Mencari Kebebasan melalui The House of Light

Judul BukuThe House of Light
PenulisJulia Green
PenerjemahNadya Andwiani
PenerbitBhuana Ilmu Populer
Kota TerbitJakarta
Tahun Terbit2020
Halaman228 halaman
ISBN978-623-04-0039-1

Bagaimana rasanya hidup di tempat terpencil yang penuh kekangan dan pengawasan? Itulah yang dialami Bonnie, anak perempuan 13 tahun, dan Granda, kakek tua 74 tahun. Mereka tinggal berdua di sebuah pulau yang jumlah penduduknya dicatat setiap saat. Penjaga Perbatasan menghitung penduduk yang datang dan pergi.

Otoritas menginginkan semua orang tetap tinggal di tempat sehingga bisa dihitung dan dikendalikan. Mereka melarang warga berjalan-jalan di dekat pantai. Mereka menyebarkan berita bahwa pulau-pulau lain teracuni oleh penyakit dan kematian. Mereka menebar kebohongan dan ketakutan, membatasi kegiatan penduduk, juga merampas kebebasan.

Namun, Bonnie bukanlah anak penakut. Kakeknya mengajari banyak hal, tak hanya pelajaran-pelajaran di sekolah, tetapi juga tentang kehidupan. Beliau menyampaikan apa yang tak sekolah ajarkan, memperlihatkan apa yang sekolah sembunyikan.

Bonnie tidak suka sekolah. Ia lelah diteriaki dan diledek karena ia berbeda. Ia bosan membaca Tata Tertib Perilaku Warga Sipil setiap pagi dan menyalin Kewajiban-Kewajiban Warga Negara setiap hari. Baginya, sekolah itu menyiksa.

Meski hidup tanpa peran ayah dan ibu, bimbingan Granda lebih dari cukup. Ayahnya meninggal sebelum dirinya lahir. Ibunya pergi meninggalkan pulau, meninggalkan dirinya untuk hidup berdua dengan Granda.

Bonnie mengenal Frances, ibunya, melalui foto-foto dan surat-surat yang masih disimpan Granda. Bonnie tidak punya memori apa pun tentang Frances. Ia memahami ibunya dari cerita-cerita yang dituturkan Granda.

Granda membuatnya percaya bahwa masih ada tempat di dunia yang penduduknya hidup bebas dengan kayak. Tempat yang memungkinkan adanya kesetaraan dan keadilan. Tempat ketika orang-orang dihargai. Tempat ketika dongeng, sastra, musik, dan seni dianggap penting.

Baca Juga  Perempuan dalam Belenggu Ketidakadilan dan Marginalisasi

Kehidupan Bonnie mulai berubah ketika ia menemukan sebuah perahu terdampar bersama seorang anak laki-laki seumuran dengannya. Nama anak itu Ish. Bonnie membawa Ish ke rumahnya. Ia menyembunyikan anak itu di pakus belakang rumah karena Penjaga Perbatasan melarang orang asing mendarat. Terlebih, Ish tidak punya dokumen resmi.

Bonnie membawakan Ish makanan dan obat-obatan setiap hari. Ia juga mengirim selimut, mantel, bot, dan peta. Mereka saling bercerita dan menggambar bersama. Bonnie tidak pernah punya sahabat. Bertemu dengan Ish membuatnya merasakan bagaimana akrab dengan orang yang sebaya dirinya.

Dari Ish, Bonnie tahu ada kehidupan lain yang lebih baik di luar pulaunya. Harapannya kembali bersinar. Ia ingin pergi. Ia ingin mencari ibunya. Namun, ia mengkhawatirkan Granda. Ia tidak tega meninggalkan Granda hidup sendirian dalam aturan Penjaga Perbatasan yang setiap hari semakin ketat dan tidak masuk akal.

Bonnie ragu untuk pergi. Tetapi, ia ingin bebas. Satu-satunya solusi, ia harus membujuk Granda yang tua dan renta untuk ikut serta meninggalkan pulau. Menggunakan perahu Ish, mereka bertiga akhirnya kabur dari Penjaga Perbatasan.

Setelah berhasil meninggalkan pulau, mereka masih dihantui perasaan takut. Takut dikejar Penjaga Perbatasan dan ditangkap. Takut tidak menemukan daratan dan terjebak di lautan selamanya.

The House of Light mengajarkan pembaca untuk selalu memupuk impian dan berani mengejar impian itu. Karena kita berani bermimpi, dan kita juga harus berusaha mendapatkannya. Seperti Bonnie yang menginginkan bebas dari kekuasaan yang sewenang-wenang, ia tidak takut berlayar. Ia tidak takut terombang-ambing di laut, kedinginan, dan kelaparan. Ia punya setitik harapan. Meski hanya setitik, harapan itulah yang membawanya pada kebebasan.

Bonnie belum pernah mengarungi lautan lepas. Sekarang, ia punya perahu dan teman baru. Bonnie tentu saja tidak akan meninggalkan kesempatan itu hanya karena rasa takut. Dari sini, kita belajar untuk membuang rasa ragu dan tidak melewatkan peluang. Dalam menjalani hidup, kita harus yakin pada diri kita sendiri.

Baca Juga  Kehidupan Politik Indonesia Modern Tak Lepas dari Akar-Akar Kekuasaan Tradisional

Buku ini juga menyajikan hubungan harmonis antarkeluarga. Granda membesarkan Bonnie seorang diri. Ia mengambil peran ayah, ibu, dan kakek sekaligus. Bonnie dengan telaten merawat kakeknya ketika Granda memasuki usia senja. Mereka saling menjaga dan melindungi.

Julia Green menuliskan The House of Light dengan sangat indah. Ia berhasil mempengaruhi emosi pembaca melalui kisah Bonnie dan Granda. Meski terlihat seperti bacaan ringan, buku ini sebenarnya tidaklah ringan. Tema yang diangkat begitu gelap.

Cover buku ini juga sangat cantik dan menarik. Ilustrasinya mewakili keseluruhan isi buku. Selain itu, gaya terjemahan Nadya Andwiani juga mengalir dan mudah dipahami sehingga membuat pembaca penasaran untuk membaca halaman selanjutnya.

Selain kelebihan di atas, kekurangan dari buku ini, yaitu karena hanya menggunakan sudut pandang Bonnie dan Granda, pembaca tidak tahu keseluruhan kisah. Beberapa kejadian mungkin terlihat membingungkan dan tidak masuk akal.

Meski mengambil sudut pandang anak kecil, novel setebal 228 halaman ini cocok dibaca oleh semua kalangan usia. Buku ini menjabarkan banyak hal tentang kehidupan, ketakutan, keputusasaan, harapan, keberanian, keyakinan, dan kehilangan. Bagi yang menyukai kisah-kisah bernuansa gelap, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *