Hutan, merupakan satu kata yang mewakili kehidupan 8,2 miliar umat manusia. Ia tidak hanya sekumpulan pepohonan yang sekadar menjadi pajangan. Ia adalah pokok kehidupan manusia, separuh nyawa umat manusia.
Hutan berperan penting dalam menjaga sistem pengaturan tata air dan mengendalikan erosi tanah. Akar pepohonan dalam sebuah hutan mampu menjaga tanah sehingga tidak mudah runtuh. Ia juga mampu menyerap air hujan untuk disimpan terus-menerus. Tidak hanya itu, hutan juga berperan dalam menjaga keberlangsungan ekosistem di bumi.
Namun, kenyataan di lapangan, masih saja ada ketidakpedulian terhadap hutan. Mengutip Data Deforestasi Indonesia 2023 yang diterbitkan Auriga Nusantara, ditemukan bahwa tingkat deforestasi Indonesia pada 2023 lalu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2022, deforestasi di Indonesia mencapai 230.760 hektare, sedangkan pada 2023, meningkat menjadi 257.384 hektare.

Lebih lanjut, berdasarkan konsesi, deforestasi di Indonesia pada 2023 didominasi untuk penggunaan kebun kayu (HTI), yang mencapai 36.247 hektare. Kemudian diikuti dengan konsesi logging (HPH) sebesar 29.941, dan sawit yang mencapai 20.745 hektare. Dengan perincian seperti ini, hasil deforestasi umumnya akan dijual langsung, atau diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi untuk meningkatkan nilai jualnya.
Realita tersebut mengundang sebuah pernyataan dan pertanyaan. Pernyataan, bahwa deforestasi telah menjadi masalah serius di Indonesia. Pertanyaan, yang akan diuraikan dalam tulisan ini, adalah apakah Indonesia akan kiamat, dalam arti berpotensi mengalami lebih banyak bencana, jika gelombang deforestasi hutan-hutan di Indonesia tidak dapat dikendalikan?
Deforestasi Selayang Pandang
Menurut Food and Agricultural Organisation, deforestasi adalah usaha konversi lahan hutan untuk penggunaan lainnya, atau pengurangan tajam dari tutupan lahan di bawah ukuran yang ditentukan, yakni 10%. Sementara itu, World Bank mendefinisikan deforestasi sebagai hilangnya tutupan lahan secara permanen atau sementara. Terakhir, menurut Sunderlin & Resosudarmo dalam buku berjudul Laju dan Penyebab Deforestasi di Indonesia: Penelaahan Kerancuan dan Penyelesaiannya, deforestasi adalah hilangnya areal hutan untuk segala macam penggunaan, dan hilangnya areal hutan yang tidak menghasilkan kayu.
Dari ketiga definisi di atas, dapat dikatakan bahwa deforestasi adalah kegiatan mengurangi luas hutan dengan berbagai cara dan dimanfaatkan dalam berbagai tujuan, baik secara permanen maupun sementara.
Mengutip Clearestha Nakita & Fatma Ulfatun Najicha dalam artikel berjudul Pengaruh Deforestasi dan Upaya Menjaga Kelestarian Hutan di Indonesia, deforestasi umumnya dilakukan untuk membangun perkebunan sawit, tempat tinggal, infrastruktur, manufaktur, dan lainnya. Metode yang digunakan juga bervariasi, seperti membakar lahan atau menebangnya menggunakan mesin.
Deforestasi sebagai Sebuah Bencana
Sebagai sebuah upaya untuk mengurangi luas hutan dengan pembakaran atau mesin, deforestasi mengundang banyak bencana bagi masyarakat.
Sebagai contoh, pada 2023, banjir bandang menimpa Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Akibatnya, sebanyak 41 rumah terendam air dan lumpur. Banjir ini diduga disebabkan oleh gundulnya hutan di pegunungan Kundul.
Tidak hanya bencana banjir, deforestasi juga dapat menyebabkan longsor. Sebagai contoh, pada 2021 lalu, sebuah bencana longsor terjadi di Desa Ampelgading, Kecamatan Selorejo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Longsor diduga terjadi akibat gundulnya hutan pinus di area tebing beberapa waktu yang lalu.

Deforestasi tidak hanya menghasilkan bencana alam. Ia juga menghasilkan bencana ekonomi. Salah satu contoh menarik, adalah bencana yang menimpa wilayah Pesanggeran, Banyuwangi. Nelayan setempat mengalami penurunan pendapatan dari hasil tangkapan melaut. Ini terjadi karena efek samping beroperasinya tambang emas di wilayah tersebut, yang dibangun dengan menebangi hutan-hutan yang ada di daerah itu.
Tidak berhenti dengan persoalan bencana alam dan ekonomi, deforestasi juga membawa bencana sosial. Contoh dari bencana sosial ini adalah terjadinya konflik sosial antara masyarakat adat dengan PT Mayawana Persada. Dilansir melalui pemberitaan Betahita.id, Mayawana Persada melakukan deforestasi terhadap hutan masyarakat adat tanpa izin. Mereka juga menyerobot tanah masyarakat tanpa izin, memancing kekesalan masyarakat adat.
Sebagai akibatnya, masyarakat mendatangi lokasi kamp pekerja, mengusir mereka yang masih bertahan di kamp. Kunci ekskavator perusahaan disita oleh mereka. Hingga saat ini, masyarakat adat masih memperjuangkan keadilan bagi mereka yang telah diserobot oleh Mayawana Persada.
Indonesia Tanpa Hutan
Gelombang deforestasi di Indonesia tentu mengancam keberadaan hutan-hutan di negeri ini. Apa jadinya jika hutan-hutan tersebut lenyap akibat deforestasi? Setidaknya ada tiga hal yang akan terjadi karena lenyapnya hutan-hutan tersebut.
Pertama, hilangnya keanekaragaman hayati. Mengutip Agus Setiawan dalam artikel berjudul Keanekaragaman Hayati Indonesia: Masalah dan Upaya Konservasinya, Indonesia diakui sebagai negara dengan keragaman hayati yang besar, selain itu ndonesia juga merupakan negara dengan penurunan keanekaragaman yang tinggi. Namun dalam hal spesies terancam punah, Indonesia menempati posisi kedua dengan 583 spesies terancam yang dimiliki. Sebelumnya, ProFauna Indonesia menyatakan bahwa 68 spesies sangat terancam punah, 69 spesies terancam punah, dan 517 spesies rentan.
Kedua, kenaikan gas karbon. Mengutip Sri Maryani dalam artikel Pengaruh Deforestasi dan Tingkat Kebakaran Hutan terhadap Tingkat Emisi Gas Rumah Kaca, luas hutan memiliki pengaruh terhadap kenaikan gas rumah kaca. Apalagi hutan berperan sebagai penyerap gas karbon. Sehingga mempersempit luas hutan sama dengan memperparah efek rumah kaca.

Pengaruh tersebut dibuktikan dengan data emisi gas rumah kaca periode 2010-2016 pada grafik diatas. Sejak 2010 hingga 2016 menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan emisi gas rumah kaca yang signifikan, bersumber dari sektor kebakaran hutan dan alih fungsi lahan. Artinya semakin intensif kegiatan alih fungsi lahan yang terjadi terhadap hutan-hutan di Indonesia, semakin besar kadar gas rumah kaca yang ada di atmosfer. Dalam jangka panjang, ini akan berpengaruh pada perubahan iklim, mendorong terjadinya banyak bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor.
Ketiga, semakin luasnya degradasi lahan. Degradasi lahan merupakan proses penurunan produktivitas lahan, baik yang bersifat sementara maupun tetap. Mengutip A. Masfia dan Agung Rahadi dalam artikel berjudul Pengaruh Menurunnya Kualitas Lahan Pertanian terhadap Aktivitas Pertanian Bernuansa Organik di Wilayah Bandung dan Sekitarnya, degradasi lahan berakibat pada turunnya produktivitas tanah. Struktur tanah yang terdegradasi memiliki kualitas yang buruk sehingga akan memicu pergerakan, pemadamam, aliran banjir, dan erosi. Salah satu peristiwa yang terjadi sebagai akibat degradasi lahan adalah kegagalan panen yang menimpa lahan pertanian di Desa Cimencrang, Bandung.
Pada akhirnya, gelombang deforestasi yang melanda Indonesia merupakan sebuah hal yang serius. Selain dapat mengerus luas hutan Indonesia, ia juga meninggalkan berbagai bencana, baik bencana alam, bencana ekonomi, maupun bencana sosial. Jika kondisi tersebut terus berlanjut, bukan tidak mungkin, Indonesia akan menjadi negara tanpa hutan, meningkatkan risiko kiamat lingkungan yang akan menimpa negara ini.