Kota Bandung, yang menjadi ibu kota Provinsi Jawa Barat, adalah kota yang terkenal dengan keindahan alam, warisan budaya, dan kegiatan yang menarik. Kota yang dijuluki Paris van Java ini menyimpan berbagai kebudayaan khas. Salah satunya adalah Gedung Sate.
Gedung Sate merupakan landmark ikonik Kota Bandung. Ia bukan hanya sebuah bangunan bersejarah, tetapi juga menjadi simbol Kota Bandung itu sendiri. Orang pasti akan berbicara mengenai Gedung Sate ketika mengunjungi kota ini.
Sejarah Awal Gedung Sate
Gedung Sate pada mulanya merupakan proyek yang dirintis oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Ia mulai dibangun pada 1920, dengan peletakan batu pertama oleh Johanna Caterina Coops, puteri sulung pemimpin Bandung saat itu, Berus Coops. Ia didampingi oleh Petronella Reolofen, yang mewakili Gubernur Jenderal van Limburg Stirum.
Pembangunan Gedung Sate melibatkan arsitek Belanda, J. Gerber. Gedung Sate dikerjakan bersama Gemeente van Bandoeng dan 2.000 pekerja, termasuk pemahan dan pengukir dari Tiongkok. Tidak ketinggalan beberapa kuli yang direkrut dari sejumlah kampung di sekitar Bandung.
Menurut Maksum Rangkuti dalam artikel Gedung Sate: Mengulik Sejarah dan Keindahan Arsitektur yang Mengagumkan, Gedung Sate pada mulanya dirancang untuk menjadi markas bagi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Pada awalnya, Gedung Sate dijuluki Gouvernements Bedrijven, berarti “Kantor Pemerintahan Daerah”. Ia berfungsi sebagai bangunan administrasi pemerintahan Hindia Belanda.
Selain menjadi kantor pemerintahan bagi pemerintah kolonial, Gedung Sate juga menjadi pusat PPT dan perpustakaan. Perpustakaan Gedung Sate memiliki koleksi 250.000 buku, menjadikannya perpustakaan terbesar di Hindia Belanda dalam kategori ilmu pengetahuan, dan kedua terbesar dalam kategori umum setelah perpustakaan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Arsitektur Gedung Sate
Mengutip situs resmi Kota Bandung, Gedung Sate didesain dengan menambahkan pengaruh Hendrik Petrus Berlage, seorang maestro arsitek Belanda. Ia menggabungkan arsitektur kolonial dengan pola-pola tradisional Nusantara. Beberapa ahli menilai gaya arsitektur Indo-Eropa, membuatnya khas.
Bagian atas bangunan Gedung Sate, seperti menara menggunakan gaya Asia, mengikuti atap pura di Bali atau pagoda di Thailand. Menurut I Gusti Ayu Ceri Chandrika Meidiria dalam artikel Gedung Sate, Keindahan Ornamen Arsitektur Indo-Eropa, terdapat “tusuk sate” di puncak menara, dengan enam ornamen sate. Ornamen sate ini melambangkan biaya pembangunan Gedung Sate, selain juga melambangkan enam gulden.
Menurut Chandrika Meidiria, terdapat dua jenis atap yang digunakan. Atap pertama melindungi bagian depan bangunan, berbentuk perisai. Ia dihiasi dengan ornamen tradisional, mencerminkan pengaruh Hindu, Buddha, dan India. Sementara itu, atap kedua bangunan ini menggunakan gaya atap pura atau tumpang, mirip dengan meru di Bali atau pagoda di Thailand.
Gedung Sate Kini
Sejak 1980, Gedung Sate difungsikan sebagai Kantor Gubernur karena menjadi pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Saat ini, Gubernur Jawa Barat bekerja di Gedung Sate didampingi empat orang asisten gubernur. Namun, tidak semua asisten bekerja di Gedung Sate. Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten Administrasi bekerja menggunakan gedung baru.
Gedung baru, yang dirancang oleh Sudibyo dan dibangun untuk menunjang fungsi Gedung Sate, mengadopsi sedikit banyak gaya arsitektur Gedung Sate. Gedung baru tersebut, yang dibangun pada 1977, diperuntukkan bagi para pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, sebagai pusat kegiatan mereka sebagai lembaga legislatif daerah.
Di bagian timur dan barat Gedung Sate, terdapat dua ruangan besar yang menyerupai ruang dansa (ballroom). Ruangan ini dikenal sebagai aula barat dan aula timur. Kedua aula tersebut sering digunakan untuk kegiatan resmi pemerintahan. Kedua aula dikelilingi oleh ruangan-ruangan yang ditempati oleh beberapa biro Gubernuran beserta stafnya.
Dapat dikatakan, Gedung Sate tidak hanya sebuah bangunan dengan kisah sejarah dan arsitektur yang unik yang dimiliki Kota Bandung. Ia telah menjadi sebuah landmark, baik dalam bidang wisata maupun dalam kesejarahan bagi kota yang menjadi ibu kota Provinsi Jawa Barat tersebut.