Alasan Hakiki Mengapa Mahasiswa Wajib Masuk Organisasi Kemahasiswaan

Ada berbagai macam alasan mahasiswa untuk terlibat dalam organisasi kemahasiswaan. Alasan-alasan tersebut dapat kita temukan dalam postingan para influencer di media sosial. Akun Instagram @regitarzd, sebagai contoh, mengatakan bahwa organisasi dapat menambah relasi pertemanan mahasiswa. Narasi yang ia sampaikan tidak jauh berbeda dengan akun @connectedatid, yang menunjukkan bahwa organisasi mahasiswa dapat mempermudah mahasiswa dalam mendapatkan pekerjaan.

Tidak hanya para influencer di media sosial, beberapa artikel yang terbit di situs media arustama juga menekankan pentingnya mengikuti organisasi bagi seorang mahasiswa. Artikel seperti yang diterbitkan Pikiran Rakyat dan Kompas.com menekankan nilai penting organisasi mahasiswa bagi seorang mahasiswa.

Ilustrasi mahasiswa Indonesia, courtesy of Universitas Jenderal Soedirman

Berangkat dari fakta tersebut, saya mencoba untuk membuat sebuah refleksi, menjawab satu pertanyaan substansial mengenai mengapa mahasiswa wajib terlibat dalam organisasi kemahasiswaan. Dengan beangkat dari sebuah logika sederhana, yakni organisasi mahasiswa selalu berada dalam struktur masyarakat, saya mencoba untuk melihat struktur masyarakat Indonesia saat ini, yang penuh dengan ketidakadilan, dan apa yang dapat dilakukan mahasiswa untuk menyikapinya melalui organisasi kemahasiswaan.

Fakta Tragis Struktur Masyarakat Indonesia

Mengutip beberapa data, struktur masyarakat Indonesia saat ini penuh dengan ketidakadilan. Mengutip data yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS), seperti yang disajikan Katadata, sekitar 25,9 juta penduduk masuk dalam kategori miskin per Maret 2023. Meski mengalami penurunan dibandingkan pada 2022, angka tersebut menunjukkan bahwa banyak golongan masyarakat kita yang masih hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Pemukiman kumuh di pinggir rel kereta api, simbol kemiskinan dan ketidakadilan di Indonesia, courtesy of ANTARA Foto/Alinea.id

Angka kemiskinan di Indonesia terkait dengan ketimpangan kekayaan yang masih terjadi. Dilansir melalui Deutsche Welle, Oxfam menemukan fakta bahwa harta empat orang terkaya di Indonesia setara dengan akumulasi kekayaan 100 juta penduduknya. Data tersebut diperkuat dengan laporan World Inequality Database, yang menunjukkan infromasi bahwa rata-rata kekayaan 1% penduduk terkaya Indonesia jauh di atas rata-rata kekayaan penduduk nasional. Bahkan, menurut laporan pada 2020, rata-rata kekayaan 1% penduduk teratas melonjak menjadi Rp2,07 miliar, ketika rata-rata-rata kekayaan nasional masih sebesar Rp142,2 juta.

Baca Juga  Thomas Hobbes: Manusia adalah Makhluk Antisosial

Ketidakadilan di Indonesia tidak hanya terjadi secara sosial dan ekonomi. Ia juga terjadi dalam aspek lingkungan. Mengutip Tim Jackson dalam buku Prosperity Without Growth: Economics for a Finite Planet, batasan ekologis di dunia, termasuk Indonesia, mulai rapuh. Deforestasi yang cepat, keanekaragaman hayati yang cepat menghilang, keruntuhan stok ikan, kelangkaan air, serta pencemaran udara, merusak lingkungan dunia, menciptakan ketidakadilan.

Kondisi deforestasi hutan di Kalimantan Tengah, courtesy of Betahita

Temuan Jackson diperkuat dengan laporan WALHI. Dalam rilis resmi mereka, data Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodeversity and Ecosystem Services (IPBES) tahun 2018 menemukan fakta bahwa Indonesia kehilangan hutan seluas 680 ribu hektar setiap taun. Angka tersebut, menurut WALHI, merupakan kehilangan terbesar di wilayah Asia Tenggara.

Organisasi Kemahasiswaan sebagai Pengentas Ketidakadilan

Dengan melihat fakta ketidakadilan dalam struktur masyarakat Indonesia, organisasi kolektif memiliki peran penting dalam mengatasi kondisi tersebut. Salah satu dari mereka, mengutip makalah Canadian Party of Labour pada 1969, adala organisasi kemahasiswaan.

Menurut hemat saya, melalui organisasi kemahasiswaan, seorang mahasiswa memiliki kesempatan untuk melampaui batasan individual, menggalang kekuatan massa. Dengan aktif dalam organisasi kemahasiswaan tersebut, mahasiswa terlibat aktif dalam upaya merespon berbagai ketidakadilan yang terjadi di negeri ini, dalam bentuk sumbangsih.

KAAMI Lampung saat mengadakan diskusi publik. Diskusi seperti ini merupakan langkah nyata organisasi kemahasiswaan untuk memberikan sumbangsih menuntaskan permasalahan ketidakhadilan, courtesy of Kumparan

Seorang mahasiswa dapat menjadi agen perubahan melalui organisasi kemahasiswaan. Ini berarti, mengutip M Togo dalam artikel Viewpoint: Students as Agents of Social Change-Student Initiatives at Rhodes University, South Africa, mereka dapat memberi perubahan dalam memerangi ketidakadilan sosial, merespon tantangan ekologis, serta memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terpinggirkan.

Pada derajat tertentu, organisasi kemahasiswaan punya pandangan khusus dalam merespon ketidakadilan yang terjadi. Mengutip Jean-Thomas Martelli dalam artikel The Spillovers of Competition: Value-based Activism and Political Cross-fertiliation in an Indian Campus, organisasi kemahasiswaan dapat mengambil peran dengan menghadirkan berbagai ruang diskusi, agar pikiran mahasiswa dapat terasah. Berbagai topik diskusi dapat dihadirkan, mendorong pemikiran kritis mahasiswa, yang berbuah menuju solusi untuk mengatasi ketidakadilan yang terjadi.

Baca Juga  Pertobatan Ekologis, Sebuah Seruan untuk Kembali Menyayangi Alam

Pada akhirnya, organisasi kemahasiswaan memiliki nilai penting bagi seorang mahasiswa, dan sudah menjadi “tugas mulia” bagi mereka untuk terlibat di dalamnya. Keterlibatan mereka tidak hanya berguna bagi diri, tetapi juga bagi lingkungan mereka, di mana pun mereka berada.

Seperti yang diungkapkan pejuang revolusi Kuba, Che Guevara, bahwa sseorang mahasiswa, sebagai kader, adalah mereka yang “selalu berkeinginan untuk menghadapi setiap perdebatan” dan “menyerahkan seluruh hidupnya untuk kejayaan revolusi.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *