Ulujami merupakan salah satu daerah administratif setingkat kelurahan di Jakarta Selatan. Ia termasuk dalam wilayah kecamatan Pesanggaran.
Daerah Ulujami memiliki wilayah seluas 1,71 km persegi, dan dihuni oleh 5480 KK. Secara geografis, wilayah ini berbatasan langsung dengan kelurahan Cipulir dan kelurahan Kebayoran Lama Utara di sebelah barat, yang masuk ke dalam wilayah kecamatan Kebayoran Lama. Pembatas fisik antara Ulujami dan kedua kelurahan tersebut adalah aliran Kali Pesanggrahan.
Di sebelah selatan, kelurahan Ulujami berbatasan dengan kelurahan Bintaro. Berikutnya, di sebelah utara, Ulujami berbatasan dengan kelurahan Petukangan Utara.
Sebagai sebuah wilayah di Jakarta Selatan, Ulujami menyimpan cerita tersendiri, utamanya mengenai asal-usul dan perkembangannya. Bagaimana kisahnya?
Asal Usul Nama Ulujami
Secara historis, asal-usul nama Ulujami tidak dapat diketahui secara pasti. Namun, sejak dahulu, daerah Ulujami merupakan daerah perkampungan yang letaknya agak di pedalaman.
Tidak banyak catatan tertulis yang menggambarkan wilayah Ulujami. Meski begitu, informasi dalam surat kabar dan arsip-arsip periode kolonial Belanda menyebutkan beberapa kisah tentang daerah ini.
Sebagai contoh, harian Bataviaasch Handlesblad pada 23 Juni 1890 menuliskan adanya tanah serta rumah yang diberikan di Ulujami bagi orang-orang yang kurang mampu secara finansial.
Selain itu, menurut Ahmad Syahril dalam artikel Membaca Peta Jadul: Daerah Kebayoran, Ulujami dan Sekitarnya Akhir Abad 18, wilayah Ulujami tercatat pada sebuah peta terbitan 1780. Keterangan dalam peta terseut memuat kadaster, yaitu suatu pencatatan tanah yang menentukan letak rumah, luas tanah, serta ukuran batasnya. Penentuan tersebut bertujuan untuk menentukan besaran pajak yang dibayarkan.
Nama orang yang tertulis dalam kadaster tersebut berasal dari kaum bumiputra maupun orang asing, seperti orang Tionghoa dan Arab. Mereka menyewa lahan di wilayah Ulujami untuk diagram.
Juga, nama-nama lokasi lain, seperti Padoekangan dan Paningara merupakan wilayah yang masuk ke dalam kecamatan Pesanggrahan. Nama Padoekangan kini dikenal menjadi Petukangan Utara dan Petukangan Selatan, dan Paningara adalah sebutan untuk kampung Peninggaran yang terletak di antara kelurahan Cipulir dan Ulujami, di pinggiran Kali Pesanggrahan.
Kali Pesanggrahan, Saksi Alamiah Keberadaan Ulujami
Salah satu bukti historis wilayah Ulujami yang dapat ditelusuri adalah adanya Kali Pesanggrahan. Menurut legenda, di dasar sungai ini konon terdapat istana jin yang dulu membantu Prabu Kian Santang, putra Prabu Siliwangi.
Dari aspek ekonomi, sungai tersebut mempunyai sejarah panjang bagi terbentuknya kota Jakarta. Pada masa lalu, Kali Pesanggrahan menjadi jalur transportasi bagi aktivitas masyarakat. Mengutip H.M. Zaenuddin dalam buku Asal-usul Tempat-Tempat Di Djakarta Tempo Doeloe, dahulu kala, kali ini pernah digunakan sebagai jalur untuk mengangkut hasil pertanian dari Banten menuju Sunda Kelapa.

Menurut cerita sesepuh masyarakat, dahulu terdapat tempat di pinggiran Kali Pesanggrahan yang disebut pangkalan. Mengutip tulisan Nurudin Abdullah berjudul Jakarta Tempo Doeloe: Inilah Asal Usul Nama Pesanggrahan Jakarta Selatan, beberapa pangkalan terdapat di pinggiran kali tersebut, seperti Pangkalan Kebo dan Pangkalan Teriti. Pangkalan Kebo diduga terletak di ujung jalan Haji Buang, dan Pangkalan Teriti di ujung jalan Haji Ridi.
Keberadaan kedua pangkalan tersebut berfungsi sebagai tempat mangkal perahu-perahu yang melintasi sungai, sekaligus tempat aktivitas jual beli barang.
Pascakemerdekaan Indonesia, kota Jakarta terus mengalami perkembangan dan perubahan, termasuk di wilayah Ulujami. Pada 1989, penggalian arkeologi mulai dilakukan di sekitar Ulujami. Meski dalam penggalian tersebut ditemukan tembikar dan alat logam, tetapi hasil temuan itu belum dapat teridentifikasi lebih lanjut, utamanya terkait situs peninggalan masa lalu.
Masjid Jami Al-Hikmah, Situs Peninggalan Lokal Ulujami
Tidak terlalu jauh dari Kali Pesanggrahan, yang berdekatan dengan rumah saya, berdiri sebuah masjid bernama Masjid Jami Al-Hikmah. Letak masjid ini cukup strategis karena tidak terlalu jauh dari pertigaan Jalan Ulujami Raya, yang berbatasan langsung dengan Jalan Ciledug Raya dan berseberangan dengan Pasar Cipulir.
Masjid Jami Al-Hikmah memiliki nilai historis yang tinggi, karena ia merupakan masjid tertua di wilayah Ulujami. Berdasarkan pengakuan (alm.) H. Zakaria, yang pernah menjabat Ketua DKM Masjid Jami Al-Hikmah, masjid tersebut sudah berdiri sejak 1958. Menurut H. Zakaria, masjid Jami Al-Hikmah didirikan di atas tanah wakaf seluas 950 meter oleh (alm). H. Thoyib.

Pada awal berdirinya, desain bangunan masjid sangat sederhana, yakni dinding dan atap masih terbuat dari bahan bambu. Untuk alas salat, ia masih menggunakan tikar pandan, dan belum memakai karpet.
Menurut penuturan Pak Tansil, salah satu sesepuh dekat rumah yang saya wawancarai, Masjid Jami Al-Hikmah saat itu belum dialiri listrik. Ia masih menggunakan lamppu petromak sebagai penerang. Pak Tansil juga menjelaskan bahwa untuk mengambil air wudhu, jamaah harus menimba air di sumur dan menggunakan kolam besar.
Pak Tansil masih ingat, bahwa perubahan fisik Masjid Jami Al-Hikmah terjadi pada dekade 1970-an. Atap masjid mulai diganti dengan triplek. Seiring berjalannya waktu, area masjid mulai diperluas. Pada dekade 1990-an hingga 2000-an, kegiatan pengajian ta’lim dilaksanakan rutin setiap malam Jumat, malam Minggu, dan Senin pagi. Sejak 2021, kegiatan pengajian ta’lim ini bertambah dengan adanya pengajian Tahsin Al-Qur’an di malam Rabu.
Perkembangan Fisik Wilayah Ulujami
Perkembangan wilayah Ulujami kian tampak, utamanya di daerah tempat tinggal saya di Jalan Perdatam, Kelurahan Ulujami.
Pada 1990-an hingga awal 2000-an, persis di depnan rumah saya pernah berdiri sebuah empang yang menjadi tempat pemancingan warga sekitar. Menurut Pak Tansil, empang tersebut lambat laun beralih fungsi menjadi pasar sayur.
Namun, pasar sayur tersebut tak bertahan lama, dan dipindah ke tempat lain. Alasannya, menurut Pak Tansil, adalah sering terjadi banjir di tempat itu.

Sejak 2004 hingga 2014, lahan di depan rumah saya hanyalah semak belukar dan kebun pisang yang ditanami warga sekitar. Pada 2017, sebuah pusat perbelanjaan Mall Metro Kebayoran berdiri.
Tujuan pembangunan mall tersebut adalah untuk mengurangi kepadatan pedatang di Pasar Cipulir. Diharapkan, sebagian pedagang mau membuka kios di mall baru tersebut.
Namun, selama tiga tahun berjalan, tidak banyak pengunjung yang mengunjungi mall tersebut. Hal tersebut disebabkan biaya sewa kios yang tinggi, dan harga barang yang ditawarkan pedagang terlampau mahal.
Meski begitu, beberapa orang tetap berkunjung ke Metro Kebayoran, karena pada bagian lantai atas, terdapat hotel dan bioskop.
Di kawasan Ulujami, juga berdiri dua Ruang Pelayanan Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sejak 2015. Ruang ini berada di Jalan Inspeksi, dekat Kali Pesanggrahan. Ia berada dekat dengan area pemukiman, dan sering menjadi sarana bagi masyarakat umum, utamanya anak-anak, untuk bertatap muka, bermain, berolahraga, atau melakukan kegiatan sosial.
Berkembangnya Transportasi Umum di Ulujami
Selain dalam aspek ekonomi dan religius, wilayah Ulujami juga mengalami perubahan signifikan dalam hal transportasi umum.
Memasuki tahun 2010, wilayah Ulujami semakin berkembang. Jalan yang menghubungkan kawasan Ulujami dengan Ciledug maupun Kebayoran Lama kian melebar.

Selain itu, sarana angkutan massal, yang sebelumnya hanya angkot, bajaj, atau metromini, mulai berganti ke Transjakarta. Jalan layang khusus bus Transjakarta koridor 13 rute Ciledug-Tegal Mampang mulai dibangun pada akhir 2014, dan rampung pada Agustus 2017. Jalan layang sepanjang 9,3 km ini membentang dari Universitas Budi Luhur hingga Gedung Trans TV yang berlokasi di daerah Tendean.
Tujuan pembangunan jalur Transjakarta rute Ciledug-Tegal Mampang tersebut adalah agar mengurangi kemacetan lalu lintas di sepanjang Jalan Ciledug Raya. Selain itu, ia juga diharapkan mendorong masyarakat yang tinggal di Ulujami untuk beralih menggunakan transportasi umum.
Selain Transjakarta BRT koridor 13, ada pula layanan Transjakarta non-BRT yang menjangkau area jalan raya di daerah perkampungan, yakni koridor 1C rute Blok M-Pesanggarahan dan koridor 1M rute Blok M-Meruya.
Sejak 2019, terdapat layanan angkot mikro trans dengan tariff Rp0, yang melintasi jalanan perkampungan Ulujami. Pada layanan angkot dengan rute Lebak Bulus-Cipulir ini, masyarakat tidak dikenakan biaya, asalkan melakukan tap-in dan tap-out kartu e-money di mesin kartu. Angkot tersebut menyempurnakan layanan transportasi umum yang menunjang aktivitas masyarakat Ulujami.
Dapat dikatakan, perkembangan Ulujami tidak dapat dilepaskan dari dinamika geografis, sosial budaya, dan ekonominya. Ulujami tidak hanya tampil sebagai sebuah kelurahan di Kali Pesanggrahan, tetapi juga sebagai jantung kehidupan, terkhusus bagiku sebagai salah satu penduduk yang beraktivitas di wilayah ini.