Manusia (Homo sapiens), jika dilihat dari sejarah evolusinya, tidak lebih menonjol dibandingkan spesies lain. Homo sapiens telah ada selama beberapa ribu tahun, sementara nenek moyang kita, kera besar, telah menghuni bumi jauh lebih lama.
Manusia adalah hasil evolusi dan adaptasi yang panjang. Makhluk yang menyerupai manusia modern muncul sekitar 2,5 juta tahun yang lalu, tetapi tidak menonjol di antara spesies lainnya. Mereka hanyalah bagian dari ekosistem yang lebih luas, hidup berdampingan dengan makhluk yang lebih besar dan lebih kuat.

Homo sapiens sering merasa terpisah dari hewan, seperti anak yatim tanpa keluarga. Padahal, kita adalah bagian dari keluarga besar kera besar, yang mencakup simpanse, gorila, dan orangutan. Secara genetik, kita lebih dekat dengan simpanse daripada hewan lain.
Enam juta tahun lalu, nenek moyang kita dan simpanse adalah satu spesies. Namun, satu kera betina melahirkan dua anak perempuan: satu menjadi nenek moyang simpanse, dan yang lain nenek moyang manusia.
Bukan Satu-satunya Spesies Manusia
Homo sapiens bukanlah satu-satunya spesies manusia yang pernah ada di bumi. Selama ribuan tahun, ada sepupu dan saudara lain dalam genus Homo.
Homo pertama kali berevolusi di Afrika sekitar 2,5 juta tahun lalu dari Australopithecus. Mereka kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, bermigrasi melintasi Afrika, Eropa, dan Asia.

Selama ribuan tahun, Homo yang berbeda beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Di Eropa dan Asia Barat, Homo neanderthalensis (Neanderthal) berkembang.
Di Asia Timur, Homo erectus bertahan hampir dua juta tahun. Di Indonesia, ada Homo soloensis di Pulau Jawa dan Homo floresiensis di Pulau Flores, yang terkenal dengan ukuran kecilnya.
Dari Pemburu ke Predator
Pada awalnya, Homo sapiens berada di posisi tengah dalam rantai makanan, seperti spesies Homo lainnya. Mereka berburu binatang kecil dan mengumpulkan makanan.
Sekitar 100.000 tahun yang lalu, dengan munculnya Homo sapiens modern, manusia mulai naik ke puncak rantai makanan. Perubahan ini terjadi dengan sangat cepat dan membawa dampak yang cukup besar.
Binatang lain, seperti singa dan hiu, harus berevolusi selama jutaan tahun untuk mencapai puncak rantai makanan. Evolusi yang lambat memberi waktu bagi ekosistem untuk beradaptasi dan menciptakan keseimbangan.

Namun, Homo sapiens melompat ke puncak terlalu cepat tanpa adanya waktu untuk menyesuaikan diri. Akibatnya, Homo sapiens menjadi predator yang tidak stabil, penuh ketakutan dan kecemasan, serta sering menyebabkan kehancuran besar.
Ketidakstabilan emosional ini mungkin salah satu alasan Homo sapiens mengalahkan spesies manusia lainnya, seperti Neanderthal dan Denisovan, meskipun mereka lebih kuat secara fisik dan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan tertentu.
Meski begitu, Homo sapiens memiliki kemampuan sosial dan kognitif yang lebih unggul, seperti bekerja sama dalam kelompok besar, berbagi ide, dan merencanakan strategi, yang tidak dimiliki sepupu-sepupu mereka.
Api Sebagai Alat Revolusi
Salah satu inovasi terbesar Homo sapiens yang membantu mereka mencapai puncak rantai makanan adalah penggunaan api.
Meskipun Homo erectus, Neanderthal, dan nenek moyang Homo sapiens sudah menggunakan api, Homo sapiens membawa teknologi ini ke tingkat yang lebih tinggi.

Dengan api, manusia memasak makanan, membunuh kuman dan parasit, serta mengubah makanan yang sebelumnya tak bisa dimakan menjadi mampu untuk dikonsumsi sehari-hari. Penggunaan api juga menghemat waktu mengolah makanan.
Simpanse membutuhkan hingga lima jam sehari hanya untuk mengunyah makanan mentah, sementara Homo sapiens hanya membutuhkan satu jam untuk makanan yang sudah dimasak.
Penguasaan api memberi manusia kekuatan untuk mengubah lanskap. Mereka mulai membakar hutan untuk membuka padang rumput, memudahkan mereka untuk berburu dan beraktivitas. Penguasaan api menjadi salah satu langkah awal menuju peradaban modern.
Realitas Evolusi yang Abu-Abu
Meskipun Homo sapiens menjadi satu-satunya spesies manusia yang tersisa, hubungan kita dengan Neanderthal dan Denisovan tidak sepenuhnya terputus.
Ada periode ketika Homo sapiens dan Neanderthal hidup berdampingan dan bahkan saling kawin. Genetika modern menunjukkan bahwa sebagian kecil DNA manusia modern berasal dari Neanderthal.
Hubungan ini menunjukkan bahwa batas antarspesies tidak selalu jelas. Dalam evolusi, ada yang disebut sebagai zona abu-abu, yaitu saat populasi dari spesies berbeda masih bisa kawin dan menghasilkan keturunan yang subur.
Ada beberapa teori mengenai hal ini. Salah satunya menyebutkan bahwa Homo sapiens mengalahkan mereka dalam persaingan sumber daya. Dengan teknologi dan kemampuan sosial yang lebih baik, Homo sapiens dianggap lebih mampu bertahan hidup, sementara Neanderthal dan Denisovan perlahan tersingkir.
Teori lain mengatakan bahwa Homo sapiens mungkin melakukan genosida terhadap spesies manusia lain. Mengingat intoleransi manusia terhadap perbedaan, seperti warna kulit atau agama, tidak sulit membayangkan bahwa Homo sapiens awal juga tidak toleran terhadap spesies manusia yang berbeda secara fisik dan kognitif.
Jika Beberapa Homo Masih Hidup Saat Ini
Apa yang akan terjadi jika Neanderthal atau Denisovan masih hidup berdampingan dengan kita pada hari ini? Bagaimana masyarakat, budaya, dan politik akan berkembang jika ada lebih dari satu spesies manusia? Bagaimana agama akan merespons keberadaan mereka? Apakah kitab suci akan menganggap mereka sebagai keturunan Adam dan Hawa?
Pertanyaan-pertanyaan ini membuka kemungkinan menarik tentang bagaimana manusia memahami diri mereka dan tempatnya di dunia.
Selama 10.000 tahun terakhir, Homo sapiens telah terbiasa menjadi satu-satunya spesies manusia di Bumi. Ketidakhadiran spesies yang lain membuat kita lebih mudah percaya bahwa kita adalah intisari penciptaan.

Sisa-sisa terakhir Homo soloensis berasal dari sekitar 50.000 tahun lalu. Homo denisovan punah tak lama setelah itu, dan Neanderthal terakhir ada sekitar 30.000 tahun lalu. Mereka meninggalkan tulang belulang, alat batu, DNA, dan banyak pertanyaan tak terjawab. Mereka juga meninggalkan kita sebagai spesies terakhir manusia di bumi ini.
Sejarah evolusi menunjukkan bahwa kita hanyalah salah satu bagian dari cabang pohon
kehidupan yang sangat luas. Memahami keterkaitan kita dengan spesies lain dapat membantu kita memahami batasan sebagai manusia.