Seorang teman membagikan postingan sebuah penjaja konten sejarah kepada saya. Ia, yang kritis terhadap segala hal yang berbau kesejarahan, terlebih semenjak saya ajak menulis dalam komunitas ini, mengungkapkan kekesalannya. Ia merasa ilustrasi postingan yang diterbitkan halaman tersebut tidak berempati terhadap keluarga Philip Mark Mehrtens, pilot Susi Air yang hingga saat ini menjadi sandera Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua.
Kekesalannya mengingatkan saya dengan cuitan Rafando terhadap penjaja konten sejarah yang sama. Ia mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rasa empati terhadap penyintas tragedi 98 dan mereka yang menjadi korban serta penyintas peristiwa 1965. Ia menekankan bahwa sebuah konten sejarah, terutama di jagat internet, tidak hanya soal kualitas dan kecepatan, tetapi juga wajib menekankan perasaan empati terhadap mereka yang mengalami peristiwa tersebut.
Sejarawan, sebagai orang yang menceritakan kembali sebuah peristiwa pada masa silam, tidak hanya bertugas sebagai penulis dan peneliti. Mereka juga berperan sebagai “support system”, yang menggugah perasaan empati pembaca dan masyarakat yang menikmati tulisannya. Dengan menyajikan sejarah yang empati, diharapkan mereka yang membaca tulisan yang dihasilkan sejarawan dapat merasakan pahit, pedih, dan getir kehidupan mereka yang dikisahkan.
Tanpa empati, sejarah hanyalah tulisan kering tanpa makna. Terlebih, dengan semakin berkembangnya komunitas penjaja konten sejarah di media sosial, sejarah yang ditampilkan tanpa memikirkan perasaan orang lain menegaskan bahwa mereka hanya mengejar “traffic” semata. Selama konten mereka populer dan menghasilkan klik, mereka tak perlu ambil pusing untuk bertanggung jawab atas konten yang mereka hasilkan.
Sebagai orang yang bertugas menghidupkan kembali masa lalu dalam realita masa kini, sejarawan berperan dalam pemberdayaan masyarakat. Melalui tulisan-tulisan yang mereka hasilkan, mereka mengajak masyarakat untuk memahami dinamika kehidupan manusia pada masa silam, dengan manis, pahit, dan getir yang ada. Sejarah yang menekankan empati adalah jalan bagi manusia untuk menjadi humanis.