Panduan kepada Segenap Sejarawan di Indonesia

Judul BukuHow to Write History That People Want to Read
PenulisAnn Curthoys & Ann McGrath
PenerbitPalgrave MacMillan
Kota TerbitHampsire & New York
Tahun Terbit2011
Halamanviii + 263 halaman

Bagi masyarakat Indonesia kebanyakan, bahasa kaum akademisi Indonesia penuh dengan “jargon ilmiah” (scientific jargons). Kondisi ini, yang dikenal sebagai ndakik-ndakik, membuat transmisi pengetahuan dari akademisi ke masyarakat seringkali terhambat, atau bahkan macet di tengah jalan. Kondisi serupa juga dialami sejarawan Indonesia dewasa ini.

Sejarawan, yang dituntut oleh kampus mereka untuk membumikan sejarah, masih kesulitan untuk melakukan hal tersebut. Mereka masih terjebak dalam menara gading, menulis hanya kepada sesama kalangan sejarawan semata, dan tidak memperhatikan berbagai elemen kepenulisan yang mampu membuat tulisannya ringan dan dipahami masyarakat kebanyakan.

Dengan keadaan seperti ini, jangan berharap kita dapat melihat sejarawan Indonesia yang mampu menghasilkan karya seperti Batavia-nya Hendrik E. Niemeijer maupun Sejarah Rempah-nya Jack Turner, yang mampu menghidupkan imajinasi pembaca dan mengajak mereka menyelami kehidupan masa silam yang jauh di belakang sana.

Menghadapi banyaknya sejarawan yang tidak dapat menuangkan ide mereka (baca: tidak dapat menulis), Ann Curthoys dan Ann McGrath, masing-masing sejarawan University of Sydney dan Australian National University, menghadirkan kiat-kita kepenulisan bagi siapapun yang ingin menulis sejarah melalui buku How to Write History That People Want to Read.

Penekanan dalam buku, dan menjadi pembeda dibandingkan buku-buku sejenis, adalah kalimat that people want to read, atau “yang ingin dibaca orang lain”. Buku Curthoys dan McGrath ini tidak menyajikan cara melakukan penelitian sejarah, seperti yang dituangkan buku-buku sejenis. Ia ingin mengajak pembaca untuk menyesuaikan tulisan sejarah yang sedang dikerjakan dengan target pembaca yang ingin disasar.

Baca Juga  Rumah Kertas, Sebuah Kisah tentang Buku dan Manusia

Pada bagian awal buku How to Write History That People Want to Read, pembaca akan dihadapkan mengenai permasalahan tema. Apakah masyarakat awam hanya menggemari tema-tema sejarah populer dan romantis saja? Menurut Curthoys dan McGrath, tidak juga. Setiap tema dan topik mengenai masa silam adalah menarik, selama ia mampu mengajak pembacanya untuk berimajinasi, menyajikan sebuah masa lalu yang hidup.

Lalu, bagaimana cara menulis sebuah sejarah yang ingin dibaca orang lain? Banyak kiat yang ditulis dalam buku ini, mulai dari cara membaca sumber tertulis dan menelusuri sumber-sumber alternatif, bermain perspektif dalam penulisan naskah, memaksimalkan fungsi footnote tanpa harus terjebak di dalamnya, hingga melakukan pembacaan kembali dan editing naskah sebelum diserahkan kepada editor/orang lain.

Pesan utama yang ingin disampaikan Curthoys dan McGrath dalam buku ini kepada segenap sejarawan di Indonesia hanya satu, yakni jika ingin membumikan sejarah, dapat dimulai dengan melatih kemampuan menulis agar tidak ndakik-ndakik. Sejarawan Indonesia memiliki kemampuan kesejarahan yang mumpuni, dan untuk menyeimbangkan kemampuan tersebut, dibutuhkan kemampuan kepenulisan yang kuat.

Buku ini dapat menjadi referensi awal bagi siapapun, terutama mahasiswa sejarah, sejarawan, hingga masyarakat awam yang ingin menulis sebuah kisah sejarah, untuk mengetahui berbagai kiat menyajikan sejarah yang hidup dan lebih berwarna.

Meski dikhususkan untuk pembaca di dunia dengan bahasa Inggris sebagai bahasa utama, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, isi buku ini dapat disesuaikan mengikuti tradisi kepenulisan di Indonesia. Bukan tidak mungkin, suatu hari nanti, masyarakat Indonesia akan mendapatkan buku How to Write History That People Want to Read yang sesuai dengan dinamika orang Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *