Dalam sebuah server Discord sejak pagi [1 Maret 2022] tadi, seorang anggota bertanya kepada saya mengenai kesejarahan. Pada awalnya, ia bertanya mengenai dilema sejarawan dalam membaca sumber sejarah, sebuah permasalahan klasik yang hingga saat ini sulit menemukan kesepakatan antarsejarawan. Diskusi berlanjut mengenai pembahasan atas “fakta” dalam sejarah, dan untuk membangun diskusi menjadi lebih menarik, saya sediakan beberapa refrensi sebagai bahan bacaan. Terakhir, sebagai penutuh, saya mengunggah tulisan-tulisan lama saya mengenai sejarah di beberapa komunitas.
Dari pembacaan atas kumpulan tulisan yang saya susun, ia menyampaikan sebuah pendapat yang menarik, bahwa terdapat masalah mendasar dalam cara pandang masyarakat, khususnya di Indonesia, terhadap sejarah. Dua buah tulisan [saya di grup SEJARAH INDONESIA DAN DUNIA (SID)], yakni mengenai “hitam dan putih” serta “matahari terbit dari barat” [akan diterbitkan secara berseri dalam situs ini], merujuk ke satu cara pandang besar, yakni kecenderungan masyarakat kita yang melihat sejarah sebagai hal yang hanya memiliki narasi tunggal. Narasi yang berada di luar pemahaman kolektif masyarakat, alih-alih dimaknai sebagai sarana untuk memperkaya pemahaman kesejarahan, justru dikesampingkan, hanya dipandang sebagai “alternatif”.
Apa yang menjadi dasar masyarakat kita memandang sejarah sebagai demikian? Banyak cara untuk menjawab pertanyaan ini, mulai dari pendidikan sejarah di ruang ajar, mentalitas historis masyarakat yang rendah, hingga kemampuan literasi yang tidak membudaya. Saya memilih untuk tidak menjabarkan jawaban dari tiga poin di atas, dan beralih ke titik yang menjadi awal dalam kehidupan seseorang belajar sejarah, yakni memahami apa yang dimaksud sebagai sejarah itu sendiri.
Apa itu sejarah? Sekilas, kita akan berpendapat sejarah adalah masa lalu. Apa yang terjadi pada masa lalu adalah sebuah sejarah. Terlebih, dengan pemahaman sejarah, yang ditarik secara etimologi, berfokus pada kata “syajaratun”, berarti “pohon” dalam bahasa Arab, sejarah dimaknai sebagai kumpulan masa lalu yang disusun secara kronologi, membentuk sebuah kisah. Apakah itu merupakan sebuah sejarah? Bagi saya, penjelasan di atas masih belum memberikan penjelasan lebih dalam.
Membaca Histories, karya Herodotus, kita akan menemukan bahwa kisah yang disajikannya tidak sebatas sederetan fakta mengenai Yunani Kuno. Terdapat proses interpretasi, mengolah kembali apa yang ia dengar, baca, lihat, dan temukan dalam perjalanan melintasi wilayah dan masyarakat Yunani Kuno dan wilayah luar. Herodotus memilah kisah yang merupakan realita dan masih berlangsung pada masa hidupnya, dan mana yang merupakan sebuah catatan yang sudah mengalami perubahan atau ditinggalkan oleh masyarakat tersebut.
Menarik cara Herodotus berpendapat dalam Histories, bisa dikatakan bahwa sejarah tidak tampil sebagai masa lalu, tetapi merupakan sesuatu mengenai masa lalu. Masa lalu yang ditampilkan dalam sejarah adalah cara pandang sejarawan (atau mereka yang melakukan proses rekonstruksi) terhadap masa lalu, yang selain tidak dapat ia jangkau kembali, juga hanya bisa ia “terawang” berdasarkan jejak-jejak yang tersedia di hadapannya.
Karena sejarah adalah mengenai masa lalu, narasi yang disajikan akan berbeda sesuai denga jiwa zaman sejarawan yang mengamati peristiwa masa lalu. Tidak ada kisah sejarah yang tampil sama, baik secara penyajian fakta ataupun dalam interpretasi dan argumentasi.
Apa yang waijb dipahami masyarakat kita mengenai sejarah adalah ia adalah kisah mengenai masa lalu, yang disusun melalui proses interpretasi atas berbagai sumber yang dapat ditemukan seorang sejarawan. Alih-alih melihat sejarah memiliki makna yang sama dengan masa lalu, yang menegaskan bahwa narasi sejarah hanya memiliki narasi tunggal, melihat sejarah sebagai pemahaman hidup atas masa lalu akan membuat sejarah tampil berwarna, penuh dinamika.
Diharapkan, pemahaman sejarah demikian dapat memantik mentalitas historis masyarakat, khususnya di Indonesia, bahwa sejarah bukan tampil sebagai perdebatan atas “mana yang paling benar”, tetapi “mana yang lebih meyakinkan untuk dipercayai”.
*Tulisan ini pernah diterbitkan dalam grup Facebook “SEJARAH INDONESIA DAN DUNIA (SID)” pada 1 Maret 2022. Diterbitkan dengan sedikit penyesuaian.
Tautan tulisan