KH Zainal Mustafa, Bukti Nyata Peran Santri dan Ulama Melawan Penjajahan Jepang

KH Zainal Mustafa

Penjajahan Jepang merupakan salah satu periode kelam dalam sejarah Indonesia. Meskipun singkat, yakni hanya sekitar tiga setengah tahun, kebijakan yang diterapkan Jepang berdampak sangat menyengsarakan rakyat Indonesia. Adanya praktik kerja paksa (romusha), dibentuknya badan pemuas nafsu syahwat Jepang (jugun ianfu), serta penyebaran budaya seikerei, menjadi bukti nyata tidak manusiawinya Jepang terhadap rakyat Indonesia.

Kekejaman Jepang di Indonesia, tentu saja, menimbulkan perlawanan rakyat. Mereka berjuang untuk membebaskan diri mereka dari belenggu penjajahan. Meski banyak dari mereka berakhir di ujung senapan, mereka tetap memperjuangkan kemerdekaan dari kekejaman Jepang.

Salah satu pejuang yang memperjuangkan kebebasan dari Jepang adalah KH Zainal Mustafa. Sebagai seorang ulama asal Tasikmalaya, Jawa Barat, Zainal Mustafa telah membuktikan bahwa pesantren tidak hanya lembaga pendidikan agama, tetapi juga benteng pertahanan bangsa. Banyaknya kezaliman yang dilakukan Belanda dan Jepang terhadap rakyat membuat Zainal Mustafa dan para santrinya tergerak untuk melakukan perlawanan, yang kemudian dikenal sebagai Perlawanan Singaparna.

Singaparna, Tasikmalaya, courtesy of Kompas.com

Pada 1940, KH Zainal Mustafa, secara terang-terangan, melakukan kegiatan untuk membangkitkan semangat jihat membela agama dan negara terhadap pendudukan Jepang. Kegiatan tersebut membuat dirinya, bersama KH Ruhiyat, Haji Syirod, dan Hambali Syafei, ditangkap dan dijebloskan ke penjara Tasikmalaya pada 17 November 1941. Mereka dituduh telah menghasut rakyat untuk memberontak dan melawan pemerintahan Hindia Belanda. Mereka baru dibebaskan dari penjara pada 10 Januari 1942.

Meski sudah pernah di penjara, rupanya tidak menyurutkan semangat Zainal Mustafa untuk terus membangkitkan semangat jihat di masyarakat. Pada akhir Februari 1942, ia bersama Ruhiyat kembali ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara di Ciamis dengan tuduhan yang sama dengan penangkapan pertama. Hingga Belanda menyerah kepada Jepang, mereka masih mendekam di penjara.

Baca Juga  Membaca, Perintah Tuhan yang Pertama kepada Umat Islam

Pada 8 Maret 1942, kekuasaan atas Hindia Belanda berpindah tangan ke pihak Jepang. KH Zainal Mustafa dibebaskan dan ditawari kesempatan untuk bekerja sama dengan Jepang. Dengan tegas, ia menolak ajakan tersebut. Bahkan, ketika Zainal Mustafa telah kembali ke pesantren dan memberikan pidato singkat, ia menyatakan kepada para santrinya bahwa fasisme Jepang lebih berbahaya daripada imperialisme Belanda.

KH Zainal Mustafa menentang keras kebijakan Jepang, yang dianggap tidak manusiawi dan menurunkan martabat bangsa Indonesia. Terutama, dalam hal ini, adalah adanya praktik romusha, seikerei, dan jugun ianfu.

Pada 25 Februari 1944, KH Zainal Mustafa merencanakan akan melakukan perlawanan terhadap Jepang. Langkah-langkah awal yang ia lakukan adalah menculik pembesar Jepang di Tasikmalaya, melakukan sabotase, memutus kawat-kawat telepon sehingga para militer Jepang tidak dapat saling berkomunikasi, serta membebaskan para tahanan politik.

Dalam aksinya ini, KH Zainal Mustafa tidak bergerak sendirian. Bersama para santrinya, ia menyiapkan berbagai persenjataan, seperti bambu runcing dan golok. Ia juga melatih silat dan membekali para santrinya dengan ilmu spiritual.

Praktik seikerei pada masa pemerintahan Jepang, courtesy of Linktree (Rakyat Singaparna Melawan Jepang.pptx)

Rupanya, rencana KH Zainal Mustafa telah berhasil diendus Jepang. Pihak Jepang segera menangkap Zainal Mustafa. Namun, aksi penangkapan tersebut berujung pada kegagalan. Justru mereka yang berakhir ditahan di kediapan KH Zainal Mustafa, meski mereka akhirnya dibebaskan.

Pada hari yang sama, tepat pukul 13.00, empat opsir Jepang meminta agar KH Zainal Mustafa segera menghadap pemerintah Jepang di Tasikmalaya. Hal tersebut ditolak tegas oleh Zainal Mustafa, dan memantik kerusuhan. Dalam kerusuhan tersebut, tiga opsir Jepang tewas, dan seorang dibiarkan hidup untuk menyampaikan pesan kepada pemerintah Jepang. Pihak Jepang, yang mengetahui peristiwa tersebut, tidak terima, dan melakukan balas edndam.

Baca Juga  Thomas Hobbes: Manusia adalah Makhluk Antisosial

Akhirnya, pemberontakan KH Zainal Mustafa bersama para santrinya melawan penjajah Jepang pun pecah di Tasikmalaya. Meski pada awalnya pasukan Zainal Mustafa mendominasi, karena kurangnya persenjataan, mereka pun berakhir kalah melawan Jepang. KH Zainal Mustafa ditangkap dan dinyatakan bersalah. Ia kemudian dieksekusi mati pada 25 Oktober 1944.

Pada 6 November 1972, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan KH Zainal Mustafa sebagai pahlawan nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972, atas jasanya berjuang melawan Jepang.

Referensi

Nugraha, Farhan. (2018). Peran jepang terhadap Kemerdekaan Indonesia. [Skripsi sarjana, Universitas Darma Persada]. Repository Universitas Darma Persada.
Siwi, G. R., Pardede, N., Simanjuntak, J., & Sinaga, R. (2024). Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Kekuasaan Jepang. Journal on Education, 6(3). 17363-17371. https://doi.org/10.31004/joe.v6i3.5659
Wardah, Eva Syarifah. (2010). Kiprah Ulama dalam Politik Pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945). Al-Fath, 4(1). 82-96.
Wildan, M. (2019). Tokoh-Tokoh Muslim Indonesia Kontemporer. Idea Press.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *