Sejak beberapa bulan yang lalu, gelombang PHK massal melanda banyak perusahaan di Indonesia. Berdasarkan pemberitaan Kompas.com, data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat bahwa sebanyak 52.933 pekerja menjadi korban PHK sepanjang Januari hingga 26 September 2024.
Tingginya angka PHK tersebut juga menandakan industri manufaktur berada dalam kondisi lampu kuning, karena banyak yang mengalami kebangkrutan. Ini membuat sektor formal sekarat, mendorong angka pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga tahun 2024 anjlok sebesar 4,95%. Ini membuat masyarakat melakukan makan tabungan (mantab) agar bisa bertahan hidup.

Makan tabungan, adalah fenomena yang menggambarkan kondisi ekonomi masyarakat yang memakai uang tabungan untuk memenuhi kebutuhan harian. Istilah ini muncul pertama melalui pemberitaan CNBC Indonesia, yang mengabarkan bahwa Bank Indonesia (BI) telah merilis laporan survei konsumen, dan menunjukkan bahwa proporsi tabungan terus-menerus mengalami penurunan. Pada Oktober 2024, proporsi tabungan berada di angka 15%, lebih rendah dibandingkan periode September dan Agustus 2024 yang masing-masing di angka 15,3% dan 15,7%.
Di saat yang bersamaan, porsi konsumsi mengalami kenaikan, yakni dari 74,1% pada September 2024 menjadi 74,5% pada Oktober 2024. Ini merupakan posisi tertinggi sejak Januari 2024. Begitu pula dengan porsi pinjaman cicilan, yang juga relatif naik, yakni dari 9,3% di bulan Januari 2024 menjadi 10,5% di bulan Oktober 2024.
Secara rinci, masyarakat dengan pengeluaran Rp4.100.000 hingga Rp5.000.000 per bulan tampak yang paling tertekan. Porsi tabungan mereka turun cukup tajam, yaitu dari 15,4% di bulan September 2024 ke angka 14,3% di bulan Oktober 2024. Hal ini menandakan masyarakat makan tabungan untuk memenuhi konsumsi harian dan melunasi pinjaman cicilan.

Dilansir dari pemberitaan Kontan, Lembaga Penjamin Simpanan mencatat melalui data distribusi simpanan bahwa nominal tabungan masyarakat di bawah Rp100.000.000 tumbuh paling kecil sepanjang tahun berjalan dibanding kelompok simpanan lainnya. Pada periode Agustus 2024, nominal simpanan di bawah Rp.100.000.000 mencapai Rp1.061,42 triliun atau setara dengan 12,2% dari total simpanan Rp8.698,53 triliun. Angka ini hanya meningkat 0,8% secara tahun berjalan.
Fenomena makan tabungan tidak bisa dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi nasional yang cenderung melemah di kuartal ketiga tahun 2024. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan III-2024, ekonomi Indonesia tumbuh 4,95% dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi di bawah lima persen ini menandakan banyak perusahaan yang bangkrut, sebagai akibat daya beli dan ekonomi yang belum pulih sejak pandemi COVID-19. Ini kemudian diperparah dengan kondisi keuangan global yang penuh ketidakpastian akibat perang Russia-Ukraina sejak 2022, dan disusul gejolak geopolitik di Timur Tengah.
Nampaknya, fenomena makan tabungan ini akan berlangsung lama. Pasalnya, pada tahun 2025 mendatang, akan ada kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dari 11% menjadi 12%. Ini tentu akan memengaruhi harga kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya.

Selain itu, pemerintah juga akan mewajibkan asuransi bagi kendaraan bermotor. Juga, iuran dana pensiun wajib yang telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) pun bakal dimulai tahun depan.
Juga, demi meningkatkan penerimaan perpajakan, Kementerian Keuangan dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) telah menyepakati usulan tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) minimal 2,5% pada 2025.
Terakhir, kebijakan normalisasi tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi wajib pajak orang pribadi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menanti pada 2025 mendatang.
Jika semua ini diterapkan pada 2025, mereka akan semakin menguras tabungan masyarakat, menambah beban pengeluaran mereka.
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, tercatat sebanyak 298.185 lowongan kerja (loker) telah terdaftar pada layanan Karirhub pada 2023. Jumlah tersebut hanya naik 11.3% dibandingkan pada 2022, yang tercatat sebesar 267.107 lowongan. Sementara itu, menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2024 sebanyak 152,11 juta orang, naik 4,40 juta orang disbanding Agustus 2023. Jumlah yang tidak sebanding antara pencari kerja dan ketersediaan lowongan kerja menandakan bahwa masalah makan tabungan tidak akan tuntas dalam waktu dekat.
Pada akhirnya, sebagai sebuah fenomena, makan tabungan merupakan kondisi yang tidak dapat dihindari hampir seluruh masyarakat Indonesia. Terlebih pada 2025 mendatang, dengan segudang beban yang akan diberlakukan pemerintah, tabungan masyarakat mau tidak mau akan semakin berkuras. Apakah ini semua akan berakhir, masyarakat Indonesia hanya bisa menduga-duganya saja saat ini.