Belakangan ini, publik Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan media mengenai penolakan kedatangan timnas Israel oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster. Penolakan ini menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat.
Sebagian kalangan menyayangkan penolakan Koster tersebut akan berbuah status Indonesia sebagai tuan rumah dibatalkan dan terancam sanksi FIFA. Sebagian lainnya berpendapat langkah Koster merupakan langkah yang tepat untuk “menghukum” Israel atas tindakannya terhadap rakyat Palestina.
Dalam perjalanan sejarah Indonesia, Palestina dianggap sebagai negara pertama yang menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia. Fadli Zon, dalam presentasinya kepada Liga Parlemen untuk Al-Quds, berpendapat bahwa resistensi Indonesia terhadap Israel disebabkan oleh semangat pan-Islamisme, yang menganggap bahwa Israel telah melakukan agresi terhadap Palestina. Sebagai bangsa yang menentang kolonialisme, tentu saja, Indonesia menolak untuk menjalin hubungan diplomatic dengan Israel.
Sentimen anti-Israel di Indonesia muncul setelah Revolusi Indonesia bergulir. Menurut Azyumardi Azra, Indonesia telah menjalin hubungan dagang di komunitas Yahudi di Barus, Sumatera Utara pada abad ke-13. Pada masa kolonial, para rabi (pemuka agama Yahudi) di Den Haag meminta persetujuan untuk membentuk komunitas Yahudi di Hindia Belanda, yang disetujui oleh pemerintah sehingga mereka berhasil mendirikan beberapa Sinagog, seperti di Sulawesi Utara dan Surabaya, Jawa Timur.
Greg Barton dan Colin Rubenstein, dalam artikel berjudul Indonesia and Israel: a Relationship in Waiting, menyebutkan bahwa pada dekade 1950-an, Partai Sosialis Indonesia menginginkan pemerintah Indonesia untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Tetapi, sesuai dengan idealisme Soekarno yang menolak penjajahan, Indonesia tidak melakukan hal tersebut.
Ketegangan hubungan Indonesia dengan Israel terjadi pada 1962. Mengutip pemberitaan The Australian Jewish Time, Israel ditolak untuk mengikuti Asian Games. Paspor atlet Israel secara mendadak dibekukan, sehingga mereka tidak dapat mengikuti gelaran olahraga terbesar se-Asia itu. Tindakan ini berbuah pelarangan Indonesia untuk mengikuti Olimpiade Tokyo 1964 oleh Komite Olimpiade Internasional.
Hubungan Indonesia dengan Israel mulai terbuka. Presiden Indonesia ke-4, Abdurrahman Wahid, yang akrab disapa Gus Dur menyatakan bahwa dirinya ingin membangun hubungan diplomatik dengan Israel, seperti Indonesia menjalin hubungan dengan Republik Rakyat Cina yang notabene adalah negara komunis. Keputusan Gus Dur ditentang oleh berbagai kalangan. Mereka menganggap bahwa tindakan Gus Dur, jika terwujud, sama saja dengan membiarkan penjajahan rakyat Palestina oleh Israel.
Melihat perjalanan sejarah hubungan antara Indonesia dan Israel, apa yang terjadi hari ini merupakan kulminasi berbagai gejolak masa lampau. Meski Syed Huzaifah Alkaff mengungkapkan bahwa Indonesia dapat memiliki beberapa keuntungan dari hubungan diplomatik dengan negara tersebut, termasuk mendukung perjuangan Palestina, sikap masyarakat yang telah antipati terhadap Israel membuat hal tersebut sulit terwujud, saat ini, dan pada masa mendatang.
Referensi
[1] Alkaff, Syed Huzaifah. 2021 “Ties with Israel: Indonesia is not Like Morocco”. dalam RSIS Commentary. Vol. 6. Januari.
[2] Azyumardi Azra. 2021. “Indonesia, Jews, and Israel: Impact of Islam in Foreign Policy”. Presentasi. Dipresentasikan dalam Webinar on ‘Israel’s Attempt at Normalisation in Nusantara’. IAIS Malaysia, ISTAC IIUM, MAPIM. Kuala Lumpur. 22 July.
[3] Barton, Greg dan Colin Rubenstein. 2005. “Indonesia and Israel: a Relationship in Waiting”. dalam Jewish Political Study Review. Vol. 17. No. 1.
[4] Fadli Zon. 2020. “Why Can’t Indonesia Normalize Relation with Israel?”. Sambutan. Dibawakan dalam The League of Parlimentarians for Al Quds (LP4Q). Jakarta. 28 Desember.
[5] “Israel Team Withdrawn From Games”. The Australian Jewish Time. 24 Agustus 1962.
[6] “Indonesia Kept Out” dalam The Australian Jewish Time. 22 Februari 1963.