Sejarah Pembangunan Jalan Raya Pos, Apa Benar Dikorupsi?

Pada pertengahan April 2023, kondisi jalan di provinsi Lampung mendapat sorotan warganet. Bima Yudho, seorang warga Lampung yang tinggal di Australia, menyebut kondisi jalanan Lampung sebagai “neraka” dan provinsi Lampung sebagai “provinsi dajjal”. Pernyataan Bima bukan tanya alasan, karena banyak jalanan di Lampung berlubang dan tak layak dilewati.

Kasus jalan provinsi Lampung ternyata sudah ada sejak dua abad lalu, melalui Jalan Raya Pos. Jalan tersebut merupakan jalan desa berukuran kecil yang biasa dilewati pedati, kuda, maupun pejalan kaki. Di sekelilingnya, mengutip buku Dua Abad Jalan Raya Pantura yang ditulis oleh Endah Sri Hartatik, masih didominasi hutan belantara, jurang, sungai, dan rawa.

Herman Willem Daendels (1762-1818), gubernur jenderal Hindia-Belanda perintis Jalan Raya Pos, courtesy of Kompas

Keadaan tersebut berubah ketika Daendels tiba di Anyer dan melihat kondisi Pulau Jawa yang harus diamankan dari rebutan Inggris. Memperbaiki dan mempertahankan jalan desa tersebut merupakan program utama Daendels. Ia memiliki gagasan untuk mengubah jalan tersebut menjadi jalan yang padat dan kuat untuk dilewati kereta kuda, seperti yang biasa ditemui di Roma. Diharapkan,.dengan mengaspal jalan tersebut, Jawa dapat terlindungi dari serangan musuh.

Jalan Raya Pos, atau Groote Postweg, mengutip Pramoedya Ananta Toer, merupakan jalan yang telah ada dan menghubungkan pantai utara Jawa. Ia menjabarkan bahwa pembangunan jalan oleh Daendels hanya memperlebar ukuran jalan menjadi 7 meter, kurang lebih selebar dua kereta kuda. Jalan Raya Pos kemudian dikeraskan dan ditinggikan dengan batu.

Menurut Peter Nas dan Pratiwo dalam artikel Java and De Groote Postweg, La Grande Route, the Great Mail, pembangunan Jalan Raya Pos merupakan perintah Raja Louis Napoleon untuk efektivitas perjalanan dan pertahanan militer beserta komoditas di Pulau Jawa. Secara spesifik, pemindahan dan perjalanan komoditas agraria lebih mudah melalui jalan raya dibanding kereta dan kapal angkut. Keputusan ini berdasarkan pengalaman Daendels yang melihat bahwa butuh banyak waktu dan tenaga untuk bergerak dari satu titik ke titik lainnya.

Groote Postweg, courtesy of Wikipedia

Pembangunan Jalan Raya Pos membutuhkan biaya besar. Daendels memperkirakan bahwa dana tidak akan mencukupi jika menggunakan tenaga ahli. Ia menyurati Kerajaan Belanda untuk menggunakan penduduk Jawa sebagai tenaga tambahan untuk mengerjakan kerja kasar yang sulit, seperti membabat hutan, meratakan tanah berbatu, dan membawa material. Pengerahan masyarakat lokal untuk mengerjakan Jalan Raya Pos, dalam historiografi Indonesia, dikenal sebagai kerja rodi.

Baca Juga  Tembok Berlin, dari Hidup dalam Ketakutan sampai Semangat Kebebasan

Apakah ada korban jiwa dalam pengerjaan proyek Jalan Raya Pos? Pramoedya mengatakan bahwa sebanyak 12.000 pekerja tewas dalam proyek tersebut. Catatan Inggris yang dikutipnya mencantumkan terdapat hingga 3.000 orang pekerja yang tewas tidak terurus di Grobogan. Kematian ribuan pekerja ini disebabkan kekurangan gizi, bekerja terlalu keras, serta wabah malaria dunia.

Berikutnya, apakah ada korupsi dalam pembangunan Jalan Raya Pos? Jika korupsi dimaknai sebagai penyalahgunaan wewenang pemerintah kolonial terhadap masyarakat bumiputera, itu hanya mitos belaka. Proses pengupahan dalam pembangunan Jalan Raya Pos saat itu tersendat-sendat. Gubernur Jenderal Daendels harus menegakan hukum yang ketat untuk mengatasi pungli dan korupsi yang dilakukan birokrat lokal. Faizal Arifin, dalam artikel Hegemoni Kolonialisme terhadap Kekuasaan di Nusantara: Strategi Politik Daendels Meruntuhkan Kesultanan Banten Tahun 1808-1811, mengatakan bahwa Daendels mampu membabat praktek pungli tersebut, tetapi tidak dapat berlangsung secara efektif.

Dapat dikatakan, tidak pernah terjadi korupsi yang disengaja dan menyeluruh dalam pembangunan Jalan Raya Pos. Yang ada hanyalah korupsi kecil-kecilan dalam bentuk penggelapan dana untuk pengupahan pekerja bumiputera yang dilakukan penguasa lokal.

Referensi:
[1] Andi Arsunan Arsin. 2012. Malaria Di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar: Masagena Press
[2] Endah Sri Hartatik. 2018. Dua Abad Jalan Raya Pantura, Sejak Era Kerajaan Mataram Islam hingga Orde Baru. Semarang: Nurmahera.
[3] Nas, Peter dan Pratiwo. 2002. “Java and De Groote Postweg, La Grande Route, the Great Mail” dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. Volume 158. Nomor 4.
[4] Faizal Arifin. 2021. “Hegemoni Kolonialisme Terhadap Kekuasaan di Nusantara: Strategi Politik Daendels Meruntuhkan Kesultanan Banten Tahun 1808-1811” dalam Jurnal Agastya. Vol. 11. No. 1 Januari.
[5] Pramoedya Ananta Toer. 2005. Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. Jakarta: Lentera Dipantara
[6] Nederlandsch Indisch Plakaatboek 1602-1811; Vijftiende deel 1808 – 1809.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *