Perjalanan Media di Indonesia pada Akhir Orde Baru

Judul bukuMedia, Culture and Politics in Indonesia
PenulisKrishna Sen & David T. Hill
PenerbitEquinox Publishing
Kota terbitJakarta
Tahun terbit2007 [2000 oleh Oxford University Press]
Halamanx + 245 halaman

Sudah merupakan fakta umum bahwa pemerintahan Orde Baru (Orba) di Indonesia terkenal dengan kontrol ketat atas tindak-tanduk masyarakatnya. Hal tersebut, setidak-tidaknya sampai 1980-an, juga dialami oleh media. Kondisi tersebut mulai berubah ketika memasuki periode 1990-an, setelah Orde Baru menghadapi beberapa perombakan. Perombakan apa saja yang terjadi?

Krishna Sen dan David T. Hill mengungkapkan dinamika media di Indonesia pada masa akhir kekuasaan Orde Baru melalui buku Media, Culture and Politics in Indonesia. Dalam buku ini, media tidak hanya difokuskan dalam bentuk pers (media cetak) dan elektronik (radio dan televisi), tetapi juga wadah-wadah yang menjadi sarana transmisi budaya, seperti penerbitan buku, musik, film, dan internet.

Menurut Sen dan Hill, kondisi media pada 1990-an sudah berubah dibandingkan periode sebelumnya. Kontrol ketat yang dilakukan Orde Baru melalui Departemen Penerangan terhadap pers cetak dan elektronik tidak dapat dipertahankan lagi. Berbagai media alternatif bermunculan.

Mengenai radio dan televisi, misalkan, meski pada 1980-an hanya dikelola oleh RRI dan TVRI, mulai tersaingi oleh stasiun radio dan televisi milik privat. Mereka, yang dikelola dengan basis ekonomi, menyiarkan siaran yang dijangkau lebih luas oleh masyarakat dibandingkan stasiun milik pemerintah.

Radio, ungkap Sen dan Hill, yang sejak masa Sukarno menjadi media publik melalui stasiun privat, mulai mengemas berita mereka sendiri. Terkadang, berita mereka disiarkan lebih cepat dan lebih akurat dibandingkan pemberitaan RRI yang “berpusat di Jakarta”. Hal ini, yang ditekankan oleh Sen dan Hill, menjadikan radio sebagai kontrawacana terhadap Orde Baru yang serba terpusat ke Jakarta.

Baca Juga  Ketika Sukarno Lebih Mementingkan Politik Ketimbang Isi Perut Masyarakat

Sementara, mengenai televisi, kemunculan stasiun televisi swasta membuat kontrol Orde Baru terhadap berita dan iklan menjadi luntur. Berita TVRI yang sangat berpusat ke Jakarta dan menekankan “keamanan dan ketertiban” tersaingi oleh pemberitaan langsung RCTI yang bersifat lokal dan menekankan “kekacauan” (disorder). Kondisi ini membuat masyarakat semakin menyadari diri mereka telah dikontrol oleh Jakarta selama puluhan tahun, dan ingin lepas darinya.

Lalu, bagaimana dengan media lain? Mengenai media seperti buku, musik, dan film, Orde Baru tidak memberikan kontrol ketat kepada mereka. Mereka dianggap bukan sebagai produk media, dan kontrol atas mereka berada di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Meski begitu, mereka memiliki andil besar dalam menggulingkan Orde Baru dan mengubah persepsi masyarakat terhadap Orba.

Musik, misalkan, kemunculan internet membuat tumbuhnya kelompok musik underground. Lirik lagu mereka mengungkapkan suara-suara kebebasan, bebas dari kontrol ketat negara. Dan, dibandingkan dengan dangdut yang diadopsi negara menjadi “musik nasional”, kelompok musik underground mendapatkan basis kalangan terpelajar di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung.

Internet juga yang menjadi salah satu kunci keruntuhan Orba. Keberadaannya yang tidak dapat dikontrol Departemen Penerangan membuat informasi, termasuk kritik terhadap Orba, beredar luas dan dapat diakses kalangan terpelajar. Milis (mailing list) apakabar menjadi tempat terdepan bagi masyarakat Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri, untuk mendapatkan informasi mengenai Indonesia yang tidak dikontrol oleh Jakarta.

Seperti yang diungkapkan Ariel Heryanto pada sampul belakang buku ini, Media, Culture and Politics in Indonesia menjadi bacaan wajib bagi siapapun yang ingin mendalami kondisi media di Indonesia. Meski buku ini telah berusia lebih dari 20 tahun, analisis yang disajikan Sen dan Hill masih akurat hingga kini.

Baca Juga  Rumah Kertas, Sebuah Kisah tentang Buku dan Manusia

Buku ini, menurut saya, merupakan buku wajib bagi mereka yang ingin mengetahui perjalanan media di Indonesia, terutama pada masa akhir Orde Baru. Dengan penyajian yang ringan, meski sedikit kaku, Media, Culture and Politics in Indonesia dapat menjadi referensi untuk memahami kondisi media pada masa-masa genting Orde Baru dan awal Reformasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *