Merle Calvin Ricklefs adalah seorang sejarawan Australia yang memiliki andil besar terhadap penulisan sejarah Indonesia, terutama sejarah Jawa sejak abad ke-17 hingga abad ke-20. Ia dilahirkan pada 17 Juli 1943 di Fort Dodge, Iowa, Amerika Serikat, dan wafat pada tanggal 29 Desember 2019 di Melbourne, Australia dalam usia 76 tahun. Ia meninggal setelah berjuang melawan penyakit kanker prostat yang dideritanya sejak beberapa tahun terakhir.
Ricklefs meraih gelar Ph.D. dari Universitas Cornell dengan disertasi berjudul Yogyakarta Under Sultan Mangkubumi. Setelah lulus, ia menjadi pengajar di berbagai universitas, seperti School of Oriental and African Studies (SOAS) London University, Monash University, Australian National University, dan University of Melbourne. Ia pensiun sebagai guru besar National University of Singapore.
Ricklefs merupakan sosok ilmuwan produktif dalam menghasilkan karya ilmiah. Hal tersebut dapat dibuktikan, ketika pada tahun 1989, ia terpilih sebagai anggota Australian Academy of the Humanities. Kemudian, pada tahun 2001, pemerintah Australia memberikan penghargaan Centenary Medal kepadanya. Pada Juni 2017, Ricklefs mendapatkan penghargaan General Division of The Order of Australia karena dedikasinya dalam studi sejarah di Asia dan Pasifik.
Ricklefs dan Kajian Sejarah Jawa
Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, Ricklefs memfokuskan diri dalam kajian sejarah Jawa sepanjang abad ke-17 hingga abad ke-20. Dalam fokus tersebut, ia memberikan sebuah pandangan baru dalam khazanah sejarah Indonesia.
Peran awalnya dalam mengungkap sejarah Jawa telah dituangkan dalam duku Yogyakarta Under Sultan Mangkubumi 1749-1792: A History of the Division of Java. Buku ini, yang merupakan disertasi yang berhasil ia pertahankan di Universitas Cornell, membedah sejarah politik Jawa pada masa kepemimpinan Hamengkubuwono I, yang lebih dikenal sebagai Sultan Mangkubumi, pendiri Kesultanan Yogyakarta. Buku ini mengandalkan naskah Serat Surya Raja, yang sekarang menjadi pusaka Keraton Yogyakarta.
Hal yang menarik dari kajian-kajian Ricklefs atas sejarah Jawa adalah tentang penguasaan sumber primer atau first-hand yang sangat mendalam. Sumber primer tempatan, seperti naskah babad dan serat, berhasil digunakan dengan sangat baik olehnya, sehingga mampu melahirkan sebuah gagasan yang tajam.
Secara tidak langsung, Ricklefs berhasil membuktikan bahwa penggunaan babad dapat diandalkan dalam penulisan sejarah Indonesia. Naskah babad pun terangkat, menjadi bagian penting dalam melakukan riset sejarah tanah Jawa.
Salah satu contoh penggunaan naskah babad oleh Ricklefs adalah ketika ia berhasil mengungkap kisah mengenai sosok Pangeran Samber Nyawa atau Mangkunegara I, yang selama ini dipenuhi dengan kisah-kisah supernatural. Ricklefs, dengan sangat tajam, menguraikan berbagai fakta baru mengenai sosok tersebut, tanpa terlarut dalam berbagai selimut supernatural yang ada.
Dalam membedah kisah Pangeran Samber Nyawa, Ricklef tidak hanya menggunakan satu sumber babad. Selain menggunakan Serat Babad Pakunagaran, naskah tempatan yang ditulis langsung oleh Pangeran Samber Nyawa, ia juga menggunakan Babad Tutur, Babad Nitik Mangkunagaran, serta Babad Nitik Samber Nyawa sebagai bahan analisis.
Ricklefs dan Kajian Islam Indonesia
Selain mengkaji sejarah Jawa, Ricklefs juga memfokuskan diri mendalami sejarah Islam di Indonesia. Kisah mengenai kaum abangan dan kaum putihan menjadi salah satu fokus kajian sejarah Islam yang pernah dikerjakan Ricklefs.
Dalam penelitiannya terhadap kaum abangan dan putihan, Ricklefs kembali menggunakan sumber-sumber berbahasa Jawa sebagai sumber primer. Naskah-naskah seperti Cariyos bab lampah-lampahipun Raden Mas Arya Purwalelana, yang ditulis oleh Condronegara V pada 1865-1866 dan 1877-1880, menjadi sumber utama yang ia gunakan. Untuk mengimbangnya, Ricklefs juga menggunakan De zending op Java en meer bepaald die van Malang (1880) tulisan Harthoon dan Een ander over den gondsdienstigen toestand van der Javaan tulisan Carel Poensen untuk mengkaji sejarah kelompok abangan dan putihan.
Studi atas kaum abangan dan putihan, oleh Ricklefs, diperluas hingga abad ke-20, ketika dua partai besar pada 1950-an, Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI), menjadi wadah bagi kelumpok abangan. Memasuki dekade 1970-an, masyarakat Jawa semakin terpolarisasi antara Islam dan abangan. Kelompok yang disebut terakhir, bertahan dari gempuran kelompok putihan dengan berafiliasi dengan Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Kajian lainnya yang dilakukan Ricklefs mengenai Islam di Indonesia adalah tentang islamisasi di Jawa. Dalam buku Islamisation and Its Opponents in Java: A political, social, cultural and religious history, c. 1930 to the Present, Ricklefs membahas perkembangan Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, yang penuh dengan dinamika menarik.
Menurut Ricklefs, proses islamisasi di Jawa berlangsung secara mendalam dan signifikan. Dalam sebuah wawancara yang dilakukan majalah Tempo pada 2007, ia mengatakan bahwa sebelum Perang Dunia II, “tidak pernah terdengar azan di Yogyakarta”. Namun, sesudah revolusi, suara azan mulai berkumandang, dan kini, suara azan di Yogyakarta “terdengar setiap saat dan digemakan dengan pengeras suara.”
Penuturan Ricklefs menegaskan bahwa islamisasi di Jawa berlangsung cukup lancar, meski terkadang muncul sentimen anti-Islam yang digemakan beberapa priyayi di kota-kota besar di Jawa. Alasan kemunculan sentimen tersebut, menurut Ricklefs, adalah adanya ancaman bahwa Islam merupakan simbol keterbelakangan, yang telah menyebabkan mundurnya sebuah kebudayaan agung, yakni kerajaan Majapahit. Bagi mereka, restorasi kebudayaa Hindu-Jawa merupakan kunci menuju modernitas. Hingga kini, proses islamisasi dan suara penolakan atasnya terus digemakan, yang dapat kita saksikan melalui media sosial dalam wujud perdebatan antara kaum rahayu melawan kaum wibu rohis.
Sejarah Indonesia Modern sebagai Buku Babon Sejarah Indonesia
Sebelum Ricklefs, beberapa sejarawan asing telah mengkaji sejarah Indonesia dari masa prakasara hingga kontemporer secara menyeluruh. Namun, buku yang ditulis Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1200, justru menjadi bacaan wajib, tidak hanya bagi mahasiswa sejarah, tetapi juga bagi siapa pun yang ingin mengenal sejarah Indonesia. Buku tersebut bahkan mengalahkan popularitas enam jilid Sejarah Nasional Indonesia, yang dikerjakan secara resmi oleh pemerintah Indonesia sejak 1975, atau Indonesia dalam Arus Sejarah yang diterbitkan beberapa tahun yang lalu.
Buku tersebut, yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Gajah Mada University Press dan penerbit Serambi, menjadi sumbangan terbesar Ricklefs bagi sejarah Indonesia. Ia tidak hanya membahas sejarah Indonesia sejak masa Islam, yang oleh Ricklefs sebagai awal modernitas bagi Indonesia, hingga masa kontemporer. Ia memuat berbagai dinamika sosial, kultural, ekonomi dalam perjalanan sejarah Indonesia, tidak melulu mengupas pertikaian, konflik, serta peperangan.
Buku A History of Modern Indonesia Since c. 1200 disajikan dengan komprehensif, kronologis, serta mudah dipahami pembaca, terutama pembaca awam. Tidak seperti Sejarah Nasional Indonesia, yang lebih menekankan penulisan sejarah Indonesia untuk kepentingan politis, buku ini tampil lebih bebas dan berwarna. Tidak ada ikatan yang berarti, yang dapat mempengaruhi isi buku, membuatnya tampil sebagai buku sejarah yang telah mengalami abuse negara dan kepentingan.
Meski begitu, A History of Modern Indonesia Since c. 1200 masih terjebak dengan menempatkan Jawa sebagai pusat gerak sejarah di Indonesia. Pulau-pulau di luar Jawa masih belum mendapatkan ruang yang lebih banyak dalam buku ini. Namun, terlepas dari catatan tersebut, buku pengantar sejarah Indonesia yang ditulis Ricklefs telah menjadi teman setia masyarakat Indonesia, terutama mahasiswa dan pengajar sejarah di berbagai universitas di negeri ini.