Apakah Media Populer Solusi atas Penyajian Sejarah di Indonesia?

Masih banyak masyarakat yang kurang melek akan sejarah Indonesia. Kondisi ini terjadi karena penyajian sejarah masih monoton dan kurang memantik minat masyarakat. Ditambah dengan minat baca yang rendah, merujuk survei dari Program for International Student Asessment (PISA) pada 2019, Indonesia ada di peringkat ke-62 dari 70 negara, membuat pendidikan sejarah di Indonesia yang mengandalkan model klasik melalui buku dan tulisan semata, terasa kurang efektif.

Ketika penyajian sejarah dirasa gagal mengunggah minat belajar, masyarakat cenderung memilih menyelami sejarah melalui media-media populer. Media seperti animasi, konten audio visual, infografis, hingga meme, menyuguhkan kajian sejarah dengan lebih segar dan memikat. masyarakat lebih mudah memahami seluk beluk masa lalu melalui media-media ini dibandingkan tulisan.

Menurut hemat saya, ini merupakan hal yang positif. Namun, belajar sejarah melalui media populer masih memiliki catatan yang perlu digarisbawahi. Menurut Sartono Kartodirdjo dalam artikel berjudul “Fungsi Pengajaran Sejarah dalam Pembangunan Nasional” yang dimuat pada Harian Kompas tanggal 26 September 1988, pengajaran sejarah tidak hanya berfungsi memberikan pengetahuan akan fakta sejarah saja, namun juga untuk membangkitkan kesadaran sejarah.

Sejauh ini, media populer yang biasa digunakan untuk menyajikan sejarah di Indonesia masih belum menggugah kesadaran sejarah masyarakat. Para konten kreator hanya sebatas mencari atensi hiburan saja. Mereka belum mampu menghasilkan konten yang membuat pengunjungnya memiliki kesadaran kritis akan sejarah.

Sebagai contoh, konten sejarah yang disajikan melalui media populer, terutama meme, masih sebatas memberikan narasi masa lalu kepada penikmatnya. Mereka melihat konten-konten tersebut sebagai sarana hiburan, belum mampu tergerak untuk menyelidiki konten-konten tersebut lebih mendalam. Alhasil, masa lalu yang mereka ketahui belum mampu mereka tempatkan dalam konteks ruang dan waktu.

Baca Juga  Filsafat dan Agama, Dua Jalan Mencapai Kebenaran

Bisa dikatakan, penggunaan media populer untuk belajar sejarah masih sebatas “inspirasi” belaka. Mengutip Putu Prima Cahyadi, ketika berbicara mengenai “anime” sebagai “pintu masuk” untuk menyelami sejarah lebih jauh, jangan sampai media populer hanya mampu mengemas sejarah semata, namun tak berhasil menggugah penikmatnya untuk memahami lebih dalam lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *