Judul Buku | Sejarah Nasional Indonesia untuk Pelajar |
Penulis | Suidat |
Penerbit | Yayasan Pendidikan Islam Al-Taqwa |
Kota Terbit | Depok |
Tahun Terbit | 2019 |
Halaman | vi + 176 halaman |
Agus Suwignyo, dalam sebuah artikel, mengatakan bahwa Islam masih belum mendapatkan tempat yang layak dalam historiografi Indonesia. Penulisan sejarah Indonesia versi resmi pemerintah, dianggap oleh sebagian kalangan, khususnya dari mereka dengan basis religius Islam yang kuat, terlalu sekuler, mengabaikan unsur-unsur perjuangan Islam dalam membentuk negara-bangsa Indonesia.
Oleh Suidat, sekretaris jenderal Pesantren At-Taqwa Depok, mencoba mengisi tempat tersebut melalui buku Sejarah Nasional Indonesia untuk Pelajar. Buku tipis ini mencoba menjawab pertanyaan yang ada selama ini dalam historiografi Indonesia; apakah Islam, saat ini, sudah mendapat tempat yang layak dana penulisan sejarah Indonesia?
Buku Sejarah Nasional Indonesia untuk Pelajar, mirip seperti Sejarah Indonesia Modern-nya M. C. Ricklefs, dimulai dengan kisah awal mula kedatangan dan perkembangan Islam di Indonesia. Hanya saja, tidak seperti Ricklefs, yang memulai periodisasi pada 1200 dengan alasan bahwa Islam memberikan sumber tertulis yang lebih pasti dibandingkan periode sebelumnya, buku ini tidak memberikan keterangan apapun. Satu-satunya yang bisa ditangkap, ketika membaca daftar isi buku ini secara sekilas, adalah bahwa buku ini ingin memulai dari masa Islam karena memang pasa masa tersebut, Indonesia bermula.
Narasi dalam buku ini dimulai dengan mempertanyakan kapan Islam masuk dan berkembang di Indonesia. Buku ini menyajikan, dan berusaha dipertahankan dengan tegas, bahwa Islam telah datang ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi dari jazirah Arab. Ini membantah berbagai teori yang muncul sebelumnya, seperti teori Gujarat, Persia, dan Cina. Memposisikan kedatangan Islam pada abad ke-7 dan langsung dari Arab, membuat posisi ajaran Islam di Indonesia benar-benar ajaran yang murni, tidak tercampur seperti ketika ia datang dari ketiga wilayah tersebut.
Melalui narasi dari masa Islam di Indonesia, menjadikan Islam tidak sebagai “penghancur” peradaban yang datang sebelumnya, seperti yang sering digambarkan dalam mentalitas renaisans Hindu-Budha dalam tradisi kolonial-nasional. Islam, menurut Suidat, diposisikan sebagai pencerah yang memberikan jalan yang rahmat bagi masyarakat Indonesia, jalan yang direstui Allah.
Kedatangan penjajah berbangsa Kristen dan Katolik melenyapkan jalan tersebut. Melalui api perang, berbagai kerajaan Islam yang telah berdiri di Indonesia berhasil mereka taklukan. Dengan ambisi menguasai sumber rempah-rempah dan menyebarkan agama Injil, kekuatan Kristen mengadu domba sesama kekuatan Islam, demi menegakan hegemoni kekuasaan di Indonesia. Mereka, oleh Suidat, adalah antagonis dalam buku ini.
Setelah menemukan siapa antagonis, sekarang kita menuju kepada protagonis. Siapa saja mereka? Suidat menyajikan berbagai raja, muslimah, dan tokoh-tokoh pergerakan dari organisasi Islam, sebagai sosok yang serba baik. Mereka berperang melawan kolonial, menghancurkan semangat kolonial melalui kesadaran nasional, mengembangkan pendidikan, dan tentu saja, menyebarkan Islam.
Sebagai contoh, ketika Suidat menjelaskan periode Tanam Paksa, dengan kalimat “93 tahun tanam paksa”, dinyatakan bahwa rakyat Indonesia melarat, bodoh, dan miskin. Oleh para pemikir dan tokoh-tokoh Islam, kekuatan kolonial yang Kristen dilawan. Mereka menggerakan rakyat Indonesia untuk menjadi cerdas, sejahtera, dan sehat.
Meskipun buku ini, secara teknis, ingin tampil sebagai lawan dari historiografi Indonesia, yang dianggap oleh tokoh seperti Ahmad Mansyur Suryanegara, sebagai sekuler, penyajian kisah sejarah dalam buku ini pada akhirnya mengikuti pola-pola historiografi yang ia hendak lawan. Suidat masih menyajikan sejarah Indonesia sebagai perang antara Pandawa dan Kurawa, dalam hal ini antara Islam melawan kekuatan Kristen dan sekuler. Meski bernapaskan Islam, posisi buku ini masih tetap sama seperti buku-buku sejarah lainnya, yakni indonesiasentris, cenderung mengarah ke anti-neerlandosentris.
Bagi pembaca yang ingin mengetahui bagaimana historiografi alternatif, terutama yang bernapaskan Islam, berkembang di Indonesia, buku Sejarah Nasional Indonesia untuk Pelajar dapat dijadikan bacaan pengantar. Buku ini disajikan dengan ringkas dan tipis, sehingga cocok menjadi bacaan awal sebelum masuk ke bacaan yang lebih serius. Buku ini dapat disandingkan dengan buku maupun tulisan sejenis, seperti dua edisi khusus majalah Sabili mengenai sejarah Islam di Indonesia atau Api Sejarah karya Ahmad Mansyur Suryanegara.
Meski begitu, buku Sejarah Nasional Indonesia untuk Pelajar tidak luput dari catatan. Dan, satu cataatan yang ingin saya tekankan kepada pembaca, adalah hati-hati ketika membaca fakta historis yang disajikan buku ini. Alangkah baiknya, ketika membaca buku ini, pembaca menyertakan sumber pendamping dan melakukan pembandingan fakta yang disajikan.
Pelajar setingkat SMP dapat menggunakan buku Sejarah Nasional Indonesia untuk Pelajar sebagai prior knowledge. Bagi pelajar setingkat SMA, buku ini dapat digunakan sebagai bahan analisis dan kritik. Bagi mahasiswa, terutama mahasiswa sejarah, dan umum, buku ini layak menjadi rujukan untuk melihat dinamika historiografi Indonesia, baik historiografi yang dikuasai negara maupun historiografi alternatif yang tumbuh di pinggiran.