Mengikuti Petualangan Evangeline dan Jacks Membuka Pelengkung Valory dalam The Ballad of Never After

Judul BukuThe Ballad of Never After
PenulisStephanie Garber
PenerbitMizan Fantasi
Kota TerbitBandung
Tahun Terbit2022
Halaman395 halaman
ISBN978-623-242-355-8

“Kebenaran tidak pernah seperti yang kau inginkan, Rubah Kecil.”

Jacks, Pangeran Hati

Sejak novel Once Upon A Broken Heart diterbitkan, tema fantasi yang dikerjakan oleh Stephanie Garber mengundang decak kagum para penggemarnya. Novel tersebut merupakan novel pertama dari trilogi yang diterbitkan Garber, setelah seri Caraval sukses besar di pasaran.

The Ballad of Never After, buku yang dirensensi kali ini adalah buku kedua dari trilogi Once Upon A Broken Heart. Semua petualangan Evangeline Fox dan Jacks, Sang Pangeran Hati, yang dipenuhi dengan misteri, ketegangan, sihir, dan romansa, berlanjut dalam novel ini.

Mencari Pelengkung Valory

Setelah Evangeline mengetahui fakta bahwa suaminya, Apollo, yang masih hidup dengan sihir Jacks, ia bersumpah tidak akan pernah berinteraksi dengan Takdir lagi. Ia mendatangi LaLa dan meminta tolong pada gadis itu agar ia dapat mematahkan kutukan Apollo dan membangunkan lelaki itu.

Namun, LaLa tak bisa melakukannya. Kutukan itu terlalu kuat bagi LaLa. LaLa berkata, jika Evangeline mengikuti perkataan Jacks untuk membuka Pelengkung Valory, mungkin saja Apollo bisa terbangun. Menurut legenda, di dalam pelengkung tersebut, akan muncul sihir yang dapat membangunkan Apollo.

Satu-satunya orang yang dapat menolong Evangeline untuk membangunkan Apollo dari kutukannya adalah Jacks. Dengan berat hati, Evangeline mengikuti perkataan Jacks untuk membuka Pelengkung Valory. Ini penting, karena menurut kabar, akan datang seorang lelaki bernama Lucien, yang dikatakan lebih tampan dari Apollo, yang akan menduduki tahta kerajaan dan menjadi putra mahkota menggantikan suaminya.

Akhirnya, Jacks mendatangi tempat terbarignya Apollo, yakni di sebuah ruangan terpencil yang ada di istana. Saat ia tiba di tempat tersebut dan membuat perjanjian dengan Evangeline, bahwa mereka akan bekerja sama membuka Pelengkung Valory, tiba-tiba Apollo dan Evangeline kembali dikutuk. Mereka diberi kutukan cermin; jika salah satu dari mereka terluka, yang lain akan ikut terluka.

Setelah kutukan tersebut, seorang pengawal memanggil Evangeline. Ia diminta datang ke ruang putra mahkota baru untuk makan malam bersama. Betapa terkejutnya Evangeline, ketika mendapati bahwa pangeran Lucien adalah Luc, mantan kekasihnya yang kini sudah menjadi vampir.

Lelaki itu tidak mengajak Evangeline untuk makan malam bersama. Ia justru ingin memakan darah Evangeline. Beruntung, Jacks datang tepat waktu. Ia langsung membawa Evangeline keluar dari ruangan tersebut.

Baca Juga  Ketika Sukarno Lebih Mementingkan Politik Ketimbang Isi Perut Masyarakat

Evangeline sangat terkejut atas apa yang baru saja ia alami. Ia tidak ingin merespon perkataan orang lain, bahkan Jacks dan Havelock. Ia lebih memilih untuk berjalan-jalan di taman istana. Namun, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki kuda.

Jelas sekali, bahwa penunggang kuda itu adalah Apollo, pangeran yang terkutuk, pangeran yang seharusnya belum terbangun. Apollo menyuruh Evangeline lari menjauhinya. Namun, gadis itu memilih terdiam dengan apa yang baru saja ia lihat.

Dengan sigap, Apollo melemparkan anak panah pada Evangeline. Lagi, Jacks datang untuk menyelamatkan Evangeline. Gadis itu terkena anak panah di bagian kaki dan bahunya hingga robek. Ia berakhir tak sadarkan diri.

Saat Evangeline membuka mata, ia sudah berada di rumah Kaos. Jacks berkata bahwa ia sudah digigit oleh vampir untuk mempercepat penyembuhannya. Evangeline langsung ketakutan setengah mati. Ia takut jika dirinya berubah menjadi vampir karena tidak kuat menahan nafsu untuk meminum darah sebelum matahari terbit. Namun, Kaos menahan tubuhnya setengah mati hingga ia tak dapat bergerak keluar selangkah pun dari dalam ruangannya.

Saat Evangeline sudah sadar dan terbebas dari virus vampir, ia baru menyadari bahwa Kaos juga menginginkan Pelngkung Valory terbuka. Itulah sebabnya, mengapa ia membantu Evangeline mati-matian pada malam tersebut. Kaos berkata bahwa misi Jacks dan Evangeline adalah menemukan tiga dari empat batu yang menjadi kunci terbukanya Pelengkung Valory. Batu-batu itu antara lain Batu Keberuntungan, Batu Kebenaran, Batu Keriaan, dan Batu Kemudaan. Kaos sudah memiliki Baru Keberuntungan, jadi Jacks dan Evangeline hanya perlu mencari tiga batu lainnya.

Mereka memulai misi itu dengan mendatangi acara pertunangan LaLa dengan Robin yang sudah pasti akan didatangi oleh para bangsawan dan para Marga Agung. Evangeline merasa bahwa keberadaan batu-batu tersebut pasti akan muncul dalam pesta pertunangan tersebut.

Saat tiba di sana, muncul banyak rahasia antara Jacks dan LaLa, yang mereka sembunyikan dari Evangeline. Ternyata, LaLa adalah orang yang yang memberikan kutukan pada dirinya dan Apollo. Meski begitu, ia tak terlalu memikirkan hal tersebut. Ia kembali memfokuskan dirinya untuk mencari batu-batu lain.

Saat mencari batu-batu tersebut, ada banyak hal yang Evangeline alami, mulai dari bertemu dengan Luc, membunuh seseorang, terluka, dan lain-lain. Ia bahkan sempat terjebak di The Hollow, rumah masa kecil Jacks. Di sana, ia sempat menghabiskan waktu berdua dengan Jacks selagi mereka menyembuhkan luka.

Baca Juga  Sebuah Tinjauan Perkembangan Historiografi di Indonesia

Selepas mendapatkan semua batu yang diperlukan, Evangeline kembali ke rumah Kaos untuk membuka Pelengkung. Di detik-detik terakhir itu, Evangeline akhirnya mengetahui bahwa tujuan Kaos ingin membuka Pelengkung Valory adalah karena di dalam sana akan ada sihir yang dapat membuka topengnya. Tepat setelah mengetahui hal tersebut, Evangeline juga baru mengetahui bahwa Jacks ingin menggunakan kekuatan 4 batu tersebut agar ia bisa kembali ke masa saat ia bertemu dengan cinta sejatinya, seseorang yang tidak mati setelah ia cium, Donatella.

Hati Evangeline hancur begitu mengetahui hal tersebut. Ditambah, Jacks tidak ingin mendampingi Evangeline saat gadis itu hendak membuka Pelengkung Valory. Evangeline sudah pasrah. Ia langsung dibawa oleh Kaos untuk pergi ke depan Pelengkung Valory.

Saat Pelengkung Valory terbuka, Evangeline melihat bahwa yang dikurung di dalam sana bukanlah sihir hitam ataupun monster, melainkan keluarga Valor, pemilik sekaligus pencipta pelengkung tersebut. Kaos ternyata adalah Castor Valor. Ia meminta tolong kepada ibunya agar ia bersedia membuka topengnya.

Saat topeng Kaos terbuka, Evangeline begitu terpesona akan ketampanan Kaos. Tanpa sengaja, ia malah menatap mata vampir yang sudah tidak meminum darah ribuan tahun itu. Akhirnya, leher Evangeline digigit oleh Kaos.

Saat Jacks tiba, semua sudah terlambat. Darah Evangeline sudah habis diminum Kaos. Kaos sendiri merasa bersalah karena sudah lepas kendali. Hati Jacks sangat hancur melihat Evangeline yang berdarah-darah sambil terus meneteskan air mata. Tak lama setelah itu, Evangeline menutup mata perlahan untuk selama-lamanya.

Jacks tidak terima dengan kematian Evangeline. Ia berdiri di depan Pelengkung Valory dan ingin memutar waktu kembali tepat sebelum Kaos dan Evangeline berangkat menuju pelengkung. Honora Valor, ibu Kaos, sudah memperingatkan Jacks bahwa waktu akan mengambil hal terpenting dalam hidupnya sebagai bayaran.

Namun, Jacks tidak peduli. Baginya, tidak ada hal yang lebih penting selain melihat gadis yang ia cintai hidup. Akhirnya, Jacks memutar waktu, dan Evangeline berhasil ia selamatkan.

Sayangnya, Jacks tidak berada di lokasi saat itu. Ia masih memilih untuk tidak ikut membuka pelengkung, bahkan untuk yang kedua kalinya. Saat pelengkung sudah dibuka oleh Evangeline, hal yang sama seperti sebelumnya terjadi. Namun, sebelum Kaos sempat menggigitnya, Apollo tiba-tiba keluar dari dalam pelengkung. Evangeline, yang terkejut, sontak saja melangkah mundur. Apollo mencoba menenangkannya. Ia mengatakan bahwa kutukannya sudah dipatahkan oleh seseorang yang ada di dalam pelengkung.

Baca Juga  Menempatkan Pemberontakan dalam Perspektif Multidimensional

Evangeline ingin meninggalkan Apollo dan berlari mencari Jacks. Namun, lelaki itu menahannya. Ia membelai wajah Evangeline dan menahan pinggang gadis itu dengan lengannya. Perlahan, ingatan Evangeline sejak tiba di Utara lenyap. Ia kehilangan semua ingatannya dan jatuh pingsan. Sayangnya, kisah mereka tidak selesai sampai di situ. Kisah ini akan berlanjut di buku ketiga mereka.

Hanya Wow yang Bisa Terucap!

Wow, begitu kata yang bisa saya ucapkan terhadap novel The Ballad of Never After ini. Lagi dan lagi, Stephanie Garber membuat saya terkagum-kagum. Bagaimana tidak, bisa-bisanya ia membuat begitu banyak plot twist kepada para pembaca. Konflik yang diangkatnya juga tidak pernah pasaran; ia selalu mampu memukau para pembaca.

Dalam buku ini, pembaca akan sangat menikmati ketegangan yang dirasakan oleh Evangeline selama masa pelarian dari serangan Apollo. Terlebih, saat Evangeline terus dikejar Apollo yang menunggangi kuda, menjadi momen paling menegangkan sekaligus romantis bagi saya, mengingat Jacks muncul sebagai dewa penyelamat bagi Evangeline.

Saya juga menyukai kisah romansa yang ditulis Stephanie, terutama saat Evangeline dan Jacks sedang berada di The Hollow. Romansa yang ditulisnya, menurut saya, adalah tipe slow burn yang dapat membuat para pembaca ikut terhanyut dalam perasaan para tokohnya.

Juga, jangan tinggalkan poin penting yang ada dalam buku ini, yakni unsur fantasi-nya. Sungguh, Stephanie benar-benar jago dalam mendeskripsikan segala macam hal ataupun benda yang mustahil ada di dunia nyata. Ia benar-benar mampu menciptakan negeri Utara senyata mungkin dalam khayalan para pembaca. Segala hal yang diciptakan Stephanie selalu membuat saya geleng-geleng kepala, tentu saja kareka kagum, tiap kali membayangkannya.

Menurut saya, cerita ini hampir tidak ada cacat. Namun, jika diperhatikan lagi, saat kita membaca buku kedua ini, seharusnya Evangeline diburu oleh Apollo. Namun, saking tidak tersorotnya permasalahan tersebut, para pembaca bisa saja melupakan kenyataan bahwa Evangeline sedang dalam masa pelarian, dan lebih terhanyut pada ketegangan-ketegangan lain yang dihadapi Evangeline.

Terlepas dari kekurangan tersebut, The Ballad of Never After adalah novel bertema fantasi romantis yang cocok untuk dibaca kalangan remaja usia di atas 17 tahun, dan juga bagi para pecinta fantasi romantis. Novel ini tidak akan membuat Anda bosan selama membacanya, bahkan jika diulang berkali-kali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *