Kabupaten Lamongan memiliki berbagai kearifan lokal yang menarik untuk diketahui. Salah satunya adalah tradisi Kupatan, yang masih dilestarikan mayarakat Kecamatan Paciran hingga kini.
Kupatan merupakan makanan khas yang terbuat dari beras, dibungkus dengan selongsong janur atau daun kelapa yang membentuk segi empat, kemudian direbus. Mengutip pemberitaan Berita Merdeka Online, tradisi Kupatan di Kecamatan Paciran merupakan tradisi peninggalan Sunan Sendang Duwur, murid Sunan Drajat. Bersama Sunan Drajat, ia berjasa dalam menyebarkan agama Islam di pesisir pantai utara Jawa, khususnya di wilayah Paciran.
Konon, ketika lebaran, para santri Sunan Sendang Dhuwur disuguhkan jamuan berupa ketupat dan lepet ketika bersilaturahmi ke rumah beliau. Diduga, dari kisah ini, tradisi Kupatan muncul, dan hingga kini masih terus dipertahankan dan dilestarikan masyarakat Paciran.
Tradisi Kupatan di Kecamatan Paciran, Lamongan, dilaksanakan dua kali dalam setahun oleh seluruh masyaraka Paciran, yakni dua minggu menjelang Ramadan (disebut megengan) dan tujuh hari setelah Idulfitri, tepatnya pada tanggal 8 Syawal dalam Kalender Hijriah. Ia diadakan sebagai wujud rasa syukur umat Islam di Paciran, karena telah melaksanakan puasa Ramadan, yang disempurnakan dengan puasa Syawal selama enam hari.
Tradisi Kupatan di Kecamatan Paciran memiliki keunikan tersendiri dibandingkan tradisi sejenis di daerah lain. Menurut Rizky Subagia dalam artikel Makna Tradisi Kupatan bagi Masyarakat Desa Paciran Kecamatan Paciran, Kupatan di Kecamatan Paciran menampilkan beberapa kesenian pengiring lain khas Kabupaten Lamongan, seperti Jidor, Musik Tongklok, serta Jaran Jenggo. Selain itu, ia menampilkan lakon Sunan Drajat dan Sunan Sendang Dhuwur, yang dipadukan dengan berbagai fragmen kolosal yang menceritakan sejarah Paciran.
Mengutip Moch Khoirul Huda dalam artikel berjudul Festival Kupatan Lamongan, Tradisi Peninggalan Sunan Sendang Dhuwur, sejak 2016 silam, Pemerintah Kabupaten Lamongan mengadakan event festival budaya gunungan ketupat yang diarak oleh 17 desa se-Kecamatan Paciran. Mereka mengikutsertakan para pegiat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan ekonomi kreatif, guna melestarikan, mendorong, dan meningkatkan kunjungan wisatawan di Kabupaten Lamongan.
Arak-arakan gunungan ketupat dimulai dari Terminal Angkutan Sungai dan Pelabuhan (ASDP), melewati Goa Maharani, dan berakhir di Tanjung Kodok, yang berada dalam objek Wisata Bahari Lamongan (WBL). Setelah itu, prosesi dilanjutkan dengan kenduri atau tasyakuran di Pantai Tanjung Kodok. Gunungan ketupat kemudian diperebutkan oleh masyarakat.
Mengutip Rizky Subagia, objek yang dilalui arak-arakan ketupat terkait dengan kisah Sunan Sendang Dhuwur. Goa yang biasa dilalui arak-arakan ketupat, yakni Goa Maharani, merupakan petilasan Sunan Sendang Dhuwur. Selainitu, pesisir pantai yang digunakan, yakni Tanjung Kodok, merupakan tempat Sunan Drajat dan Sunan Sendang Dhuwur pertama kali singgah, dan kemudian menyebarkan agama Islam di Paciran dan sekitarnya.
Tradisi Kupatan menjadi daya tarik tersendiri bagi seluruh masyarakat Paciran, baik dari kalangan anak-anak, remaja, hingga orang tua, baik yang terlibat langsung dalam prosesi Kupatan maupun yang sekadar ikut memeriahkannya. Keikutsertaaan anak-anak, mengutip Subagia, diharapkan dapat memperkenalkan tradisi Kupatan yang sudah ada sejak dahulu, agar tetap lestari dan tidak punah ditelan zaman.
Seiring perkembangan zaman, tradisi Kupatan di Kecamatan Paciran, Lamongan, mengalami perubahan wujud. Pada 17 April 2024, Pemerintah Kabupaten Lamongan menghilangkan larung sesaji, dengan tujuan untuk menghormati acara serupa yang ada di sejumlah desa di wilayah pantai utara Jawa (Pantura). Juga pada tahun ini, hanya tiga gunungan ketupat yang diperebutkan, dan 1000 porsi ketupat sayur disajikan untuk dimakan bersama-sama. Acara tasyakuran, kini dipusatkan di batu karang sekitar Menara Rukyat.