Jejak Perkembangan Batik melalui Artefak Percandian di Jawa

Batik telah menjadi salah satu produk budaya Indonesia yang membanggakan. Batik tidak hanya telah diakui dunia melalui UNESCO sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbenda, melainkan juga karena corak dan jenisnya yang kini semakin beragam dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Banyak daerah di Indonesia yang kini menjadikan batik sebagai identitas budaya dengan ungkapan visual yang khas. Corak batik pada tiap daerah di Indonesia pun muncul dalam ungkapan motif dan warna yang beragam. Munculnya gaya batik yogyakarta, batik surakarta, batik pesisiran, dll., mengindikasikan daerah tumbuh dan berkembangnya batik tersebut.

Awal mula kemunculan batik di Indonesia, hingga saat ini, belum dapat dipastikan. Dugaan yang diajukan oleh sejumlah ahli menyatakan bahwa keterampilan membatik diperkenalkan di Nusantara oleh saudagar India yang datang untuk menjual kain, yang merupakan barang perniagaan yang melimpah pada masa itu.

Ilustrasi kain batik, courtesy of Cantika

Sesungguhnya, sebelum kedatangan saudagar India, keterampilan membatik telah dipraktikkan sejak zaman praaksara di Nusantara. Hal tersebut terlihat dalam batik simbut, sebagai contoh. Namun demikian, praktik membatik mencapai tingkat kematangannya pada masa pengaruh Hindu-Buddha di Nusantara. Adapun artefak-artefak percandian membuktikan adanya hal ini.

Tulisan singkat ini, menawarkan satu refleksi sejarah, mengenai keberadaan batik di masa lampau, tepatnya masa Indonesia Hindu-Buddha, yang dapat menjadi konstruksi bagi sejarah perkembangan batik di Indonesia.

Jejak Batik dalam Artefak Percandian

Dilihat dari ragam hias yang dikembangkan, batik di Nusantara lebih memperlihatkan pengaruh kesenian lama. Ragam hias batik dalam pola-pola geometris memiliki kesamaan dengan budaya ornamen dari daerah pedalaman yang melanjutkan tradisi lama, jauh dari pengaruh asing, seperti Toraja, Batak, Minang, dan daerah lainnya. Dari fakta ini, kita dapat mengajukan sebuah pertanyaan, yakni seberapa besar pengaruh budaya asing terhadap kemunculan batik di Nusantara.

Baca Juga  Aturan Rumah Ibadah, antara Solusi dan Penyebab Konflik Antaragama di Indonesia

Kelangsungan batik pada masa Indonesia Hindu-Buddha terekam dengan baik melalui peninggalan artefak percandian, terutama di wilayah Jawa. Arca-arca maupun relief candi pada figur-figurnya digambarkan mengenakan kain bermotif batik.

Arca Prajnaparamita, yang memiliki pola motif batik ceplok bunga dengan pahatan tegas, courtesy of Wikipedia

Arca Candi Singosari, sebagai contoh, seringkali menjadi acuan perkembangan batik pada masa Hindu-Buddha. Salah satu artefak candi ini, yang terkait dengan batik, adalah arca Prajnaparamita yang dibuat pada abad ke-13 M. Arca tersebut memiliki kerumitan dekorasi motif batik ceplok bunga dengan pahatan tegas, yang masih mudah dikenali. Motif ceplok bunga tersebut serupa dengan pola batik tradisional Jawa.

Selain arca Prajnaparamita, ada pula sejumlah arca lain dari Candi Singasari yang digambarkan mengenakan kain batik. Bahkan, pahatan serta detailnya tidak kalah menarik dengan arca Prajnaparamita. Arca-arca tersebut diantaranya arca Mahakala, arca Nandhiswara, arca Durgamahisasuramardini, dan arca Ganesha, yang semuanya tersimpan di Rijksmuseum voor Volkenkunde, Leiden, Belanda (kini telah dikembalikan ke Indonesia).

Arca Mahakala dari Candi Singasari yang mengenakan batik bermotif kawung, courtesy of Wikipedia

Pahatan motif, sebagai pengambaran kain batik, yang ada pada arca-arca tersebut masih tampak jelas. Motifnya meliputi pola-pola lingkaran dan belah ketupat. Pola-pola lingkaran dalam arca-arca tersebut ada yang bersinggungan, dan ada pula yang saling tumpang tindih. Pola lingkaran yang bersinggungan kini berkembang menjadi motif jlamprang dan pola yang saling tumpang tindih menjadi motif kawung

Adapun pola yang berupa belah ketupat atau persegi, yang tercipta dari persilangan garis-garis tegak lurus, telah lama dikembangkan pada periode Mataram kuno. Tidak hanya pada arca, dinding-dinding candi dihiasi pula oleh ragam hias layaknya kain batik, yang oleh Van der Hoop disebut sebagai motif kertas tempel.

Telah Dikenal sejak Mataram Kuno

Di Candi Penataran, sebagai contoh lain, yang lebih tua dibandingkan Candi Singosari, tergambar tokoh yang mengenakan kain bermotif kawung. Arca-arca lepas dari berbagai bahan seperti perak, perunggu, serta emas, dari peninggalan masa Mataram kuno juga digambarkan mengenakan kain batik. Ini berarti, sekitar abad ke-6 atau ke-7 Masehi, budaya membatik telah dikenal di Jawa, meski pemakaiannya populer di kalangan bangsawan kerajaan.

Candi Sukuh, yang menampilkan banyak relief dengan pola batik, courtesy of Pesona Karanganyar – situs resmi Kabupaten Karanganyar

Hanya tokoh-tokoh penting, seperti dewa atau raja, yang digambar mengenakan kain batik. Pernyataan ini dapat dibuktikan pada relief sudamala di candi Sukuh, yang dibangun pada abad ke-15. Panil relief adegan Dewi Durga mengikat Sadewa pada pohon randu alas, sebagai contoh, tergambar hanya Dewi Durga dan Sadewa yang mengenakan kain batik. Adapun tiga tokoh lain, yaitu dua sosok di belakang Dewi Durga dan satu sosok pengiring Sadewa, tidak mengenakan kain batik.

Baca Juga  Jurusan Sejarah, Jurusan Kuliah yang Tidak Berguna?

Seiring masuknya pengaruh Islam, batas-batas tersebut menjadi pudar. Pembuktiannya dapat dilihat pada perwujudan wayang, yang merupakan perkembangan dari kebiasaan bercerita melalui gambar (relief candi). Kain-kain yang dikenakan oleh figur-figur wayang seluruhnya digambarkan mengenakan batik.

Ragam Hias dalam Batik Masa Lalu

Pada masa Mataram Kuno berdasarkan tinggalan lepas berbahan perak, perunggu, serta emas, pada sosok Buddha atau Dewa, mereka telah ditampilkan dengan mengenakan kain batik bermotif sederhana. Motif-motif yang ditampilkan berupa perulangan bentuk bunga, lingkaran, serta perpaduan unsur titik dan garis lengkung yang disusun menyerupai motif bunga.

Pada masa berikutnya, yakni pada masa Majapahit, ragam hias dengan pola-pola lingkaran merupakan kecenderungan yang dikembangkan pada masa Majapahit. Ini terbukti dari peninggalan-peninggalan di Penataran, Singasari, maupun Sumenep.

Pola batik kawung, yang diduga mulai berkembang pada masa Majapahit, courtesy of situs resmi Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta

Beragam cara penggayaan tersebut, meski berbeda, tetap memiliki tujuan yang sama, yakni untuk merepresentasikan bunga teratai atau lotus. Pada masa Majapahit, raja-raja Jawa diarcakan layaknya dewa dan digambar mengenakan kain bermotif kawung. Oleh karena itu, wajar apabila kain-kain bermotif kawung hanya dikenakan oleh raja atau pembesar-pembesar kerajaan.

Mekipun demikian, pola ornamen dengan bentuk-bentuk lingkaran juga telah berkembang di Toraja. Budaya ornamen di Toraja, yang melanjutkan tradisi prasejarah, mengembangkan pula motif yang serupa dengan kawung. Motif ini dikenal sebagai pa’bombo uai. Hal ini patut diselidiki, apakah ornamen pola lingkaran pada batik dibawa dari India atau melanjutkan tradisi lama yang telah dimiliki Indonesia.

Referensi

[1] A. J. Bernet Kempers. (1959).  Ancient Indonesian Art. Cambridge: Harvard University Press.
[2] Aryo Sunaryo. (2009). Ornamen Nusantara: Kajian Khusus Tentang Ornamen Indonesia. Semarang: Dahara Prise.
[3] Jan Fontein dkk. (1990). The Sculpture of Indonesia. Washington: National Galery of Art.
[4] Nik Krevitsky. (1964). Batik, Art and Craft. New York: Art Horizons Book.
[5] Pepin van Roojen. (1998). Indonesian Ornamental Design. Amsterdam: Pepin Press.
[6] Soelarto dan Ilmi. (1981/1982). Wayang Beber di Gelaran. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan.
[7] Van der Hoop. (1949). Indonesche Siermotiven. Bandung: Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
[8] Wiyoso Yudoseputro. (1986). Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia. Bandung: Angkasa.
[9] Y Anshori dan A Kusrianto. (2011). Keeksotisan Batik Jawa Timur: Memahami Motif dan Keunikannya. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *