Sebagai sebuah monumen bersejarah, keberadaan Candi Borobudur masih membuat siapapun takjub. Candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 hingga ke-9 Masehi tersebut masih menyimpan berbagai pertanyaan yang perlu ditelusuri lebih lanjut. Salah satunya adalah keberadaan relief tersembunyi dalam konstruksi Candi Borobudur.
Melansir CNN Indonesia dan Merdeka, terdapat relief tersembunyi dalam tingkatan bangunan Candi Borobudur. Relief tersebut, yang disebut relief Kamadhatu yang terdiri dari 160 relief. menggambarkan perilaku manusia yang dipenuhi hawa nafsu. Saat ini, relief Karmadhatu tertimbun dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, diduga karena menampilkan adegan vulgar dan cabul.
Pada mulanya, ketika Candi Borobudur dilaporkan Sir Stamford Raffles pada 1814, relief Kamadhatu masih dalam keadaan tertimbun. Kaki candi, yang memuat Relief Kamadhatu, dibuka oleh J. W. Ijzerman pada 1885, disusul dengan pemotretan pada 1890 hingga 1891, yang dilakukan oleh Kassian Chephas (1845-1912). Sebanyak 160 relief diabadikan oleh Chephas.
Naskah apa yang menjadi dasar keberadaan relief Kamadhatu? Mengutip J. Fontein, terdapat beberapa naskah yang diduga menjadi dasar pembuatan relief Kamadhatu. Salah satu dari naskah tersebut adalah Mahakarmavibhanga, sebuah naskah berbahasa Sanskerta yang membahas tentang karma phala. Berdasarkan penelusuran Gopal Kamal dan Ritu Kamal, terdapat beberapa terjemahan naskah Mahakarmavibanga, dan menurut Hariani Santiko (2016), relief Kamadhatu diduga menggunakan terjemahan yang dibuat oleh Gautama Dharmaprajna pada 582 Masehi (berkode T 80).
Apa yang digambarkan dalam relief Kamadhatu? Menurut Th. van Erp, relief Kamadhatu menggambarkan kehidupan manusia yang maih terkait dengan hukum sebab dan akibat. Segala perbuatan yang dilakukan manusia di dunia akan memiliki konsekuensi, baik secara langsung, pada masa mendatang, maupun pada kehidupan mendatang. Misal, orang yang menghabiskan hidupnya berburu satwa liar (sebab) akan menghadapi karma kehilangan anak dan sanak saudaranya (akibat).
Selain menggambarkan hukum sebab dan akibat, relief Kamadhatu juga menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa Kuna pada masa Mataram Hindu. Menurut Hariani Santiko, keberadaan relief yang menggambarkan pendeta Siwa dan bhiksu Buddha menggambarkan kehidupan yang harmonis antara kebudayaan Hindu dengan Buddha pada masa pembangunan Candi Borobudur.
Lalu, apa alasan relief Kamadhatu ditutup? Terdapat beberapa dugaan yang dilontarkan para ahli. Dugaan yang paling umum diangkat adalah adanya dugaan bahwa relief-relief yang ada menggambarkan perilaku manusia yang cabul dan tidak bermoral. Meski begitu, menurut Hariani Santiko (2012) dan Mindra Faizaliskandar (1987), relief ditimbun karena alasan teknis, yakni terjadi sejumlah kesulitan ketika membangun Candi Borobudur yang mengancam kekokohan bangunan, sehingga perancang candi memutuskan untuk menimbun bagian kaki candi untuk memperkokoh pondasi bangunan.
Keberadaan relief tersembunyi dalam konstruksi Candi Borobudur bukanlah sebuah misteri, seperti yang digambarkan media daring di Indonesia. Ia tertutup untuk publik bukan karena relief yang cabul dan vulgar, tetapi karena untuk memperkokoh pondasi candi agar tidak longsor.
Referensi:
[1] “5 Mitos dan Misteri Candi Borobudur, Termasuk soal Menyentuh Isi Stupa”. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20220607113913-269-805780/5-mitos-dan-misteri-candi-borobudur-termasuk-soal-menyentuh-isi-stupa/2. Diakses 19 Maret 2023.
[2] “4 Misteri Candi Borobudur yang Masih Belum Terpecahkan”. https://www.merdeka.com/peristiwa/4-misteri-candi-borobudur-yang-masih-belum-terpecahkan.html. Diakses 19 Maret 2023.
[3] Fontein, Jan. 1984. The Law of Cause and Effect in Ancient Java. Amsterdam: KNAW.
[4] Kamal, Gopal & Ritu Kamal. 2008. “Symbolic, Architectural or Metaphysical: Explanations for the Hidden base of Borobudur”. Makalah. Dipresentasikan dalam Uncoveringthe Meaningof the Hidden Base of Candi Borobudur, Borobudur, Magelang, 1 – 5 Juli.
[5] Farhan Adityasasmara. 2017. “Kassian Chephas (1845-1912): Dari Kolektivitas Menuju Subjektivitas” dalam Dharmasmrti. Vo. XVII. No. 2.
[6] Hariani Santiko. 2012. “Relief Karmawibhangga di Candi Borobudur : Identifikasi Adegan dan Ajaran Hukum Karma” dalam Anonim. Adegan dan Ajaran Hukum Karma pada Relief Karmawibhangga. Magelang: Balai Konservasi Borobudur.
[7] Hariani Santiko. 2016. “Identification of Kamarwibhangga Reliefs at Candi Borobudur” dalam Amerta, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi. Vol. 34. No. 2.
[8] Mindra Faizaliskandar. 1987. “Kronik Borobudur” dalam Karmawibhangga Candi Borobudur Gambaran Masyarakat Jawa Abad ke-9. Jakarta : Bentara Budaya – IAAI – GEMABUDHI.
[9] van Erp, Th. 1935. “De Boroboedoer and wat deze voor on omsluiert” dalam Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad. 14 December.