Judul Buku | Kapan Nanti |
Penulis | Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie |
Penerbit | Gramedia Pustaka Utama |
Kota Terbit | Jakarta |
Tahun Terbit | 2023 |
Halaman | 142 halaman |
ISBN | 978-602-06-6865-9 |
Kisah mengenai anak-anak menjadi fokus utama Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Ia tidak hanya dapat kita temukan dalam beberapa novelnya, seperti Pulau Batu di Samudra Buatan. Ia juga dapat kita temukan dalam buku kumpulan cerpen yang ditulis Ziggy, Kapan Nanti.
Kapan Nanti berisi delapan cerita pendek yang semua judulnya diawali dengan huruf “K”. Dengan sampul merah dan beberapa ilustrasi berwarna, pembaca mungkin akan mengira buku ini berisi kisah-kisah yang lucu dan menghibur. Namun ternyata, isinya tidak seceria sampulnya.
Bertema anak-anak dan perempuan, Kapan Nanti menyajikan kompleksitas kehidupan yang mereka jalani. Mulai dari kisah anak-anak yang tidak ingin dilahirkan, wanita yang ingin menggugurkan kandungan, hingga anak yang dibuang, Ziggy menuliskan delapan cerita pendek ini penuh kesedihan, kesengsaraan, dan kesuraman.
Sebagai contoh, cerpen Kin (Si Kurang Ajar) menceritakan seorang anak perempuan bernama Kin yang selalu dilarang ini-itu oleh Abi. Abi tidak mendukung hobi Kin, dan sering merusak sulaman Kin. Meski mendapat nilai bagus dalam rapor, Kin tetap dianggap tidak berguna.
Ini, sedikit banyak, masih sangat relate dengan diri kita, bukan? Beberapa orang tua melarang anaknya melakukan suatu hobi karena menganggap hobi tersebut tidak berguna. Mereka terkadang memaksakan suatu kegiatan, yang menurut mereka lebih berguna, kepada anaknya. Padahal, belum tentu pilihan mereka adalah hal terbaik untuk sang anak.
Seperti yang dialami Kin, ia merasa tidak dianggap. Kin merasa bahwa Abi lebih menyayangi adik laki-lakinya. Karena itu, ia akhirnya memberontak. Meski apa yang dilakukan Kin dalam cerpen ini tidak dapat dibenarkan, tetapi cerpen ini mengingatkan pembaca, terutama orang tua, untuk lebih mendukung dan menghargai anaknya.
Cerpen berikutnya, berjudul Krematorium, menceritakan seorang anak perempuan bernama Moshka Vatra yang selalu menjadi pembicaraan masyarakat. Apa yang ia lakukan menjadi tren di kalangan siswa, dan menjadi pergunjingan para orang tua.
Krematorium, pada dasarnya, menyinggung mereka yang suka membicarakan orang lain di belakang. Mereka menyebarkan berita bohong tentang seseorang, seolah-olah mereka mengenal orang itu. Padahal, mereka tidak tahu apa-apa.
Ketika Moshka menghilang, orang-orang mengarang alasan hilangnya Moshka. Mulai dari alasan Moshka bergabung dengan geng motor, hingga Moshka pergi ke Singapura untuk belajar akting, mereka ciptakan. Beberapa bulan kemudian, orang-orang ganti membicarakan kenangan dengan Moshka, seperti yang dapat kita temukan dalam kutipan di bawah:
“[k]etika seseorang hilang dan tidak bisa meralat gosip yang disampaikan mengenai dirinya, ada banyak sekali hal-hal yang diucapkan dalam kesan seolah pernah ada kedekatan antara orang yang bercerita dan yang diceritakan” (hlm. 98).
Krematorium juga menyinggung mereka yang suka mengikuti orang lain tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya. Moshka merokok; teman-teman sekolahnya ikut mencoba merokok. Orang tua siswa berdemo ke sekolah untuk menegur Moshka. Sementara itu, tanggapan Moshka hanya:
“… dia hanya merokok. Yang memutuskan untuk ikut merokok adalah anak-anak mereka. Dia tidak mengajak siapa-siapa” (hlm. 103).
Cerpen lainnya, berjudul Kambing, menyinggung sistem patriarki di kalangan masyarakat Indonesia. Kisah ini dituturkan melalui penemuan bayi laki-laki dan bayi perempuan di kandang kambing.
Kedua bayi tersebut mendapat perlakuan yang berbeda. Bayi laki-laki tumbuh dengan kasih sayang. Dia dipuja dan dilayani. Apa yang dia butuhkan akan dipenuhi. Kita dapat menemukan hal tersebut dengan jelas melalui kutipan di bawah:
“Anak laki-laki itu diagung-agungkan dan diarak-arak setiap malam. Pukul berapa anak lelaki perlu dikunjungi, mereka akan pergi. Pukul berapa anak lelaki perlu makan, mereka datang membawa pinggan” (hlm. 128).
Sementara itu, bayi perempuan dibenci warga. Dia sering disalahkan atas semua perkara, meski bukan dia penyebabnya, seperti yang tergambar dalam kutipan di bawah:
“Dengan berat hari, dibersihkan dan dirawat bayi perempuan itu. Dan semakin berlalunya hari, semakin benci mereka pada wanita yang membuang bayinya. Ketidaktahuan mereka akan identitas pembuang bayi, membuat mereka membenci semua wanita yang lewat” (hlm. 131).
Cerpen keempat, Kabaret, jika dibaca sekilas hanya mengisahkan kelinci dengan anak-anak perempuan. Jika ditelaah lebih lanjut, cerpen ini membahas tentang wanita yang hamil di luar nikah. Dia ingin menggugurkan janinnya, tetapi keluarganya mendorong untuk mengadakan pesta pernikahan dan mempertahankan janin itu.
Sepanjang pesta, dia hanya bisa pura-pura bahagia. Dia harus menahan cibiran dan cemooh masyarakat. Penderitaan perempuan tersebut dapat kita temukan dalam kutipan berikut:
“Dulu, ada seekor kelinci yang hampir punya anak meskipun dia tidak mau. Kelinci itu mau mengubur hampir-anaknya, tapi ibu kelinci ingin merayakan kehadiran hampir-anak itu. Jadi si ibu mengumpulkan semua kelinci dalam sebuah pesta dengan makanan-makanan enak dan baju-baju bagus” (hlm. 5).
Cerpen kelima, berjudul Kubur, mengisahkan dua manusia yang berlawanan watak. Tokoh “Dia” digambarkan sebagai manusia optimis, hangat, dan riang. Di sisi lain. tokoh “Kamu” digambarkan sebagai manusia yang penuh derita, putus asa, dan kejam.
“Dia” dan “Kamu” adalah dua janin dari rahim yang sama. Mereka sama-sama bernasib buruk. Yang membedakannya adalah pandangan mereka ke depan.
Keberadaan “Dia” dan “Kamu” disembunyikan oleh si wanita yang mengandungnya. Ia memilih untuk mati membawa janin yang belum lahir. Meski dua janin ini memiliki rencana ke depan, tetapi mereka tidak bisa mewujudkannya; harapan mereka telah diputus.
“Dia akan hidup demi dan bersama si wanita kotak sepatu. Kamu akan membunuhnya dan mengubur si wanita di bawah pohon markisa …. Dia tidak akan hidup bersama si wanita kotak sepatu. Kamu tidak bisa membunuhnya dengan sendok” (hlm. 93).
Dari delapan cerita pendek dalam buku Kapan Nanti, hanya Kin (Si Kurang Ajar) dan Krematorium yang dapat langsung saya pahami. Cerpen lainnya terlalu abstrak, dan saya butuh berulang kali pembacaan untuk mengerti apa makna yang ingin disampaikan.
Meski membaca Kapan Nanti membingungkan, buku ini penuh pesan moral. Buku ini mengandung sindiran terhadap masyarakat atas sikap dan stigma mereka kepada perempuan dan anak-anak. Ziggy mengajak pembaca untuk melihat bagaimana realita kehidupan dari kacamata mereka, yang sering kali terpinggirkan.
Buku Kapan Nanti dapat dibaca oleh siapa saja yang menyukai karya-karya Ziggy, atau mereka yang ingin menikmati karya fiksi populer berkualitas. Terlepas dari beberapa cerpen yang cukup abstrak, saya menikmati buku ini. Buku ini membantu saya untuk melihat kembali kehidupan manusia, terutama kaum perempuan dan anak-anak.