Nyama Selam, Harmoni Persaudaraan Hindu dan Islam di Bali

Pada masa silam, Nusantara menjadi tempat petemuan antarbangsa, mengakibatkan keanekaragaman budaya dan agama. Salah satu wilayahnya, yakni Bali, pulau yang dikenal eksotis dan dan religius, memiliki sisi keharmonisan hidup beragama antara Hindu dan Islam sejak abad ke-13. Tidak hanya menjadi vasal Majapahit, Bali juga mendapatkan pengaruh Islam, melalui kiriman abdi serta peninggalan tulisan-tulisan yang dipelajari bangsawan lokal.

Merujuk buku Islam di Bali tulisan M. Sarlan, salah satu jejak pengaruh Islam di Bali, yang masih kental sejak abad ke-13, adalah pengaruh Islam di wilayah Gelgel, Klungkung, dalam bentuk “Kampung Gelgel”. Kampung Gelgel, pada awalnya, merupakan kiriman pasukan yang mengiringi raja Kerajaan Gelgel dari Majapahit.

Pasukan ini konon berjumlah 40 orang, dengan pimpinan Raden Modin dan Kyai Abdul Jalili. Mereka ditempatkan sebagai abdi dalam sebuah pemukiman tidak jauh dari pusat Kerajaan Gelgel. Mereka berbaur dan menikah dengan penduduk lokal sampai beradab-abad, hingga menjadi penduduk daerah tersebut, berdampingan dengan penganut Hindu lainnya.

Diorama kehidupan masyarakat Bali pada masa Kerajaan Gelgel, courtesy of kintamani.id

Proses Islamisasi di Pulau Bali nyatanya tidak sesukses di Jawa. Ini terbukti dengan kantong-kantong Islam yang berbentuk sangat kecil di pulau ini. Meski begitu, keberadaan komunitas Islam di Bali berjalan harmonis, berdampingan dengan masyarakat Hindu di Bali. Oleh masyarakat Bali, mereka disebut nyama Selam.

Nyama Selam adalah istilah yang diberikan kepada masyarakat Islam Bali sebagai bentuk persaudaraan. Nyama memiliki makna saudara, dan Selam merupakan cara orang Bali menyebut kata Islam, sehingga Nyama Selam diartikan sebagai saudara yang beragama Islam.

Adrian Vickers mencatat bahwa istilah nyama adalah sebutan untuk saudara rohaniah yang menyertai setiap penduduk Bali dari hidup sampai mati. Ini berarti, nyama Selam adalah saudara sehidup semati bagi masyarakat Hindu Bali.

Masjid di Gelgel, Klungkung. Masjid ini merupakan salah satu masjid bersejarah di Bali, yang konon berasal dari 40 pasukan yang didatangkan dari Majapahit ke wilayah tersebut, courtesy of Kompas

Sebagai saudara sehidup semati, umat Hindu dan Islam saling membantu dalam kehidupan sehari-hari maupun pada hari besar keagamaan.  Pada saat Nyepi Maret lalu, umat Muslim ikut membantu keamanan dan kenyamanan warga Hindu yang sedang melaksanakan brata panyepian.

Selain menjaga keamanan, masyarakat Hindu dan Islam di Bali juga melakukan tradisi saling memberi makanan pada hari-hari besar. Salah satu tradisi tersebut, yakni Sadranan, dilakukan umat Hindu dan Islam di Bali, untuk mempersiapkan bulan Ramadan.

Baca Juga  Aturan Rumah Ibadah, antara Solusi dan Penyebab Konflik Antaragama di Indonesia

Selain melalui Sadranan, nyama Selam juga mengadopsi budaya masyarakat Hindu-Bali, dengan menambahkan elemen-elemen Islam. Salah satunya, seperti di Pegayaman, Buleleng, adalah penggunaan nama urutan kelahiran dalam masyarakat Hindu-Bali seperti Putu, Wayan, dan lainnya. Mereka, selama berabad-abad, berhasil meramu sebuah perpaduan antara nama khas Bali dengan kebudayaan Islam.

Dua orang wanita nyama Selam di Pegayaman, Buleleng, sedang melakukan tradisi ngejot. Masyarakat Islam di Pegayaman memiliki tradisi unik dalam penamaan, yakni menggabungkan elemen Hindu-Bali dan Islam, courtesy of Detik

Interaksi yang terjadi antara nyama Selam dan masyarakat Hindu di Bali merupakan wujud integrasi nasional yang diharap-harapkan masyarakat Indonesia dewasa ini. Model integrasi ini dapat menjadi contoh bagi wilayah lainnya di Indonesia untuk hidup dalam harmoni, dengan saling menghargai antarumat beragama dan kepercayaan.

Referensi:
[1] Indriana Kartini. 2011. “Dinamika Kehidupan Minoritas Muslim di Bali” dalam Masyarakat Indonesia. XXXVII. Vol. 37. No. 2.
[2] M. Sarlan. 2009. Islam di Bali: Sejarah Masuknya Agama Islam ke Bali. Bali: Kantor Wilayah Departemen Agama.
[3] Vickers, Adrian. 1987. “Hinduism and Islam in Indonesia: Bali and the Pasisir World” dalam Indonesia. Vol. 44.
[4] “Film Dokumenter Nyama Selam – 2018 – Hanif Syahrul”. https://youtu.be/IBR_cXOr1cU. Diakses 10 April 2023.

Bacaan Lebih Lanjut:
[1] Erni Budiwanti. 1995. The Crescent Behind the Thousand Holy Temples: An Ethnographic Study of the Minority Muslims of Pegayaman North Bali. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
[2] Hauser-Schäublin, Brigitta. 2004. ““Bali Aga” and Islam: Ethnicity, Ritual Practice, and “Old-Balinese” as an Anthropological Construct” dalam Indonesia. Vol. 77.
[3] Halimatusa’diah. 2018. “Peranan Modal Kultural dan Struktural dalam Menciptakan Kerukunan Antarumat Beragama di Bali” dalam Jurnal Harmoni. Vol. 17 No. 1.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *