Invasi Mongol ke Bagdad, Awal “Era Kegelapan” Dunia Islam

Sejak abad ke-8, Bagdad menjadi jantung peradaban Islam dalam ilmu pengetahuan, mengantarkan Islam masuk era keemasannya. Baitul Hikmah (House of Wisdom), perpustakaan yang didirikan pada masa kekhalifahan Harun Ar-rasyid, berfungsi sebagai perpustakaan terbesar, pusat penelitian, dan penerjemahan karya-karya berbahasa Persia, India, dan Yunani ke dalam bahasa Arab. Bagdad juga melahirkan banyak pemikir dan ilmuwan yang memiliki andil besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Disayangkan, kejayaan Bagdad harus sirna pada 1258, ketika bangsa padang rumput Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, cucu Jenghis Khan, melakukan penyerbuan ke wilayah yang dijuluki “Negeri 1001 Malam” tersebut. Pada awalnya, Hulagu Khan mengajak Al-Musta’shim, khalifah terakhir dinasti Abbasiyah, untuk bekerja sama memberantas assassin (pembunuh bayaran) di Ismailia. Al-Musta’shim menolak tawaran tersebut, sehingga membuat Hulagu Khan marah, dan mengerahkan pasukannya untuk menyerbu Bagdad.

Akibat penyerbuan Mongol, Bagdad berubah menjadi kuburan massal. Bangunan megah dan kekayaan ilmu pengetahuan yang telah dibangun selama berabad-abad dibumihanguskan dalam waktu singkat oleh bangsa Mongol tanpa ampun. Sebanyak 36 perpustakaan, termasuk Baitul Hikmah, dihancurkan. Ribuan buku, yang terdiri dari buku-buku filsafat, matematika, fisika, hingga astronomi, dibuang ke sungai Tigris, mengubah warna air sungai menjadi hitam pekat karena tinta dan darah para cendekiawan Muslim yang dihabisi secara brutal.

Cendekiawan Muslim yang sedang belajar di perpustakaan pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, termuat dalam al-Maqamat karya al-Hariri, courtesy of Wikipedia

Penyerbuan Mongol terhadap Bagdad menjadi akhir perjalanan dinasti Abbasiyah, yang telah berdiri sejak 750 Masehi, dan awal dari era kegelapan Islam. Islam, yang semula terdepan dalam penguasaan ilmu pengetahuan, kini menjadi tertinggal dibandingkan dengan bangsa Eropa.

Hingga hari ini, dampak keruntuhan Bagdad masih dirasakan umat Islam di seluruh dunia. Mereka masih tidak memiliki antusias, serta tak acuh terhadap ilmu pengetahuan. Era kegelapan yang telah tercipta sejak berabad-abad lalu masih menyelimuti langit peradaban agama yang sempat menancapkan kejayaannya di atas dunia ini. Mengutip karya terakhir cendekiawan Muslim Indonesia, Azyumardi Azra, kaum Muslimin masih terjebak romantisisme kejayaan peradaban Muslim pada masa silam.

Baca Juga  Politik Dinasti, Kultur Feodalisme dalam Sistem Demokrasi di Indonesia

Pemikir Muslim, Muhammad Iqbal, mengkritik sikap umat Islam saat ini yang terlalu zuhud (meninggalkan aspek-aspek duniawi), membuat kurangnya perhatian mereka terhadap berbagai masalah sosio-kultural di dunia. Kondisi ini menyebabkan kemandekan atau kebuntuan berpikir, membuat Islam kian tertinggal. Menurutnya, Islam perlu bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan zaman, sehingga Islam dapat kembali menguasai dan memajukan IPTEK di kemudian hari.

Referensi
[1] Anonim. “Muhammad Iqbal: Biografi dan Pemikirannya”. https://an-nur.ac.id/muhammad-iqbal-biografi-dan-pemikirannya/. Diakses 28 Maret 2023.
[2] Azyumardi Azra. 2022. “Kebangkitan Peradaban, Memperkuat Optimisme Muslim Asia Tenggara” dalam Kompas. 19 September.
[3] Muhammad Muhibbudin. 2018. Jenghis Khan: Kisah-kisah Penaklukkan Dunia dan Keruntuhan Mongolia. Yogyakarta: Arashka Publisher.
[4] Nursyad. 2014. “Serbuan Bangsa Mongol ke Kota Baghdad dan Dampaknya terhadap Keruntuhan Dinasti Abbasiyah”. Skripsi. Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *