Apakah Perjalanan Waktu dapat Memastikan Kebenaran Sejarah?

Dewasa ini, adegan perjalanan waktu dalam sebuah serial televisi maupun film merupakan adegan yang lumrah ditemukan. Seperti dalam episode Back To The Past dalam kartun SpongeBob SquarePants, kita akan menemukan adegan yang menggambarkn dua karakter utama, SpongeBob SquarePants dan Patrick Star, kembali ke masa lalu bersama dua pahlawan Bikini Bottom, Mermaid Man dan Barnacle Boy. Tindakan kembali ke masa lalu yang dilakukan secara tidak sengaja tersebut mengubah seluruh kehidupan pada masa depan.

Diceritakan, keempat pahlawan kita bertemu Man Ray, tokoh antagonis dalam episode ini. Seharusnya, dalam timeline atau garis waktu yang benar, Man Ray berhasil dikalahkan Mermaid Man dan Barnacle Boy muda, membekukannya dengan menggunakan saus tartar. Akan tetapi, tindakan Patrick yang memakan drum berisi saus tersebut, membuat Man Ray gagal dibekukan. Ia dapat berkeliaran bebas, melakukan berbagai tindak kejahatan.

SpongeBob dan Patrick sedang menyusuri jalan di Man-Ray-Opolis, masa depan yang dipimpin oleh penjahat super Man Ray, courtesy of Encyclopedia SpongeBobia

Lantas, apa yang terjadi pada masa depan? Ketika SpongeBob dan Patrick kembali ke masa depan, ia menemukan bahwa Bikini Bottom berubah menjadi layaknya Ingsoc dalam novel 1984. Man Ray berubah menjadi seorang penguasa diktator. Kamera pengawas mengawasi tindakan seluruh rakyat Bikini Bottom. Bahkan, kebenaran dikendalikan sekehendak hati oleh penguasa Man Ray.

Adegan serupa dapat kita temukan juga dalam film sci-fi populer, Back To The Future. Pada mulanya, Marty bertemu Doc di sebuah mal bernama Twin Pines Mall. Ketika mereka berdua kembali ke tahun 1955, mereka tidak sengaja menabrak dua pohon pinus kembar yang berdiri di sebuah rumah. Berikutnya, ketika mereka kembali ke tahun 1985, nama Twin Pines Mall berubah menjadi Lone Pine Mall, menandakan bahwa masa depan sudah berubah.

Perjalanan Waktu dan Sejarah Kontrafaktual

Perjalanan waktu, bagi sejarawan Indonesia dewasa ini, mungkin akan dianggap sebagai fiksi ilmiah yang konyol. Mereka, yang masih berorientasi pada realita masa lalu, jarang terlintas untuk berpikir secara kontrafaktual. Mereka melihat permasalahan kontrafaktual dalam sejarah merupakan sebuah sesuatu yang tidak ada, sehingga tidak perlu dibahas.

Baca Juga  Ketika Pemerintah Indonesia Terlalu Obsesi Terhadap Beras

Padahal, beberapa sejarawan asing sedikit banyak menyinggung permasalahan perjalanan waktu dalam konteks sejarah. Richard Evans, dalam buku Altered Pasts, membahas tren sejarah kontrafaktual, sebagai salah satu dampak pemikiran akan perjalanan waktu, di Amerika Serikat. Menurutnya, penulis sejarah kontrakfaktual tumbuh dari minat masyarakat Amerika yang sering bertanya mengenai kisah alternatif dalam sejarah. Kisah alternatif tersebut, seperti apa yang terjadi kalau Hitler dibunuh lebih awal atau Nazi berhasil memenangkan Perang Dunia II, melihat bahwa dunia akan luar biasa berubah jika hal tersebut terjadi.

Richard Evans (lahir 1947), sejarawan Amerika Serikat yang aktif mengupas isu sejarah kontrafaktual, courtesy of The Guardian

Menurut Evans, masih dalam buku tersebut, sejarah kontrafaktual tidak hanya sebatas permainan pikiran yang menyenangkan hati (parlor game), semata, seperti yang diungkapkan E. H. Carr. Kontrafaktual memiliki beberapa aspek kebenaran yang dapat digunakan oleh sejarawan profesional.

Namun, dengan sebuah catatan besar, sebuah sejarah alternatif tidak akan terjadi secara total jika hanya satu elemen menghilang sebagai sebab pemantik peristiwa tersebut. Bagi Evans, hilangnya satu faktor, seperti Hitler dibunuh lebih awal, tidak serta merta tidak akan menciptakan partai Nazi di Jerman. Bisa jadi, sebuah partai mirip Nazi akan tetap muncul, entah lebih awal maupun lebih lamban, dengan seorang pemimpin yang memiliki jiwa dan pemikiran seperti Hitler. Ini didasarkan dengan tumbuhnya pemikiran dalam masyarakat Jerman yang menyatakan kekecewaan mereka terhadap hasil Perang Dunia I bagi kehidupan masyarakat Jerman.

Kebenaran Sejarah akan Tercipta?

Kembali ke perjalanan waktu. Sekarang, mari kita duduk dan berimajinasi sejenak. Jika perjalanan waktu merupakan sebuah realita yang mungkin terjadi, dan mesin waktu, baik secara nyata maupun dalam pemikiran abstrak seperti yang digambarkan dalam novel The Time Machine, adalah sesuatu yang nyata, apakah kebenaran sejarah dapat tercapai? Pertanyaan ini penting untuk dibahas, dan kita akan mendalaminya sedikit pada bagian ini.

Baca Juga  Menjaga Lokomotif Uap Indonesia melalui De Bergkoningin

Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang penting untuk diajukan, dengan beberapa dasar. Dasar pertama, banyak pihak yang mengeluh tentang kebenaran sejarah. Mereka, terutama bagi masyarakat yang baru pertama mengenal sejarah, melihat keberagaman kebenaran dalam rekonstruksi sejarah sebagai suatu hal yang aneh. Bagi mereka, kebenaran sejarah merupakan sebuah kebenaran nyata, mengingat masa lalu hanya terjadi sekali, dan setelah terjadi, ia tidak dapat diulang kembali.

Mesin waktu dalam film The Time Macihne (1960), film yang diangkat dari novel klasik H. G. Wells, courtesy of Into Film

Dasar kedua, dan terakhir, adalah adanya keinginan masyarakat untuk mengetahui tentang kisah sejarah dengan lebih benar. Kata benar di sini dapat diartikan sebagai kisah yang memiliki akurasi sama persis dengan peristiwa yang terjadi pada masa silam. Masyarakat menilai, dengan adanya sejarah yang benar, masyarakat dapat diarahkan untuk mencapai kebenaran sejarah, dan tidak perlu repot-repot belajar banyak versi penuturan sejarah.

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, pertanyaan awal yang perlu kita ajukan mengenai perjalanan waktu adalah ke mana ia akan berangkat? Jika perjalanan waktu menuju masa lalu justru mengarahkan seseorang untuk menemukan sebuah kehidupan yang berbeda dengan realita zaman tempat ia hidup, dalam arti berada di semesta lain, kebenaran sejarah yang dituliskan akan tetap tidak dapat dipastikan. Kisah sejarah yang dilihat, sebagai contoh Masa Lalu A, akan tetap menghasilkan narasi yang berbeda, yakni Sejarah A1. Sejarah A1 masih belum cukup tepat untuk mewujudkan kebenaran tunggal dalam sejarah, dan masih mendorong terciptanya lebih banyak sejarah versi lain.

Berikutnya, jika perjalanan waktu menuju masa lalu memungkinkan seseorang untuk mencapai semesta yang sama dengan semesta ketika seseorang hidup, kebenaran sejarah juga belum dapat dipastikan. Mengapa demikian? Untuk menghasilkan sebuah karya sejarah, terutama sejarah yang benar, proses interpretasi sangat menentukan. Meski Masa Lalu A dapat diamati secara langsung, interpretasi atas Masa Lalu A, yang dirasakan melalui pancaindra membuat sejarah masih tetap menghasilkan Sejarah A1. Sejarah A1 masih sebatas mendekati Masa Lalu A, dan bukan benar seperti dirinya.

Baca Juga  Mengembalikan Marwah Kaum Ibu

Dapat dikatakan, keberadaan perjalanan waktu masih belum memastikan adanya sebuah kebenaran sejarah, sejarah yang benar, ataupun narasi tunggal dalam sejarah. Meski dapat kembali ke semesta yang sama, proses interpretasi menghalangi Masa Lalu A untuk dimaknai sebagai Kisah A. Sejarah akan tetap memiliki banyak versi, dan dimaknai sesuai dengan jiwa zaman masyarakatnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *