Judul Buku | Guns, Germs & Steel: Rangkuman Riwayat Masyarakat Manusia |
Penulis | Jared Diamond |
Penerbit | Kepustakaan Populer Gramedia |
Kota Terbit | Jakarta |
Tahun Terbit | 2019 [2013] |
Halaman | xiv + 638 halaman |
Penerjemah | Hendarto Setiadi & Damaring Tyas Wulandari Palar |
Dalam sebuah situs tanya jawab Quora, pengguna bernama Siti Widyastuti menjawab sebuah pertanyaan klasik, pertanyaan yang mungkin juga ditanyakan oleh sebagian masyarakat dunia. Pertanyaan tersebut adalah mengapa benua Eropa lebih maju dibandingkan dengan benua lain. Siti, yang tinggal di Belanda sejak 2018, mengatakan bahwa kemampuan orang Eropa (terutama Eropa Barat) dalam hal manajemen, perhitungan, dan perencanaan membuat mereka lebih pesat dalam hal pembangunan. Dengan memberikan contoh Belanda, ia berpendapat bahwa perencanaan Belanda membuat jalan tol dapat memiliki hutan-hutan yang asri.
Jawaban Siti Widyastuti juga digemakan oleh sebuah artikel lain. Melansir Kompas.com, tingkat pendidikan menjadi alasan bangsa Eropa lebih maju. Mereka, yang memiliki kualitas pendidikan yang tinggi dan lebih baik dibandingkan masyarakat benua lain, lebih mungkin untuk menyebarkan pengaruh dalam hal pendidikan dan pengetahuan. Pendidikan yang berkualitas juga mendorong tumbuhnya inovasi teknologi yang lebih mapan, menghasilkan masyarakat yang melek teknologi.
Kedua jawaban tersebut, meski terkesan benar, memiliki masalah mendasar. Keduanya dianggap terlalu memposisikan Eropa sebagai kekuatan dunia, berat sebelah dalam memandang sejarah hubungan antarwilayah. Lalu, apakah ada jawaban yang lebih memuaskan untuk menjawab pertanyaan mengapa orang Eropa kini menjadi pusat kekuatan dunia, dibandingkan bangsa dari benua lain?
Jawaban tersebut, oleh Jared Diamond, seorang akademisi berkebangsaan Amerika Serikat, berusaha dijawab. Melalui buku Guns, Germs, & Steel: Rangkuman Riwayat Masyarakat Manusia (selanjutnya akan ditulis sebagai Guns, Germs & Steel), ia menjabarkan berbagai alasan yang menjelaskan ketimpangan yang terjadi antarbangsa di berbagai belahan benua bumi. Tergugah dari pertanyaaan seorang rekan yang ia temui di Papua, Jared dengan tegas menyatakan bahwa jawaban atas pertanyaan tersebut telah muncul sejak awal kehidupan manusia di dunia.
Apa yang menyebabkan ketimpangan kehidupan antarbangsa di dunia? Oleh Diamond, jawaban yang mendasarinya adalah “pangan”. Menurut Diamond, kondisi manusia dalam berevolusi dan melakukan domestifikasi terhadap tumbuhan dan hewan besar untuk menunjang kehidupan mereka telah mengalami ketimpangan sejak awal.
Masyarakat Erasia, yang hidup di wilayah subur dengan tanah yang dialiri sungai, telah mendomestifikasi berbagai tanaman gandum, polong-polongan, dan hewan besar untuk mengolah tanah. Domestifikasi yang mereka lakukan tidak hanya mendesak populasi pemburu-meramu yang hidup di sekitar mereka, tetapi juga menyebarkan hasil domestifikasi tersebut ke wilayah lain. Oleh masyarakat di wilayah lain, domestifikasi Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) dikembangkan lebih jauh, menghasilkan lebih banyak tanaman dan hewan yang didomestifikasi.
Kondisi sebaliknya justru terjadi di wilayah Mesoamerika. Mereka, menurut Diamond, memang melakukan domestifikasi terhadap tanaman pangan. Disayangkan, mereka kesulitan mendapatkan hewan besar, yang diharapkan dapat mengerakan roda untuk mengolah lahan. Alhasil, roda yang berhasil mereka temukan hanya digunakan sebagai penggerak mainan semata, alih-alih sebagai penggerak bajak dan mesin perang.
Selain itu, domestifikasi pangan di Erasia dan Mesoamerika terjadi dalam rentang waktu yang berbeda. Ketika masyarakat Erasia telah mengembangkan kehidupan kerajaan sederhana, dengan pemerintahan dan agama, masyarakat Mesoamerika masih mengembangkan sistem kedatuan dengan agama yang masih sederhana. Ketika mereka telah menjadi bangsa yang matang dengan bangunan-bangunan besar, perkembangan teknologi mereka dikalahkan oleh penjelajah Spanyol yang telah berhasil mengembangkan kapal yang mengarungi samudra luas.
Ketimpangan tersebut, oleh Diamond, dapat dijelaskan secara geografis. Kondisi geografis benua Amerika, yang membentang dari utara ke selatan, berbeda-beda. Mereka memiliki hutan tropis di tengah, dengan bagian yang lebih kering di utara dan selatan. Ketika hasil domestifikasi Mesoamerika berusaha menyebar ke wilayah Amerika utara dan selatan, kondisi geografis menghalangi upaya tersebut. Alhasil, mereka memilih untuk melakukan domestifikasi mandiri, mengandalkan tumbuhan dan hewan liar yang tersedia bagi mereka.
Ketimpangan geografis juga terjadi ketika hasil domestifikasi Erasia berusaha disebarkan ke Afrika. Kondisi geografis Afrika yang beragam, membentang dari utara ke selatan, membuat tanaman dan hewan domestifikasi Erasia tidak dapat berkembang. Alhasil, mereka mengembangkan tanaman dan hewan mereka sendiri, yang sebagian besar datang dari suku Bantu dari Afrika bagian tengah.
Ketimpangan geografis yang terjadi, pada akhirnya, mempengaruhi kemampuan tiap manusia untuk mengembangkan bedil (teknologi), kuman (kekebalan terhadap penyakit), dan baja (agama dan pemerintahan). Mereka yang hidup di wilayah Erasia mengalami perkembangan paling cepat, dan tentu saja paling awal, memungkinkan mereka untuk menjadi bangsa yang kuat. Sementara bangsa lain, dengan ketimpangan geografis yang terjadi, hanya mampu mengembangkan kondisi yang sesuai dengan kehidupan mereka semata.
Ketika terjadi pertemuan antarbangsa, baik melalui perdagangan, perkawinan, maupun penjajahan, ketimpangan tersebut menjadi sangat terasa. Bangsa Eropa tampil sebagai pemenang, karena telah mencapai “kematangan” lebih awal dibandingkan bangsa lain. Ini, oleh sebagian besar orang, menjadi dasar pandangan-pandangan berat sebelah, yang terkadang sangat rasis, terhadap bangsa non-Eropa.
Buku Guns, Germs & Steel, oleh Jared Diamond, dikemas sebagai buku ilmiah populer. Analisis tetap ditampilkan dengan pendekatan kritis. Tetapi, bahasa yang dipilih untuk menyampaikan hal tersebut adalah bahasa sederhana, yang oleh penerjemah buku ini, terkadang tampil sebagai bahasa pasaran atau bahasa Indonesia tak baku.
Bagi pembaca, terutama pembaca awam, penyajian yang dilakukan Diamond membuat buku ini terasa menyenangkan ketika dibaca. Mereka tidak akan menyadari telah membaca lebih dari dua bab buku ini, karena gaya bahasa Diamond benar-benar luwes dan ringan. Dengan tampil demikian, Guns, Germs & Steel menghindarkan pembaca dari kondisi jemu karena tidak mengerti dengan apa yang dibahas Diamond.
Terdapat satu kelemahan mendasar dalam buku Guns, Germs & Steel. Disayangkan, Kepustakaan Populer Gramedia sepertinya tidak begitu teliti melakukan penyuntingan buku ini. Terdapat beberapa kesalahan ketik yang cukup mengganggu, meski sedikit banyak cukup lucu, yang membuat pembacaan menjadi tidak begitu nyaman. Seandainya mereka melakukan cross-check ulang sebelum menerbitkan buku ini untuk keenam kalinya, mungkin kesalahan tersebut dapat diperbaiki.
Ada satu bagian yang menarik bagi saya dalam buku ini. Pada bagian epilog, Diamond menyatakan bahwa sejarah yang baik adalah sejarah yang mampu menyajikan sinar bagi kehidupan manusia pada masa depan. Hal tersebut benar adanya. Jika sejarah telah disajikan dengan kritis, luas, dan luwes, ia tidak hanya dapat menerangi manusia untuk melihat masa lalu semata. Ia mampu membantu manusia menerangi jalan mereka menjajaki kehidupan masa mendatang yang penuh ketidakpastian.
Buku Guns, Germs & Steel tidak hanya menjadi rekomendasi bagi mereka yang ingin memahami riwayat kehidupan manusia sejak masa awal hingga kini, yang ditinjau melalui pendekatan geografis yang bebas dari unsur-unsur rasis. Buku ini juga menjadi contoh bagaimana sejarah seharusnya disajikan. Seperti yang saya sampaikan pada paragraf sebelumnya, Diamond berhasil menyajikan sejarah yang tidak hanya menerangi bagaimana manusia hidup pada masa lalu, tetapi juga bagaimana manusia akan hidup pada masa depan.
I always learn so much from your posts. This one was particularly insightful and well-written.