Judul Buku | Sejarah Perkeretaapian di Aceh |
Penulis | Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh |
Penerbit | Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh |
Kota Terbit | Banda Aceh |
Tahun Terbit | 2001 |
Halaman | 56 halaman |
ISBN | – |
Kereta api sudah menjadi transportasi publik yang paling diandalkan di berbagai dunia saat ini. Ketika Belanda masih menjajah Indonesia, yakni pada 1864, kereta api pertama di Indonesia, yang menghubungkan Semarang dengan Tanggung, dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).
Pengembangan jalur kereta api terus berlanjut dengan pembangunan jalur-jalur baru yang menghubungkan berbagai wilayah, termasuk di Aceh. Bagaimana perjalanan sejarah perkeretaapian di wilayah Serambi Mekah ini? Pertanyaan tersebut dijawab oleh buku Sejarah Perkeretaapian di Aceh yang disusun oleh tim Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh.
Buku Sejarah Perkeretaapian di Aceh ini mengulas secara mendalam bagaimana perjalanan sistem perkeretaapian di wilayah Aceh, yang dimulai dari kolonial Belanda hingga masa kemerdekaan Indonesia.
Isi dari buku tersebut dibagi menjadi lima bab. Pada bab pertama, ia menjelaskan terkait pendahuluan yang merangkap latar belakang, permasalahan, metode penelitian, hingga sistem penulisan.
Pada bab dua, ia menceritakan tentang bagaimana sistem politik kolonial Belanda, yang diterapkan di Aceh pada masa itu, berhubungan langsung dengan dibangunnya kereta api di Tanah Rencong.
Pada bab tiga, ia menjelaskan latar belakang didirikannya kereta api di Aceh dengan berbagai aspek seperti organisasi perkeretapian di Aceh, pengadaan material, hingga bentuk, jenis dan fungsi kereta api. Pada bab ini, dapat digambarkan sebagai era keemasan perkeretaapian di Aceh pada masa kolonial.
Jatuhnya sistem perkeretaapian di Aceh diceritakan dalam bab empat. Ia menggambarkan bagaimana sistem perkeretaapian pada masa penjajahan Jepang di Aceh, lengkap dengan organisasi yang dibentuk oleh Jepang. Kemudian, ia berfokus kepada masa revolusi kemerdekaan Indonesia yang dibalut dengan pergolakan DI/TII di Aceh hingga berakhirnya perkeretaapian di Aceh.
Pada bab lima, sebagai bab terakhir, berisi kesimpulan dan saran dari rangkaian isi buku tersebut.
Secara konteks, buku ini membahas bagaimana perjalanan sejarah perkeretaapian di Aceh sejak era kolonial Belanda hingga masa Orde Baru (1980-an).
Pada masa penjajahan kolonial Belanda, tujuan awal pemerintahan Hindia Belanda membangun perkeretaapian di Aceh adalah sebagai strategi perang dengan menyokong terhadap pasifikasi Aceh. Pembangunan kereta api di Aceh sebagai hal tersebut memiliki tujuan penting, karena melalui ide pasifikasi ini, pengangkutan orang dan barang dapat dilakukan dalam jumlah dan ukuran yang besar.
Selama bertahun-tahun, kereta api di Aceh membawa keuntungan yang besar pula bagi pemerintahan Hindia Belanda dalam bidang ekonomi, politik, maupun militer.
Tantangan demi tantangan pun mulai muncul ketika era penjajahan Jepang, ketika Jepang berhasil menguasai Aceh dari tangan Belanda. Berbagai sarana dan prasarana yang dibangun oleh Belanda kala itu dihancurkan. Salah satunya adalah sarana kereta api.
Untungnya, tidak semua jaringan kereta api yang ada dihancurkan. Pihak Jepang mulai memerintahkan rakyat Aceh bergotong royong untuk memperbaiki sarana kereta api tersebut demi mendukung Perang Asia Timur Raya.
Setelah kemerdekaan Indonesia, sistem perkeretaapian di Aceh mengalami pasang surut yang silih berganti. Beberapa jaringan kereta api yang ada di Aceh saat itu mulai terbengkalai dan ditinggalkan. Ia ditinggalkan karena beberapa faktor, seperti perubahan kebijakan pemerintahan era Orde Lama yang memicu timbulnya pergerakan DI/TII di Aceh, hingga perubahan kebijakan transportasi nasional di era Orde Baru.
Buku ini ditulis dengan gaya penulisan yang cukup akademis, meski tetap mudah dimengerti bagi pembaca umum. Narasi sejarah yang dihadirkan tersebut ditulis dengan alur yang jelas dan didukung oleh referensi-referensi yang lengkap tertulis di bagian catatan kaki setiap halaman buku tersebut. Dengan pendekatan yang deskriptif, pembaca seolah hadir untuk melihat catatan sejarah berbagai jalur kereta api di Aceh yang pernah dibangun.
Kekuatan buku ini terletak di bagian referensi dan kelengkapan data. Ia menggunakan berbagai data, mulai dari wawancara pelaku sejarah hingga pengumpulan data yang didapatkan dari berbagai penelitian di beberapa lembaga seperti Museum Negeri Aceh, Museum Ali Hasjmy, Arsip Nasional Wilayah Daerah Istimewa Aceh, Kantor Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, dan lainnya. Tidak hanya memberikan fakta sejarah, buku ini juga memberikan analisis mendalam terkait dampak sosial dan ekonomi dari adanya kereta api di Aceh.
Namun, bagi para pembaca yang ingin pendekatan yang lebih populer atau narasi yang lebih hidup, mungkin kurang cocok dengan buku ini. Ia lebih seperti laporan sejarah yang kaya akan data dan referensi daripada sebuah buku sejarah naratif. Walaupun begitu, hal ini tidak mengurangi nilai pentingnya sebagai referensi sejarah.
Buku Sejarah Perkeretaapian di Aceh adalah bacaan yang sangat berharga bagi siapa saja yang tertarik dengan sejarah transportasi kereta api di Indonesia. Dengan riset yang mendalam dan penyajian yang sistematis, buku ini memberikan wawasan luas mengenai peran dan perkembangan kereta api di Aceh.
Bagi para akademikus, mahasiswa, atau pemerhati transportasi, buku ini bisa menjadi sumber informasi yang relevan dan kaya akan referensi. Bagi masyarakat umum, buku ini menawarkan potret perjalanan panjang sebuah sistem transportasi kereta api yang sempat berjaya di Aceh secara singkat dan padat.