Pada pertengahan Agustus 2022, warganet dihebohkan dengan postingan yang menyatakan bahwa ayah Rizieq Shihab pernah satu foto dengan Soekarno dan Soedirman. Postingan yang dibagikan akun Facebook dengan nama “Bambang Widy” tersebut mendapatkan reaksi, dan membuat Forum Anti Hoax menerbitkan pernyataan bahwa postingan tersebut adalah kabar bohong. Sosok yang berada dengan Soekarno dan Soedirman tersebut adalah Muhammad Yunus Khan, mantan duta besar India untuk Indonesia.
Saya tidak akan membicarakan mengenai postingan tersebut, karena hoaks dengan latar belakang sejarah adalah hal lumrah di Indonesia. Justru, yang menarik perhatian dan membuat saya harus menulis tulisan ini adalah kalimat yang digunakan dalam postingan tersebut. Ia menyatakan bahwa foto yang ia bagikan adalah kisah yang “sengaja ditutupi oleh pemerintah Belanda”. Membaca kalimat tersebut, saya bertanya-tanya, apakah ada sejarah yang disembunyikan?
Jika melihat secara sekilas, sebuah kisah yang disembunyikan secara sengaja adalah hal yang umum dilakukan. Manusia yang memiliki kisah yang dirasa sebagai aib akan mencoba menutupinya, membuatnya tidak diketahui siapapun kecuali dirinya. Mereka melakukan segala daya upaya untuk mengaburkan kisah masa lalu tersebut, membuatnya samar, atau bahkan hilang sama sekali dalam ingatan.
Lalu, bagaimana dengan sejarah? Menurut hemat saya, dengan melihat dasar-dasar ilmu sejarah, sejarah yang disembunyikan secara sengaja oleh pemerintah adalah hal yang aneh. Mengapa? Karena sejarah pada dasarnya memiliki fokus pada data dan jiwa zaman sang penulis, sang sejarawan.
Dalam menulis sebuah sejarah, sejarawan akan melakukan seleksi terhadap berbagai jenis dan ragam data yang dapat mereka temukan. Dan, tentu saja, data tersebut hanya berupa jejak-jejak kecil yang bertahan menghadapi kerasnya zaman. Data yang ditemukan tersebut, pada tahap berikutnya, akan diseleksi dan dimaknai sesuai dengan jiwa zaman dan perspektif sang sejarawan.
Jika kebetulan kisah yang ia tulis atau kerjakan merupakan kisah yang berbeda dengan kisah arus utama (mainstream), ia akan tampil sebagai sejarah alternatif. Sejarah jenis ini berdiri sendiri, memiliki dunia mereka sendiri, dan tidak mengikuti perspektif arus utama yang dikuasai oleh negara atau berbagai kepentingan lainnya.
Sebagai contoh, narasi G30S di Indonesia yang menggunakan dasar PKI sebagai dalang harus bersinggungan dengan berbagai narasi alternatif yang mencoba melihat dengan cara pandang yang berbeda, dan mencoba menemukan dalang yang berbeda. Narasi alternatif ini memiliki pembaca mereka sendiri, dan jika mereka melihat sejarah mainstream, akan terlihat sebagai sebuah kisah yang sengaja ditutup-tutupi pemerintah.
Bisa dikatakan, sejarah yang kita sebut sebagai “disembunyikan” adalah sejarah yang tidak mendapat tempat dalam arus utama atau sejarah alternatif. Mereka tidak disembunyikan secara sengaja. Jiwa zaman yang belum mengizinkan mereka untuk mendapat tempat dalam historiografi masyarakat tersebut.