Fakta dan Sejarah Atlantis, Peradaban yang Hilang

Dewasa ini, keberadaan Atlantis eksis sebagai mitos. Kota ini, yang dikatakan menyimpan banyak keajaiban tersembunyi, menjadi daya tarik bagi banyak kalangan hingga hari ini.

Mitos mengenai Atlantis disebutkan di dalam buku karya Plato berjudul Timaeus dan Critias. Buku ini memuat dialog percakapan antara Socrates, Hermocrates, Timaeus, dan Critias.

Dalam karya tersebut, Plato mendeksripsikan Atlantis sebagai kerajaan yang kuat dan maju. Namun, sekitar tahun 9.600 SM, kota ini tenggelam dalam satu hari ke laut.

Ilustrasi Atlantis, peradaban kuno yang menghilang secara tiba-tiba karena bencana alam, courtesy of TheCollector

Dalam kurun waktu 2.400 tahun, desas-desus mengenai Atlantis masih diminati oleh para filsuf dan sejarawan. Kisahnya mulai digali kembali sejak abad ke-19, ketika beberapa kalangan mencoba menghubungkan kisah Atlantis dengan berbagai lokasi-lokasi bersejarah.

Penuturan Plato mulai dikaitkan dengan berbagai tempat fenomenal. Salah satu tempat yang umum diyakini sebagai Atlantis adalah Santorini, Yunani, yang hancur karena letusan gunung berapi pada 1.600 SM.

Atlantis Menurut Deskripsi Plato

Plato, melalui Timaeus dan Critias, mendeskripsikan Atlantis sebagai pulau yang lebih besar dari Libya dan Asia kecil yang disatukan. Pada umumnya, letak Atlantis diasumsikan sebagai Selat Gibraltar.

Melansir situs History.com, Atlantis memiliki kebudayaan yang maju. Konstitusi yang berlaku di wilayah tersebut mirip seperti apa yang dikisahkan dalam karya Plato yang lain, Republik.

Plato, filsuf Yunani kuno yang mengisahkan Atlantis untuk pertama kalinya, courtesy of Britannica

Ketika Atlantis menjadi kuat, mengutip History.com, etika dan moral mereka menjadi melemah, meski tentara mereka berhasil menaklukkan Afrika hingga sejauh Mesir dan Tyrrhenia.

Karena tabiat mereka yang sudah melampaui batas, Atlantis dijatuhi hukuman oleh sang Ilahi. Hukuman tersebut berupa gempa bumi dan banjir, menyebabkan wilayah ini tenggelam ke dalam lautan yang berlumpur.

Masih menurut History.com, dikatakan bahwa Plato mendengar kisah Atlantis dari kakeknya, sementara kakeknya mendengar kisah tersebut dari Solon, seorang negarawan Athena, atau 300 tahun sebelum Plato. Kakek Plato mempelajari kisah ini dari seorang pendeta Mesir, yang mengatakan bahwa kisah Atlantis terjadi 9.000 tahun sebelum itu.

Sampul buku Timaeus dan Critias edisi bahasa Indonesia, courtesy of Mizanstore

Terlepas apakah Plato memercayai kisah tersebut atau tidak, melalui gaya Plato dalam bercerita, tampak bahwa dirinya telah menggunakan kisah Atlantis untuk menggambarkan negara yang ideal. Ia menggunakan kisah tersebut untuk mendeksripsikan kisah-kisah kemenangan dan bencana pada zaman kuno, untuk mengingatkan manusia kepada peristiwa yang lebih baru, seperti Perang Troya atau invasi Athena ke Sisilia pada 413 SM.

Baca Juga  Fenomena Penganggur di Indonesia yang Terus Meroket

Kisah Atlantis menurut penuturan Plato sangat kontroversial pada zaman itu. Crantor, seorang pengikut Plato, memercayai kisah Plato. Di sisi lain, Strabo, yang menulis beberapa abad kemudian, mencatat lelucon Aristoteles tentang kemampuan Plato untuk menyulap kisah bangsa-bangsa untuk kepentingannya. Besar kemungkinan, Strabo berada di tengah, antara pihak memercayai kisah Atlantis dan yang tidak percaya sama sekali.

Kemunculan Kembali Kisah Atlantis

Pada abad-abad pertama era Kristen, sebagian pernyataan Aristoteles mulai dikutip. Salah satunya, yakni kisah Atlantis, mulai dibahas oleh orang-orang berikutnya.

Sebagai contoh, Francis Bacon, filsuf dan ilmuwan Inggris, menerbitkan novel utopis berjudul The New Atlantis pada 1627. Novel utopis tersebut menggambarkan suatu masyarakat yang maju secara politik dan ilmiah di pulau yang tidak dikenal sebelumnya. Tulisan tersebut menyerupai kisah Atlantis yang digambarkan Plato dalam Timaeus dan Critias.

Bagian judul buku The New Atlantis edisi 1628, novel utopia tak tuntas oleh Francis Bacon, courtesy of Wikipedia

Pada 1882, Ignatious L. Donnelly, seorang anggota kongres Amerika Serikat, menerbitkan karya berjudul Atlantis: The Antediluvian World. Karya tersebut meramaikan karya-karya sebelumnya, yang telah mencoba untuk belajar dan menemukan lokasi Atlantis yang bersejarah.

Melansir History.com, Donnelly menerbitkan sebuah hipotesis mengenai sebuah peradaban maju, dengan penduduk yang telah menghuni sebagian besar Eropa kuno, Afrika, serta Amerika. Pahlawan dalam buku tersebut, yang berasal dari Atlantis, mengilhami mitologi Yunani, Hindu, dan Skandinavia. Teori-teori Donnelly dipopulerkan dan dielaborasi kembali oleh para teosofis abad ke-20.

Pada masa berikutnya, para arkeolog dan sejarawan menemukan bukti tentang adanya sebuah kota prasejarah yang berada di pesisir Spanyol. Penemuan tersebut menjadi salah satu dasar dugaan keberadaan kota Atlantis yang menghilang tiba-tiba.

Memiliki Nilai Kebenaran

Sebagian ilmuwan meyakini keberadaa Atlantis. Berdasarkan artikel yang diterbitkan National Geographic, Robert Ballard menyatakan bahwa tidak ada pemenang Nobel yang menyatakan bahwa apa yang ditulis Plato tentang Atlantis adalah benar.

Baca Juga  Pemilu Sistem Proposional Terbuka dan Perbaikan Demokrasi di Indonesia pada Era Reformasi

Menurutnya, legenda Atlantis merupakan peristiwa yang paling logis. Ini didasarkan bahwa bencana dahsyat, seperti banjir dan ledakan gunung berapi, telah terjadi sepanjang sejarah, termasuk satu peristiwa yang disinyalir mempunyai kesamaan dengan kisah hancurnya Atlantis.

Robert Ballard (lahir 1942), tokoh yang menyatakan bahwa Atlantis merupakan peristiwa yang logis, courtesy of Nautilus Live

Masih menurut artikel National Geographic, letusan gunung berapi menghancurkan pulau Santorini di Laut Augea sekitar 3.600 tahun yang lalu. Kala itu, masyarakat Minoa, yang memiliki peradaban maju dan di Santorini, menghilang secara tiba-tiba di waktu yang hampir bersamaan dengan letusan gunung berapi.

Ballard sendiri tidak mengatakan bahwa Santorini adalah Atlantis, sebab waktu letusan yang terjadi di pulau tersebut tidak bertepatan dengan waktu hancurnya Atlantis berdasarkan kisah Plato.

Di sisi lain, James Romm, seorang profesor kepurbakalaan di Bard College, New York, melansir National Geographic, percaya bahwa Plato menciptakan kisah Atlantis untuk menyampaikan beberapa teori filosofisnya. Romm mengatakan bahwa Atlantis merupakan gagasan-gagasan Plato tentang kodrat Ilahi versus manusia, masyarakat ideal, kerusakan bertahap pada masyarakat manusia. Kisah Atlantis, menurutnya, adalah “kendaraan yang berbeda untuk mendapatkan beberapa tema favoritnya.”

Pandangan Romm sejalan dengan pendapat Charlos Orser, kurator sejarah di New York State Museum. Ia menyatakan bahwa Atlantis merupakan peradaban maju, yang karena keserakahan, dihancurkan oleh para dewa. Sebagai hukuman, para dewa mengirimkan api dan gempa bumi yang mengerikan selama satu malam, sehingga membuat wilayah tersebut tenggelam ke dasar laut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *