Judul Buku | Mahabharata |
Penulis | Nyoman S. Pendit |
Penerbit | Gramedia Pustaka Utama |
Kota Terbit | Jakarta |
Tahun Terbit | 2010[2003] |
Halaman | xxiii + 389 halaman |
Sebagai satu dari dua epos besar Hindu, Mahabharata masih tetap digandrungi masyarakat. Kisah ini, yang mengisahkan pertentangan lima Pandawa dengan seratus Korawa hingga berujung perang di Kuruksetra, selalu diminati masyarakat, baik umat Hindu, maupun masyarakat lainnya di Indonesia.
Minat yang tinggi terhadap Mahabharata, oleh Nyoman S. Pendit, penulis kawakan asal Bali, disajikan kembali dalam bentuk novel. Dengan mengambil judul Mahabharata, Pendit menyajikan kisah pergulatan lima Pandawa memperjuangkan dharma dalam bentuk populer.
Pendit mengawali kisah Mahabharata dengan mengisahkan silsilah keluarga Bharata sebelum kelahiran lima Pandawa dan seratus Korawa. Ia mengisahkan bagaimana Bhisma, Srikandi, Pandu, dan Dristarastra dari awal hingga menjalani peran mereka masing-masing.
Dikisahkan, Pandu dikutuk (kutuk pastu) oleh seorang brahmana karena telah membunuh pasangannya ketika sedang berkasih-kasihan. Ia mengutuk Pandu akan menemui ajalnya ketika bercumbu dengan salah satu dari kedua istrinya, Kunti dan Madri.
Mendengar kutukan tersebut, Kunti dan Madri, yang menerima ajian khusus agar dapat memanggil siapa pun yang ia kehendaki, memanggil masing-masing Dewa Dharma, Dewa Bayu, Dewa Indra, dan Dewa Aswin. Tak berapa lama, mereka kemudian hamil, dan melahirkan Yudhistira, Bhima, Arjuna, dan si kembar Nakula-Sahadewa. Mereka dikenal sebagai lima Pandawa.
Kelima Pandawa memiliki kesaktian yang luar biasa, mengingat mereka lahir dari para Dewa. Yudhistira memiliki kebijaksanaan yang maha mulia. Bhima, yang bertubuh besar, memiliki kekuatan yang maha dahsyat. Arjuna, si ahli memanah, memiliki kesaktian layaknya Dewa Indra. Sementara Nakula-Sahadewa memiliki kecerdasan layaknya Dewa Aswin.
Mereka belajar ilmu perang dan dharma dari Bhagawan Drona, bersama Duryodhana dan seratus Korawa, saudara sepupu mereka. Mereka cepat menangkap ilmu yang diberikan, dan benar-benar menjadi orang-orang yang terampil menggunakan berbagai jenis senjata.
Ketika mereka semua dinilai sudah lulus, mereka menampilkan kemampuan mereka di hadapan publik kerajaan Hastinapura. Arjuna, yang terampil menggunakan panah, menggunakan kemampuan yang ia pelajari, dan berhasil membuat terkesima rakyat Hastinapura. Hal tersebut membuat Duryodhaya merasa cemburu dan iri hati, sembari berharap ada seseorang yang dapat mengalahkan Arjuna.
Tak lama kemudian, seorang lelaki dengan baju zirah datang ke arena. Ia adalah Karna, putra seorang sais kereta. Ia menantang Arjuna untuk melakukan perang tanding. Karena Karna tidak dapat menjelaskan asal-usulnya, ia tak dapat melaksanakan hajat tersebut.
Duryodhana, yang mendengar kehadiran Karna, terkesima. Ia langsung menobatkan Karna sebagai seorang raja, agar bisa melakukan perang tanding dengan Arjuna. Tetapi, Kunti, yang mengetahui bahwa orang yang akan melawan Arjuna adalah anak kandungnya sendiri, yang ia buang karena aib hamil tanpa adanya hubungan seksual dengan Pandu, pingsan. Perang tanding pun dibatalkan.
Segala macam siasat berusaha dilakukan Duryodhana untuk mengalahkan lima Pandawa. Salah satu siasat yang ia rencanakan, adalah mengundang Yudhistira, kini menjadi raja setengah kerajaan Hastinapura, untuk bermain dadu. Rencana Duryodhana bak gayung bersambut; Yudhistira menerima undangan tersebut. Sakuni, rekan Duryodhana yang juga pandai bersiasat, membantu Duryodhana mewujudkan impiannya selama ini, merebut kerajaan yang dipimpin Pandawa dan mengalahkan mereka.
Siasat tersebut berhasil. Yudhistira kehilangan seluruh hartanya. Namanya kini merosot tajam. Draupadi, istri Pandawa yang diperoleh dari sayembara, dipermalukan di depan umum oleh Duryodhana. Ia, bersama keempat saudaranya dan Draupadi, istri bersama mereka, mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun.
Selama pengasingan, ia belajar dharma dari para brahmana yang bertapa di hutan tersebut. Setelah pengasingan, mereka harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun. Mereka menjalani kehidupan tersebut dengan sungguh-sungguh, meski Duryodhana berusaha menghalangi Pandawa menjalankan pengasingan dan penyamaran mereka.
Pandawa, yang kini berhak atas kerajaannya, menagih janji Duryodhana. Alih-alih mendapatkan sambutan, ia justru ditolak. Duryodhana menolak menyerahkan separuh kerajaannya. Hal ini membuat lima Pandawa dan seratus Korawa mempersiapkan diri, untuk perang besar di Kuruksetra.
Meski Pandawa berusaha mencegah terjadinya perang, mengingat perkataan Bhagawan Wyasa yang memprediksi kehancuran bagi mereka, perang tak bisa dihindarkan. Selama 18 hari, Pandawa dan Korawa berperang. Selama 18 hari pula, kehancuran bagi Pandawa dan Korawa tak dapat terelakkan. Meski begitu, pada akhir perang, Pandawa, sebagai pengabdi jalan dharma, berhasil keluar sebagai pemenangnya.
Novel Mahabharata yang disajikan Nyoman S. Pendit mengambil 18 parwa yang berasal dar India. Kisah Sedyawati, istri Salya, yang populer di Indonesia, tidak dimunculkan. Bahkan, nama tersebut tidak ada ketika Pendit menceritakan kisah Duryodhana yang menjebak Salya dengan tipu muslihat agar berperang bersamanya.
Juga, Pendit membuang kisah-kisah yang tidak begitu penting untuk plot. Kisah-kisah tersebut, yang dikenal sebagai filler, seperti kisah Ekalawya, disisihkan. Pendit hanya memfokuskan diri menceritakan riwayat dinasti Bharata dari awal kemuculan hingga Pandawa mencapai surga.
Sebagai seorang penulis, cara Pendit menceritakan kembali Mahabharata patut diapresiasi. Ia, yang pernah menulis riwayat Bali pada masa revolusi dalam buku berjudul Bali Berdjuang (1954, edisi baru 1978 dan 2008), menyajikan kisah Pandawa dan Korawa dengan kronologis. Sebagai seorang veteran, Pendit menyajikan kisah peperangan dengan sangat rinci dan mengesankan.
Meski begitu, buku ini tak lepas dari beberapa catatan. Adanya kesalahan ketik dan tanda baca pada beberapa bagian, membuat pembaca dapat kehilangan fokus ketika membaca buku ini. Meski begitu, kesalahan tersebut tidak begitu banyak, dan tidak mengganggu pembaca dalam memahami alur Mahabharata.
Sebagai sebuah epos, yang dikenal sebagai itihasa di Bali, novel Mahabharata yang diceritakan kembali oleh Nyoman S. Pendit merupakan bacaan wajib bagi masyarakat yang ingin mengenal kembali kisah klasik Hindu ini. Mahabharata, yang disajikan Pendit dengan mengesankan, sarat dengan ajaran dharma.
Satu hal yang ingin ditekankan Pendit dalam Mahabharata, dan menjadi harapan bagi seluruh pembaca buku ini, mengutip kalimat terakhir pada bagian Pandawa naik ke surga, adalah dharma (kebajikan) akhirnya menang melawan adharma (kebatilan).