Ketika berita mengenai serangan dari Israel dan Hamas di Jalur Gaza berkecambuk, banyak kelompok masyarakat Indonesia, sebagai negare dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, menyuarakan suara mendukung Palestina. Salah satu aksi demonstrasi dan unjuk rasa tersebut terjadi di Manado, Sulawesi Utara. Dalam kegiatan tersebut, mereka menyuarakan kepada pemerintah daerah untuk mengusir para “Yahudi” dan menutup sebuah sinagog yang masih berdiri dan digunakan di wilayah tersebut. Sampai tulisan ini ditulis, tidak diketahui kelanjutan kisah dari peristiwa tersebut.
Secara teknis, mereka yang disebut “Yahudi” dalam demonstrasi saat itu adalah orang-orang yag menganut agama Judaisme, dan dalam beberapa tulisan yang pernah diterbitkan dan bisa dilacak, keberadaan mereka sangat kecil, marjinal, dan tertutup. Hanya sebuah komunitas besar terbentuk di Manado yang tersisa saat ini, setelah pada 2010-an sinagog di wilayah Surabaya mesti ditutup seiring dengan suara protes dari kelompok ormas berbasis Islam.
Kebencian terhadap Yahudi di Indonesia, menurut Martin van Bruinessen, adalah kebencian yang terjadi dan muncul tanpa adanya komunitas Yahudi yang harus mereka benci. Demonstrasi yang terjadi di Manado saat itu adalah tindakan persekusi, memarjinalkan suara penganut Judaisme di Indonesia yang sudah marjinal dan menutup diri. Mereka secara teknis adalah orang-orang yang menganut agama Judaisme di Indonesia, tetapi bukan bagian dari kelompok Yahudi.
Kalau begitu, sedari kapan wacana kebencian terhadap Yahudi muncul dan menguat di Indonesia? Juga, media apa yang digunakan untuk menyebarkan perasaan benci tersebut? Tulisan singkat ini akan menelusuri sedikit jejak penciptaan kebencian dan sentimen terhadap Yahudi di Indonesia.
Sentimen dan suara-suara anti-Yahudi di Indonesia diawali dari beredarnya secara luas buku “Protocols of the Elders of Zion”, atau biasa disebut sebagai “Protocols”. Meskipun pada 1921 dan di dunia barat buku ini sudah dibantah dan diklasifikasikan sebagai buku fabrikasi, buku ini dianggap mewakili kebenaran mutlak di Timur Tengah.
Di Indonesia, pembahasan dan transliterasi dari “Protocols” masuk di Indonesia melalui Kuwait. Seperti pada 1990, buku “Ayat-Ayat Setan Yahudi” diterbitkan oleh Grafikatama Jaya dan diterjemahkan oleh Suleiman. Pada bagian belakang buku, dikatakan bahwa buku tersebut “tak sengaja ditemukan oleh penerjemah di sebuah perpustakaan umum [di] Sydney pada … 1979.” Buku ini memuat terjemahan utuh dari “Protocols”, dengan tambahan pada bagian pengantar yang menekankan bahwa dunia dan masyarakat Islam harus mewaspadai keberadaan Yahudi dan Zionisme yang sedang berkonspirasi menguasai dunia beserta isinya.
Beberapa tahun sebelumnya, sebuah buku karangan Majid Kailani diterjemahkan dan diterbitkan untuk kalangan masyarakat Indonesia. Buku tersebut diberi judul “Bahaya Zionisme terhadap Dunia Islam”. Buku ini merupakan pembahasan panjang lebar atas “Protocols”, dan menekankan agar 1) umat Islam kembali kepada kebenaran Al-Quran dan ilmu pengetahuan berbasis Islam, menjauhi ilmu pengetahuan model barat yang telah disusupi oleh kebenaran Zionisme dan Yahudi, dan 2) bersatu untuk melawan segala kebiadaban mereka di berbagai ruang kehidupan.
Selain dua buku tersebut, terdapat beberapa buku terjemahan lainnya yang masuk ke Indonesia (saya belum memegang buku tersebut, jadi tak bisa berbicara banyak), yang menekankan teori-teori konspirasi, kebencian terhadap Yahudi, dan penciptaan Freemason sebagai “kelompok konspirator”. Buku-buku ini masuk melalui Timur Tengah dan diterjemahkan untuk pasar Indonesia. Keberadaan buku ini tumbuh subur seiring dengan minat akan pengetahuan Islam yang mulai tumbuh dalam masyarakat kelas menengah di Indonesia sejak 1980-an, yang terwakili dalam rubrik surat kabar dan publikasi berbasis Islam.
Bisa dikatakan, akar kebencian terhadap Yahudi di Indonesia berasal dari wilayah Timur Tengah, melalui publikasi mereka yang dibawa dan dialihbahasakan ke bahasa Indonesia, dan seperti kata Bruinessen, kebencian terhadap masyarakat Yahudi di Indonesia adalah kebencian yang tidak memerlukan adanya keberadaan merea secara fisik. Ketakutan diciptakan dari keberadaan dan penyebarluasan publikasi.
Referensi:
[1] “Aksi Mendesak Usir Orang Israel Dari Indonesia”. https://news.detik.com/foto-news/d-5574046/aksi-mendesak-usir-orang-israel-dari-indonesia.
[2] Onishi, Norimitsu. “In Sliver of Indonesia, Public Embrace of Judaism”. https://www.nytimes.com/2010/11/23/world/asia/23indo.html.
[3] Wolajan, Finneke. “Indonesia’s Jewish Community”. https://newnaratif.com/journalism/indonesias-jewish-community/.
[4] van Bruinessen, Martin. 2013. “Yahudi Sebagai Simbol dalam Wacana Islam Indonesia Masa Kini.” dalam Rakyat Kecil, Islam dan Politik, Yogyakarta: Gading.
[5] Graves, Philip. “The Truth about the Protocols: A Literary Forgery”. http://www.h-net.org/~antis/doc/graves/graves.a.html [pernah terbit dalam The Times of London, 16-18 Agustus 1921].
[6] Fisher, Gordon. “About The Protocols of the Elders of Zion”. http://www.h-net.org/~antis/doc/graves/graves.a.html.
[7] Anonim. 1992 [1990]. Ayat-ayat Setan Yahudi; Dokumen Rahasia Yahudi Menaklukkan Dunia dan Menghancurkan Agama.Terjemahan Suleiman. t.t. : Grafikatama Jaya.
[8] Majid Kailani. 1988 [pertama terbit pada 1984]. Bahaya Zionisme terhadap Dunia Islam. Solo : Pustaka Mantiq.
Bacaan lebih lanjut :
[1] Kowner, Rotem. “Indonesia’s Jews”. https://www.insideindonesia.org/indonesia-s-jews