada yang tertarik untuk mempelajarinya, akan menghasilkan sebuah rasa puas dan rasa ingin terus memahami lebih dalam arti sebuah sejarah. Seperti yang diungkapkan oleh Marc Bloch dalam pengantar buku The Feudal Society Vol. 1 (2004), sejarah yang baik adalah sejarah yang mampu menggugah pembacanya untuk membaca lebih banyak lagi.

S. Radhakrishnan mengajarkan kepada kita bahwa sejarah, terutama sejarah yang baik, bukanlah rententan fakta yang disusun kronologis. Sejarah yang baik adalah sejarah yang mampu mengajak pembacanya untuk berpikir, merenung, berempati, dan membaca lebih dalam lagi. Sejarah seperti ini akan menghasilkan generasi yang “melek” terhadap sebuah peristiwa dalam konteks ruang dan waktu.

Baca Juga  Ketika Sejarah Hanya Dipandang sebagai Masa Lalu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *