Melihat Kutukan Jerome Polin dalam Kacamata David Hume

Nama Jerome Polin Sijabat kembali memantik kontroversi. Usai kekalahan timnas Indonesia melawan Uzbekistan di Piala Asia U-23 lalu, akun Instagram pribadi influencer berdarah Batak tersebut diserbu warganet. Ia dirujak karena dipersalahkan, dianggap sebagai dalang kekalahan timnas Indonesia dengan skor 0-2.

Jerome Polin, yang dianggap sebagai dark system atau pembawa sial, dipercaya dapat membuat apa pun atau siapa pun yang didukungnya mengalami kerugian. Warganet beranggapan bahwa Jerome membawa semacam kutukan, dan kekalahan timnas Indonesia menjadi bukti nyata kutukan tersebut.

Jerome Polin, selebritas yang dirujak warganet karena dianggap sebagai dalang kekalahan timnas Indonesia, courtesy of ERA.ID

Sekilas, kita mungkin melihat hubungan sebab akibat antara Jerome Polin dan kekalahan timnas Indonesia. Namun, kalau kita telisik lebih dalam lagi, hubungan tersebut sebenarnya sama sekali tidak berdasar. Warganet Indonesia hanya melakukan cocoklogi, seolah-olah keduanya berkaitan.

Seandainya David Hume, filsuf Inggris, masih hidup dan tinggal di Indonesia, saya yakin ia akan tertawa melihat kelakuan warganet Indonesia. Pasalnya, sebagai seorang filsuf, Hume tidak percaya sama sekali dengan adanya hukum kausalitas atau sebab akibat di dunia ini.

Kritik Hume terhadap Hubungan Kausalitas

David Hume, seorang filsuf berkebangsaan Inggris, dikenal dalam dunia filsafat sebagai tokoh yang aktif menyerang gagasan soal hukum sebab akibat.

Dalam hukum sebab akibat, kita mengenal bahwa jika peristiwa A terjadi, dan ia diikuti oleh peristiwa B, keduanya disebut memiliki kaitan dan punya hubungan sebab akibat. Peristiwa A dianggap sebagai sebab dari peristiwa B, hanya karena peristiwa B terjadi setelah peristiwa A.

David Hume (1711-1776), filsuf berkebangsaan Inggris yang dikenal mengkritik hubungan kausalitas, courtesy of Britannica

Mengutip F. Budi Hardiman dalam buku Pemikiran Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche, Hume mengakui adanya hubungan tetap satu sama lain. Namun, itu bukan berarti dapat dianggap sebagai hubungan sebab akibat.

Hume mengatakan bahwa yang bisa kita amati hanya gejala yang satu menyusul gejala yang lain. Hubungan sebab akibat sama sekali tidak dapat diamati. Bagi Hume, hubungan sebab akibat hanyalah sebuah animal faith manusia yang tak memiliki dasar apa pun.

Baca Juga  Menelisik Jejak-Jejak Pembaruan Islam KH Abdul Halim di Majalengka

Menurut Hardiman, ketika Hume menyerang hukum sebab akibat, dia juga sedang menyerang metode induksi. Metode induksi adalah sebuah metode yang didasarkan oleh pengamatan pada satu gejala khusus yang disusul gejala khusus lain, kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang menyatakan bahwa ada kausalitas universal di antara keduanya.

Jerome Polin saat menjadi brand ambassador Zenius, courtesy of Kompas.com

Karena kita sering melihat suatu gejala muncul secara berulang, kita akhirnya percaya bahwa gejala tersebut bersifat umum dan berlaku dalam setiap kasus. Dalam kasus Jerome Polin, adanya gejala berulang, sebagai contoh kebangkrutan Zenius dan kekalahan Barcelona setelah didukung Jerome Polin, menjadi pendorong bahwa terbentuk sebuah kepercayaan bahwa Jerome Polin membawa kutukan.

Padahal, tanpa kita sadari, terdapat banyak faktor lain yang mendorong terjadinya suatu peristiwa. Sebagai contoh, dalam kasus kekalahan timnas Indonesia melawan Uzbekistan, kita bisa menarik faktor bahwa timnas Uzbekistan bermain lebih jago dibandingkan timnas kita, sebagai faktor penyebab kekalahan.

Wujud Sesat Pikir Post Hoc Ergo Propter Hoc

Dalam ilmu logika, apa yang dilakukan warganet kepada Jerome Polin, mempercayai bahwa dirinya membawa kutukan, adalah contoh sesat pikir post hoc ergo propter hoc atau a posterior fallacy.

Mengutip Muhammad Nuruddin dalam buku Logical Fallacy: Menguak Kesalahan-kesalahan Berpikir yang Kerap Kita Jumpai Sehari-hari, sesat pikir post hoc ergo propter hoc terjadi jika seseorang menyimpulkan bahwa suatu peristiwa terjadi disebabkan oleh sesuatu hanya karena suatu peristiwa terjadi setelah adanya sesuatu itu.

Menurut Nuruddin, untuk menentukan bahwa suatu peristiwa punya hubungan sebab akibat, diperlukan bukti dan penjelasan yang benar-benar kuat. Kita tidak cukup hanya menyimpulkan suatu peristiwa berhubungan hanya dengan melihat keberurutan dan keberiringannya semata.

Warganet ramai-ramai menghujat Jerome Polin, yang dipercaya sebagai dalang kekalahan timnas Indonesia atas Uzbekistan dalam Piala Asia U23 2024. Apakah ini berarti kutukan Jerome Polin benar adanya? Bagi Hume, belum tentu
Cukilan gambar dukungan Jerome Polin kepada timnas Irak, yang terbukti gacor ketika melawan timnas Indonesia, courtesy of detikInet

Dalam kasus Jerome Polin, dipercaya bahwa segala sesuatu akan “rungkad” jika didukung olehnya. Setelah dirujak karena mendukung timnas Indonesia, Jerome memutuskan untuk mendukung timnas Irak ketika kontra Indonesia. Naas, Indonesia tetap kalah 1-2 melawan Irak, membuat kutukan Jerome Polin gagal menampilkan kesaktiannya.

Baca Juga  Renungan Kierkegaard untuk Don Giovanni

Kutukan Jerome Polin terhadap kekalahan timnas Indonesia sama sekali tidak berdasar. Terlebih, setelah kekuatan kutukan gagal bekerja dalam skenario Indonesia kontra Irak, dapat dikatakan bahwa kutukan tersebut hanya merupakan sebuah cocoklogi yang diciptakan warganet, membuat mereka menjadikan Jerome sebagai bahan pelampiasan emosi.

Melihat kasus Jerome Polin dan kepercayaan warganet tentang kutukannya, saya pikir, warganet kita perlu lebih berhati-hati dalam menuduh seseorang sebagai penyebab terjadinya sesuatu. Terlebih, jika tuduhan tersebut hanya didasarkan pada opini dan sesat pikir semata, ia justru akan membuat pemikiran warganet kita semakin tersesatkan.

2 thoughts on “Melihat Kutukan Jerome Polin dalam Kacamata David Hume

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *