Ketika Negara-Negara Asia Memberitakan G30S

Judul BukuG30S dan Asia; Dalam Bayang-Bayang Perang Dingin
EditorKurasawa Aiko dan Matsumura Toshio
PenerbitPenerbit Buku Kompas
Kota TerbitJakarta
Tahun Terbit2016
Halamanxxvi + 308 halaman
PenerjemahTh. Bambang Murtianto, A. Dahana, Ishigure Hirotaka, Kurasawan Aiko, Matsumura Toshio

Kisah Gerakan 30 September (G30S) tidak habis-habisnya untuk dikupas. Beberapa tahun yang lalu, kajian mengenai pandangan berbagai media massa negara-negara barat terhadap peristiwa berdarah pada 1965 ini telah diterbitkan dalam buku besar G30S dan Dunia (2013).

Buku ini, G30S dan Asia; Dalam Bayang-Bayang Perang Dingin, merupakan hasil seminar tim peneliti G30S dari Waseda University di LIPI Jakarta pada 2015. Buku ini berusaha mengisi celah yang ditinggalkan buku G30S dan Dunia. Alih-alih memfokuskan diri dengan media massa negara-negara barat, buku ini memfokuskan pada wilayah Asia, terutama negara-negara Asia timur, dalam memandang peristiwa G30S.

Mengutip arsip Tiongkok yang sempat dibuka selama beberapa waktu, terkuak fakta komunikasi dan kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok. Berulang kali kedua negara ini mengadakan kerja sama, seperti kerja sama dalam bidang teknologi nuklir serta tenaga medis untuk menjaga kondisi Sukarno. Bahkan, dalam salah satu pertemuan D. N. Aidit dan pejabat Tiongkok, sudah tersiar kabar “rencana besar” yang akan terjadi di Indonesia dalam waktu dekat. Meski tidak jelas apa yang rencana besar tersebut, pikiran yang menduga bahwa ia adalah G30S tidak dapat dihindari.

Setelah G30S terjadi dan kekerasan terhadap PKI mulai terjadi beberapa hari setelahnya, pemerintah Tiongkok, mengutip Taomo Zhao dalam tulisan Tiongkok dan G30S dalam buku ini, mulai menjaga jarak mereka dengan Indonesia. Meski mereka memberikan kesempatan bagi anggota PKI yang masih berada di Tiongkok untuk mendapatkan perlindungan dan menyuarakan protes mereka, media massa Tiongkok memilih untuk menyalahkan PKI yang mengambil langkah gegabah dalam peristiwa G30S.

Baca Juga  Mencari Kebebasan melalui The House of Light

Ketika Tiongkok memilih untuk menjaga jarak dan sibuk dengan urusan mereka (terlebih pada waktu yang hampir bersamaan terjadi Revolusi Kebudayaan di Tiongkok), pemerintah Taiwan menggunakan peristiwa kekerasan kepada PKI sebagai cara untuk menyerang Tiongkok.

Dengan menuduh G30S terjadi karena ulah pemerintah Tiongkok, pemerintah dan media massa Taiwan turun tangan menawarkan bantuan ekonomi kepada Indonesia. Ketika Suharto mendapatkan posisi kunci sebagai pemegang kuasa di Indonesia, Taiwan, dan juga Jepang, menjadi dua negara pertama yang andil memberikan uluran bantuan ke Indonesia.

Media Korea Selatan dan Korea Utara, dua negara dengan idelogi yang sangat berseberangan, memberitakan G30S sesuai dengan ideologi negara mereka. Korea Utara, yang juga disuarakan oleh media massa Vietnam, memberitakan kekerasan yang sistematis dan kejam yang dilakukan pemerintah kapitalis terhadap PKI, sementara pemerintah Korea Selatan memberitakan G30S dengan mengambil perspektif kontra terhadap PKI.

Sementara, di ruang yang berbeda, media massa Jepang tidak tertarik memberitakan G30S. Mengutip tulisan Kurasawa Aiko berjudul Pemberitaan Media Jepang dan G30S dalam buku ini, Jepang memilih untuk mengurusi urusan domestik mereka alih-alih memberitakan G30S dan kekerasan terhadap PKI di Indonesia. Hanya publikasi dari Partai Komunis Jepang yang secara aktif menyuarakan suara dukungan terhadap PKI (serta suara penolakan terhadap Tiongkok).

Melihat pemberitaan G30S dalam media massa beberapa negara di Asia, dapat dikatakan bahwa peristiwa tersebut tidak hanya berpengaruh di Indonesia. G30S memiliki andil besar menentukan langkah negara-negara Asia dalam memandang Indonesia, baik sebelum G30S maupun sesudah G30S terjadi.

Buku G30S dan Asia menyajikan dinamika G30S di beberapa negara Asia dengan cara yang dinamis dan menarik. Buku ini berhasil mengemas G30S tidak hanya mengenai Indonesia, tetapi juga mengenai Indonesia dalam arus sejarah Asia, dan pengaruh negara-negara Asia terhadap Indonesia.

Baca Juga  Pengakuan Status Eksil G30S bukan Pengkhianat Sejarah, Apa Cukup?

Meski begiti, terdapat sedikit catatan mengenai buku G30S dan Asia. Dalam beberapa bab, terdapat banyak kesalahan ketik yang dilewatka editor. Kesalahan ketik, yang dalam beberapa kasus, cukup mengganggu pembaca.

Terlepas dari kekurangan buku ini, buku G30S dan Asia dapat menjadi bacaan wajib bagi siapa pun yang ingin mendalami sejarah G30S dalam perspektif global, melihat bagaimana negara luar memberitakan peristiwa berdarah tersebut.

Bagi mereka yang mendalami terbitan berkala (seperti saya) maupun yang aktif meneliti historiografi Indonesia, pendekatan surat kabar yang digunakan buku ini menegaskan bahwa terbitan berkala dapat menjadi referensi kunci untuk mendalami sejarah Indonesia masa kontemporer.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *