Apakah Benar Sejarah Ditulis oleh Pemenang?

History is written by the victors, begitulah kutipan yang populer dilontarkan masyarakat ketika berbicara mengenai sejarah yang mereka baca atau saksikan. Masyarakat Indnesia, terutama ketika mereka menghadapi sebuah permasalahan kesejarahan di internet, sering menggunakan kutipan ini sebagai dasar argumen yang mereka tuliskan, dengan menyertakan gambar atau catatan bahwa kutipan ini dilontarkan oleh Winston Churchill, perdana menteri Inggris pada masa Perang Dunia II.

Apakah benar Churchill mengatakan ini? Menurut Matthew Phelan dalam artikel The History of “History Is Written by the Victors”, tidak ada catatan pasti bahwa Churchill melontarkan kutipan ini seperti apa yang kita percayai selama ini. Ken Hirsch, seperti dikutip oleh Phelan, mengatakan bahwa kutipan sejenis telah tertulis dalam bahasa Prancis dan Italia pada abad ke-19. Kalimat serupa kutipan di atas kemudian digunakan oleh masyarakat pengguna bahasa Inggris setidak-tidaknya pada periode 1880-an, dan mungkin bisa dikatakan bahwa George Graham Vest, politisi dari wilayah Missouri mengatakan bahwa “sejarah ditulis oleh pemenang dan dibingkai sesuai dengan cara pandang dan bisa yang ada dalam diri [sang penulis]” (for history is written by the victors and framed according to the prejudices and bias existing on their side) pada 1891.

Meskipun Churchill tidak pernah tercatat mengatakan kutipan legendaris tersebut, masyarakat dunia dewasa ini, terkhusus di Indonesia, tetap menyematkan namanya dalam kutipan tersebut. Mungkin ini yang disebut sebagai transmisi tradisi lisan, yang menegaskan bahwa proses pewarisan sebuah tradisi lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya akan penuh dengan perubahan pemaknaan dan tradisi yang ditransmisikan. Ketika kutipan diwariskan ke orang lain, kita sering tidak mencantumkan sumber asal-muasal kutipan yang kita sampaikan, dan sering kali, kita hanya menyampaikan kutipan “as is” tanpa catatan lebih lanjut, membuat orang lain hanya menerima kutipan tersebut begitu saja tanpa bertanya ba-bi-bu.

Winston Churchill di meja kerjanya, courtesy of Wikipedia

Mengenai kutipan yang disebut di awal, benarkah hanya “pemenang” yang mampu menulis sejarah? Menjawab pertanyaan ini, saya akan menjawabnya dengan melakukan sebuah perenungan.

Baca Juga  Tak Belajar Sejarah, Siap-Siap Dikutuk untuk Mengulanginya

Saya pernah mendengar dari dosen saya ketika mengikuti mata kuliah “Pengantar Ilmu Sejarah” ketika masih menjadi mahasiswa, bahwa everyone is historian (siapapun adalah seorang sejarawan). Manusia mampu menulis mengenai masa lalu yang mereka ketahui. Tidak perlu menulis kisah yang terjadi jauh pada masa silam! Mengingat-ingat kunci motor, dompet, atau gawai yang lupa diletakkan lima menit yang lalu juga merupakan kegiatan seorang sejarawan, yakni mencoba melakukan rekonstruksi terhadap sebuah peristiwa yang telah terjadi, meskipun peristiwa tersebut telah berlalu lima menit yang lalu.

Meskipun setiap orang mampu menulis sejarah mereka sendiri, mengingat kita hidup di dalam sebuah negara-bangsa yang memiliki paradigma tertentu mengenai sejarah, kisah yang kita tuliskan belum tentu disenangi dan menjadi narasi populer. Dalam banyak kasus, narasi yang kita tuliskan akan menjadi sesuatu yang banyak dikenal sebagai “sejarah alternatif”, kisah mengenai masa lalu yang berada di luar narasi kolektif. Sebagai contoh, ketika negara kita masih mempercayai bahwa PKI merupakan dalang G 30 S, narasi yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan konflik internal AD, yang dicetuskan Harold Crouch dan juga tertuang dalam Cornell Paper, dipercayai oleh beberapa kelompok masyarakat. Narasi ini menjadi narasi yang tidak hanya berbeda dengan narasi negara, tetapi juga bertentangan sedikit banyak.

Bisa saya katakan, kutipan yang mengawali tulisan ini memiliki nilai kebenaran sedikit banyak, meskipun kita perlu menempatkan sebuah catatan mendasar, bahwa siapapun dapat menulis atau merekonstruksi masa lalu.

6 thoughts on “Apakah Benar Sejarah Ditulis oleh Pemenang?

  1. Halo, pagi siang sore malam

    Terimakasih sudah membuat tulisan ini karna dapat menambah pengetahuan saya.

    Pertama-tama, saya kurang setuju bila seorang pemenanglah yang menulis sejarah. Kita tidak tahu apakah sang pemenang tahu semua dan kejadian-kejadian sebenarnya yang terjadi, mungkin saja ia hanya tahu dari apa yang dia lihat ataupun yang orang lain katakan padanya padahal dia tidak tahu apa yang orang-orang lain rasakan dan alami didalam kehidupan mereka dahulu.

    Kedua, saya setuju tentang semua orang dapat menuliskan sejarah ataupun kehidupan yang telah mereka jalani walau mungkin ada sebagian orang yang tidak menyukai kisahnya. Tapi itu hak mereka jika tidak suka, dan mereka tidak bisa memaksa seseorang untuk tidak menulis sebuah sejarah dirinya. Belum tentu mereka yang membaca sejarah akan bisa menghadapi kejadian-kejadian yang terjadi dimasa lampau.

    Jadi, menurut saya semua orang memiliki hak untuk menulis sejarah mereka dan orang-orang memiliki hak untuk suka atau tidak dengan sejarah orang tersebut. Setiap orang memiliki kebebasan untuk bercerita baik dalam tulisan maupun lisan.

    Terimakasih💐

    1. Selamat pagi

      Terima kasih telah memberikan komentar atas artikel kecil kami ini. Izinkan saya untuk menyampaikan sedikit tanggapan atas komentar Anda tersebut.

      Memang benar adanya, sejarah bisa ditulis oleh siapa saja, atau dalam hal ini para “survivor”. Mereka bias menuangkan kisah masa silam sesuai dengan ingatan, pengetahuan, maupun pemahaman mereka. Kisah mereka mungkin akan berlawanan dengan penuturan para “pemenang”. Namun, karya mereka tetap dapat diakui sebagai sebuah sejarah.

      Ambil contoh kisah mengenai G30S setelah 1998. Meski negara masih menganut paham bahwa PKI merupakan dalang dari peristiwa berdarah tersebut, atau dalam hal ini ia menjadi sejarah versi “pemenang”, kisah-kisah alternatif, terutama dari para penyintas (baik mereka yang tertuduh kiri maupun yang melakukan pembantaian), muncul ke permukaan, mewarnai historiografi mengenai peristiwa tersebut. Mereka, sebagai seorang “survivor”, menuliskan periode 1960-an sesuai dengan apa yang mereka ketahui, pahami, dan rasakan.

      Ini sama pula dengan review film “Eksil” yang kami terbitkan beberapa minggu yang lalu. Dalam review tersebut, kita dapat melihat pandangan para survivor, dalam hal ini orang-orang yang menjadi eksil karena peristiwa 1965, terhadap Indonesia dan masa lalunya. Meski kisah mereka masih belum mendapat tempat di hati negara, dalam hal ini sejarah versi “pemenang”, mereka memberikan warna baru, sebagai historiografi alternatif.

      Bisa dikatakan, setiap orang dapat menulis sejarah mereka sendiri, sebagai seorang survivor. Hanya, yang menentukan, adalah bagaimana mereka menuliskannya, apakah mengikuti sejarah versi arustama atau menjadi sejarah alternatif.

      Sebagai tambahan, bisa membaca review “Eksil” yang kami maksudkan:
      Review Eksil

      Terima kasih

      Putu Prima Cahyadi

  2. Halo, pagi siang sore malam

    Terimakasih sudah membuat tulisan ini karna dapat menambah pengetahuan saya.

    Pertama-tama, saya kurang setuju bila seorang pemenanglah yang menulis sejarah. Kita tidak tahu apakah sang pemenang tahu semua dan kejadian-kejadian sebenarnya yang terjadi, mungkin saja ia hanya tahu dari apa yang dia lihat ataupun yang orang lain katakan padanya padahal dia tidak tahu apa yang orang-orang lain rasakan dan alami didalam kehidupan mereka dahulu.

    Kedua, saya setuju tentang semua orang dapat menuliskan sejarah ataupun kehidupan yang telah mereka jalani walau mungkin ada sebagian orang yang tidak menyukai kisahnya. Tapi itu hak mereka jika tidak suka, dan mereka tidak bisa memaksa seseorang untuk tidak menulis sebuah sejarah dirinya. Belum tentu mereka yang membaca sejarah akan bisa menghadapi kejadian-kejadian yang terjadi dimasa lampau.

    Jadi, menurut saya setiap orang memiliki kebebasan untuk bercerita baik dalam tulisan maupun lisan.

    Terimakasih💐

    1. Selamat pagi

      Terima kasih telah memberikan komentar atas artikel kecil kami ini. Izinkan saya untuk menyampaikan sedikit tanggapan atas komentar Anda tersebut.

      Memang benar adanya, sejarah bisa ditulis oleh siapa saja, atau dalam hal ini para “survivor”. Mereka bias menuangkan kisah masa silam sesuai dengan ingatan, pengetahuan, maupun pemahaman mereka. Kisah mereka mungkin akan berlawanan dengan penuturan para “pemenang”. Namun, karya mereka tetap dapat diakui sebagai sebuah sejarah.

      Ambil contoh kisah mengenai G30S setelah 1998. Meski negara masih menganut paham bahwa PKI merupakan dalang dari peristiwa berdarah tersebut, atau dalam hal ini ia menjadi sejarah versi “pemenang”, kisah-kisah alternatif, terutama dari para penyintas (baik mereka yang tertuduh kiri maupun yang melakukan pembantaian), muncul ke permukaan, mewarnai historiografi mengenai peristiwa tersebut. Mereka, sebagai seorang “survivor”, menuliskan periode 1960-an sesuai dengan apa yang mereka ketahui, pahami, dan rasakan.

      Ini sama pula dengan review film “Eksil” yang kami terbitkan beberapa minggu yang lalu. Dalam review tersebut, kita dapat melihat pandangan para survivor, dalam hal ini orang-orang yang menjadi eksil karena peristiwa 1965, terhadap Indonesia dan masa lalunya. Meski kisah mereka masih belum mendapat tempat di hati negara, dalam hal ini sejarah versi “pemenang”, mereka memberikan warna baru, sebagai historiografi alternatif.

      Bisa dikatakan, setiap orang dapat menulis sejarah mereka sendiri, sebagai seorang survivor. Hanya, yang menentukan, adalah bagaimana mereka menuliskannya, apakah mengikuti sejarah versi arustama atau menjadi sejarah alternatif.

      Sebagai tambahan, bisa membaca review “Eksil” yang kami maksudkan:
      Review Eksil

      Terima kasih

      Putu Prima Cahyadi

        1. Iya, hehe. Kita semua pemenang yang berhak bercerita soal sejarah kita sendiri, meski mungkin kisah kita akan “kalah saing” dengan narasi yang lebih populer/punya kuasa secara kolektif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *